Sri Endang Hastini Hasibuan

Nama ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menatap Senja

Di masa libur kuliah semester ini, Ana lebih banyak membantu usaha mamanya. Hari ini bahkan Ia berencana mengirim paket baju seragam untuk sebuah rumah sakit dari luar kota. Tari yang tak pulang kampung di musim libur kali ini pun ikut membantu pekerjaan Mama Amel. Entah kenapa Tari sangat nyaman berada di dekat keluarga Ana.

Belum ada sahabat yang bisa membuatnya sedekat ini, Ia berasa tinggal bersama keluarganya sendiri. Banyak sudah yang dilalui Ana dan mamanya, namun mereka tetap berdiri tegak, sekalipun tak pernah menyerah apalagi putus asa.

“Sayang….kamu nggak akan kabari Papa kamu kan, kalau kamu menang lomba menulis artikel?”

“Aku belum ada ngabari sih Ma…kenapa emangnya Ma?”

“Mama nggak mau kamu ketemu istri dari papa kamu lagi, Mama nggak suka kamu diperlakukan seperti itu, kalau ketemu papa, mama nggak akan pernah melarang, namun jangan dengan istrinya.”

“Aku tahu kok Ma…sejak kejadian itu, aku sudah janji nggak akan temui papa lagi, karena memang harusnya seperti itu Ma, Karena Papa sudah punya keluarga baru, jadi untuk apa juga kita berharap lebih.”

“Maafin Mama ya….kamu harus mengalami semua ini.”

“Bukan salah Mama juga,ini sudah takdir kita Ma.”

“Sabar ya Ana…aku tahu kau perempuan yang kuat.”

“Makasih ya Tari.”

Mereka berpelukan bagai kakak dan adik.

“Ya sudah, ayo kita siap-siap, sudah mau azan magrib kan, jadi kita sholat dulu baru berangkat ke resto. Sudah aku booking kok, kita tinggal datang aja. Oh iya Tar..tolong pesankan taksi ya, aku mau sholat dulu.”

Tari langsung mengambil handphonenya dan memesan taksi untuk mereka pergi nanti. Tak berapa lama mereka pun bersiap untuk berangkat setelah taksi yang dipesan datang.

Tiba di resto, Mereka sudah disambut oleh waitres yang mengantarkan mereka ke tempat sesuai pemesanan.

“Sayang…kamu kok bawa kita kesini? Ini kan tempat makan yang mahal sayang.”

“Sudah nggak apa-apa Ma…kan aku ada rezeki, jadi kita nikmati sama-sama, sudah Mama tenang aja.”

Resto ini memang menyisakan banyak kenangan buat Ana dan keluarganya. Setiap momen khusus selalu tempat ini yang jadi rekomen bagi keluarga mereka dahulu. Bahkan ketika Ana merayakan ulang tahunnya yang ke tujuhbelas, Ia pulang dari Jerman dan merayakan ultahnya disini, saat itu Aldo juga ikut bersamanya.

Hari ini Ia datang lagi kesini, setelah dua tahun lalu Ia terakhir mengunjungi resto mewah ini. Tapi hari ini dengan suasana dan juga hati yang berbeda.

Mereka langsung dihadapkan oleh makanan yang merupakan rekomen dari resto itu.

“Mama, Tari ayo makan, kok dilihatin aja, Bibik juga, ayo makan dong?”

“Ana…ini makanan apa aja Na…nggak ngerti aku, kau tahulah dikampungku paling ada rumah makan padang, mana ada makanan gini.”

“Makanya ayo makan, biar pernah kan.”

Ana tersenyum mendengar kejujuran Tari. Mereka lalu menyantap semua makanan yang disajikan. Apalagi Tari, semua makanan Ia coba, sampai dia nggak bisa lagi bergerak bebas karena kekenyangan.

Usai makan, mereka istirahat sejenak sambil bincang-bincang santai menikmati alunan musik

dengan lagu romantis dari band yang ada di resto itu.

Tiba-tiba…

“Na…sudah keluar nilai kita, coba cek punyamu.”

Ana langsung merogoh handphonenya yang ada di tasnya.

“Puji Tuhan….nilaiku bagus-bagus Na, terimakasih Tuhan…”

“Selamat ya…IP kamu tinggi dong kalau gitu.”

“Di atas tiga sudah tinggi kali itu sama aku Na, mamakku pasti senang di kampung, borunya dapat nilai bagus…bentar aku kabari mamakku ya.”

Tari menjauh dari meja tempat mereka duduk, lalu menelpon mamaknya di kampung menyampaikan hasil ujiannya semester ini.

“Sayang…nilai kamu gimana? bagus kan?”

“Bagus Ma…cuma ada nilai C nya satu matkul, selebihnya A semua.”

“Nggak apa=apa sayang…kan baru semester satu, nanti kamu bisa tingkatkan lagi semester depan.”

“Apa Na…kok bisa kau nilai C, aku aja belajar dari kau.”

“Ya mungkin aku banyak salah waktu menjawab soal ujian.”

“Matkul apa?”

“Pengantar bisnis dari Pak Alvine.”

“Kok bisa ya…padahal kau yang paling top di matkul bapak itu, kalian juga sering komunikasi pakai Bahasa Inggris, Bahasa Jerman juga, aku nyontek laporan kau, kau yang presentasi didepan pakai Bahasa Inggris, semua mengakui kepintaran kau Na…kenapa kau nilai C.”

“Ya sudahlah Na…emang itu sudah dapatnya.”

Dalam hati, Ana juga bertanya-tanya kenapa nilainya dari pak dosen ganteng hanya C, sementara teman sekelasnya rata-rata nilai A dan beberapa orang nilai B. Apakah jawaban Ana saat ujian memang banyak salah? Perasaan, Ia belajar dengan benar dan Ia yakin jawabannya itu benar. Tapi Ana tak ingin mempermaslahkan hal itu, kan sudah keputusan dosen.

“Ya sudah…kita pulang yok,sudah malam juga kan? Pesan taksi ya Tar, aku mau bayar dulu.”

Ana berjalan kearah kasir ditemani Mamanya, Tari dan Bibik berjalan menuju lobi menunggu taksi. Langkah Ana terhenti, Ia seakan tak sanggup untuk melangkahkan kakinya kembali. Namun Ia harus tetap berjalan maeski hatinya dalam keadaan tak menentu, jantungnyapun berdegup sangat kencang,apakah hatinya kembalii siap untuk malam ini?

Apa sebenarnya yang dilihat oleh Ana?

Ikuti kisah selanjutnya!

Asahan, 29 Maret 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post