Sri Fajar Ningsih

Sri Fajar Ningsih, penulis musiman dari SMP Negeri 43 Medan...

Selengkapnya
Navigasi Web
ASA YANG PUPUS

ASA YANG PUPUS

Bertahun-tahun bahkan puluhan tahun aku selalu mencorat-coret bukuku, menulis apa saja yang aku suka. Bersyukur di tahun 2000-an sudah mulai aku suka menulis di komputer, sehingga tulisanku bisa kusimpan di satu file. Dan sekarang lebih beruntung lagi karena ada note book dan gawai, hingga di mana dan kapanpun aku bisa menuliskan apa yang ingin aku tuliskan.

Dengan jadi Facebooker, ternyata tak sia-sia, dari situ aku mulai bergabung dengan dua pengembang literasi. Baru di usia 50-an aku merasa bahagia, karena tulisan-tulisanku tidak hanya kubaca sendiri, tapi mulai dibaca orang lain juga, tulisanku bisa dibukukan. Mulanya aku hanya ikut nulis bareng dengan penulis nasional untuk semua kalangan dari FAM, kemudian nulis bareng dengan guru penulis nasional dari MG, Alhamdulillah .dari November 2018 hingga saat ini aku sudah bergabung menulis bareng sebanyak 15 dan 2 buku solo, aku merasa ingin terus menulis. Sama sekali aku tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan finansial secara pribadi, aku hanya suka berbagi.

Suatu kebahagiaan tersendiri bagiku bila bukuku dibaca peserta didikku, atau ada komentar dari teman-teman seprofesiku. Selain itu memang menulis ini membuat aku merasa bisa menghargai waktu sehingga waktu tidak berlalu begitu saja tanpa kesan yang berarti.Senang saja bila bisa berteman terus banyak tulisan teman-teman juga. Sehingga bertambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang tidak bisa kita dapat di tempat lain. Tulisan kita dibaca teman dan tulisan teman kita baca, itu salah satu penyebab aku lebih banyak menulis bareng atau keroyokan atau kerennya menulis berwujud antologi.

Tapi sayang bara api yang berkobar terkadang harus padam karena hujan turun dengan tiba-tiba. Aku merasa kesal, sesak rasanya dadaku karena keputusan orang yang paling kuhormati dalam hidupku, yang seharusnya memberikan dukungan untukku si Lolita yang masih bersemangat ini, menskak mati, aku tak boleh ikut dalam menerbitkan buku-buku lagi. Sungguh egoisnya dia, tidak tahukah dia bahwa yang kulakukan bukan untuk kepuasan batinku semata, tapi aku ingin berbagi dan bahagia bila melihat peserta didikku memancarkan wajah ceria saat kutunjukkan buku baruku. Sepertinya hidupku masih panjang lagi dan ingin mengajak mereka untuk mengisi waktu dengan benar. Haruskah demi kepatuhanku, demi surga hakiki, aku harus lepaskan kebahagiaanku ini? Hanya diri sendiri yang tahu apa yang kita inginkan. Ada juga orang yang mau dimengerti tapi tidak mau mengerti. Haruskah kukembalikan menulis hanya untuk koleksi laptop saja?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post