Sri Hastuti Nurman

Menjadi baik itu baik. Maka tiada yang sulit jika engkau berjalan bersama Allah di dadamu. Mari menjadi baik. Hamasah...

Selengkapnya
Navigasi Web

Hantu Aru-Aru

“Bruk”. Dandi menghempaskan tubuhnya di kasur dan mulai khusyuk menatap gawai miliknya. Sepulang skolah yang pertama ia lakukan adalah menatap layar handphone pintar yang ia dpatkan dari ibunya sebagai hadiah ulang tahun. Dandi adalah siswa kelas VII di SMP 2 Bayang. Ia berasal dari keluarga yang bisa dikatakan memiliki ekonomi yang berlebih. Segala kehendaknya pasti dituruti. Maklum saja Dandi adalah anak semata wayang yang dimiliki oleh kedua orang tuanya. Wajar segala kehendaknya tak pernah berujung tidak.

“Dandi, makan dulu nak. Jangan melotot saja memandangi hp mu itu.” Ucap ibunya seraya membuka pintu kamar yang memang tak dikunci.

“Iya, Bu. Ini lagi tanggung. Nanti aku kalah kalau game nya aku tinggal sekarang Bu.” Jawabnya dengan tidak menoleh sedikitpun pada lawan bicara yakni ibunya.

“Ayolah, sudah lama kamu menatap layar hp mu saja. Ibunya tak menyerah untuk mengajak Dandi makan.

Akhirnya dengan setengan memberengut Dandi pun menuruti perintah Ibunya. Tangan kanan memegang sendok dan tangan kiri tetap pada hp nya. Mata Dandi sesekali berpaling ke pinggan nasinya dan lebih sering menatap gawainya. Kejadian ini berlaku setiap hari. Tak ada hari libur untuk kebiasaan lepas dari hp miliknya. Tidak hanya itu, Dandi tak pernah keluar rumah untuk bermain bersama kawan sebayanya. Padahal kawan-kawannya selalu mengajak Dandi untuk bermain bersama. Menikmati indahnya alam pesisir pantai dengan banyak permainan tradisional.

***

Setiap sore setelah mandi kawan-kawannya selalu memanggil-manggil Dandi untuk ikut bersepeda santai menjelang waktu maghrib datang. Saat maghrib anak-anak di sana masih terbiasa berjamaah di surau dan mengaji lepas maghrib. Surau menjadi tempat mereka menuntut ilmu agama selain yang mereka dapatkan di sekolah. Di surau mereka akan mengaji bergiliran dengan pelantang dan sungguh bangga hati orang tua mereka di rumah ketika mendengar suara anaknya mengaji di surau. Tapi hal ini juga tidak berlaku pada Dandi. Hari-harinya ia habiskan dengan menatap benda canggih dengan segala permainan modern di dalamnya.

“Ayah sudah sering mengingatkan ibu agar berpikir panjang lagi dalam membelikan kado untuk Dandi. Tapi apa buktinya, yang ibu berikan untuk Dandi ternyata tidak membuatnya menjadi lebih maju. Namun, malah membuatnya tidak mampu mengenal lingkungannya sendiri. Bahkan untuk mengurus dirinya sendiri juga sudah tidak bisa.” Omelan panjang seperti ini sering keluar dari mulut ayahnya.

“Ibu tidak bermaksud seperti itu. Ibu hanya ingin Dandi menjadi lebih tahu informasi dengan cepat karena hp nya itu. Ibu hanya ingin membuat dia mudah dalam mengerjakan tugas-tugasnya karena dia bisa mengakses di internet. Jangan selalu menyalahkan Ibu.” Ibunya tak mau kalah. Selalu begini. Jika sudah ribut seperti ini Dandi akan meletakkan hp nya dan mencoba untuk tidur sambil membenamkan kepalanya di bawah bantal.

Ayah dan ibu Dandi sering bertengkar karena tingkah laku Dandi. Mereka saling menyalahkan telah membelikan benda canggih itu untuk Dandi. Ibu dan ayahnya sudah sering menasihati Dandi tentang hal ini tapi ia tidak mengindahkannya. Dandi hari ke hari makin sulit bersosialisasi dengan lingkungannya. Hingga pada suatu ketika keadaan itu berubah.

Di perjalanan pulang sekolah, Dandi dan kawan-kawannya bercerita. Wahyu membuka cerita kala itu, “Dandi kau tahu tidak kemarin ibuku bercerita tentang Hantu Aru-aru.”

“Hantu Aru-aru? Hantu apa itu? Aku baru kali ini mendengarnya.” Dandi menimpali.

“Itulah kau, setiap hari kerjamu selalu bermain hp saja. Tak satupun yang kau tahu tentang nagari kita ini.” Jefri menyolo percakapan mereka setelah menyeruput es yang dibelinya sepulang sekolah.

“Iya, kau tak pernah bermain dengan kami sih. Makanya kau tak tau tentang hantu aru-aru.” Wahyu membenarkan.

“Kata Ibuku hantu aru-aru itu suka dengan anak-anak yang bermain sampai senja. Hantu itu akan membuat korbannya tersesat. Kita akan dibawa ke tempat yang tak terduga atau tempat yang tidak masuk akal. Kata ibuku dulu temannya ada yang dilarikan hantu aru-aru. Cukp lama warga mencarinya. Biasanya untuk mencari orang yang diduga dilarikan Antu Aru-Aru akan memakai pakaian terbalik sabil memukul-mukul peralatan dapur, misalnya panci, periuk, atau kuali.” Jelas Wahyu panjang lebar.

“Aku tidak percaya dengan mitos itu. Mana ada zaman sekarang ini hantu-hantu. Aku tidak peraya, benar-benar tidak percaya.” Dandi menjawab dengan kening berkerut.

“Kalau kau tidak percaya mari kita coba. Kita akan main sampai maghrib setiap harinya biar kita bertemu dengan hantu aru-aru. Bagaimana? Kalian berani?” Jefri menantang Wahyu dan Dandi.

“Ok, kami setuju.” Jawab Dandi dan Wahyu serempak.

Siang itu Dandi tidak seperti biasanya. Sepulang sekolah ia segera mengganti baju seragamnya dan menuju meja makan. Selesai makan ia meminta izin pada ibunya untuk pergi bermain bersama Wahyu dan Jefri. Ibunya terheran-heran kenapa secepat kilat anaknya berubah. Anaknya yang biasa tidak mau mengenal lingkungan dan asyik dengan hp nya sekarang berubah.

Dandi bertemu dengan kawan-kawannya di tanah lapang sesuai dengan perjanjian mereka disaat pulang sekolah. Ternyata sampai di sana kawan-kawannya sudah berkumpul. Ada lima orang yang sudah berkumpul di sana. Akhirnya mereka bersepakat akan bermain hingga senja datang agar mereka bertemu dengan hantu aru-aru. Mreka ingin membuktikan bahwa hantu aru-aru ini benar-benar ada. Segala perminan tradisional mereka coba. Dandi merasa seru dengan permainan-permainan yang mereka lakukan di tanah lapang. Hingga sore bersambut azan maghrib mereka baru berhenti bermain.

Di perjalanan pulang mereka asyik dengan pikiran masing-masing. Dandi dalam hati mengakui bahwa ia mulai merasa senang dengan banyak permainan tradisional. Mulai dari bermain suruak batu (sembunyi batu), permainan galah, dan main simancik (petak umpet). Ia merasa bermain nyata dengan kawan-kawan yang benar-benar ada. Tidak seperti game yang ada pada hp nya, ia bisa berkomunikasi dengan kawan lain tapi ia tak pernah mengenal rupa mereka. Dandi mulai tertarik dengan dunia yang seharusnya ia miliki.

Esok harinya mereka kembali berjanji bertemu di bawah pohon beringin di Tanah Kareh. Beringin besar di tepian batang air itu menjadi tempat pertemuan mereka. Mereka mencoba bermain di sekitar pohon itu untuk membuktikan hantu aru-aru. Setelah puas berendam di dinginnya air tepian itu mereka menuju rumah Wahyu untuk melanjutkan bermain di sana. Banyak permainan mereka kerjakan di sana hingga malam kembali merebut tahta siang. Dandi pulang dengan perasaan senang karena puas hatinya bermain. Namun, tiba-tiba ia ingat akan hantu aru-aru cerita Wahyu. Sudah hampir seminggu ia bermain hingga larut tapi hantu aru-aru tak kunjung ia temukan. Mereka tidak berhasil membuktikan kebenaran hantu aru-aru.

Seminggu lamanya hp Dandi tak disentuhnya. Bahkan untuk mengisi daya pun ia tak sempat. Kesibukannya bermain di luar dengan kawan-kawannya membuatnya mulai melupakan game maya di hp nya. Ia mulai menjadi anak-anak seusianya yang bersosialisasi dan berteman dengan teman sebaya. Meskipun hantu aru-aru tak dapat mereka buktikan, tetapi Dandi dapat menyadari keseruan bermain di dunia luar dengan sahabat terbaiknya. Dandi mulai menjadi manusia normal yang mengenal siapa saja orang-orang kampungnya. Ia mulai ikut shalat maghrib berjamaah di surau dan mengaji bersama kawan-kawannya.

Di surau lantunan ayat menggema ke penjuru kampung. Dandi yang sedang mengaji. Di rumah, senyum ibu dan ayahnya merekah. Haru menyelimuti hati mereka. Akhirnya mereka bisa merasakan bangga yang serupa dengan orang tua lain di kampungnya mendengar buah hati mereka melantunkan ayat suci di surau.

“Akhirnya, kita bisa melihat Dandi tumbuh menjadi anak yang normal sesuai usianya Bu. Ia tak lagi menjadi generasi penekur yang selalu menatap layar hpnya.” Ayah memecah keheningan yang diselimuti haru.

“Iya, yah. Kita tidak tahu hal apa yang membuatnya berubah, tetapi apapun itu kita patut bersyukur. Ibu menyeka lelehan bening yang hangat di sudut matanya.

Di ujung jalan berliku yang penuh semak suara cekikikan terdengar di sana. Ya, di sana sering ditemukan orang-orang yang dilarikan hantu aru-aru. Mulai dari halaman surau langkah Wahyu, Dandi, dan Jefri secara spontan berubah menjadi cepat mendengarnya.

****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post