Sri Setia Ningsih Ar-Rasyid

Hidup bermanfaat...

Selengkapnya
Navigasi Web
JODOHKU TERNYATA ADA DI SIBERTENG KABUNG

JODOHKU TERNYATA ADA DI SIBERTENG KABUNG

JODOHKU TERNYATA ADA DI SIBERTENG KABUNG

Aku menunggumu di senja berlangit merah. Saat burung-burung sumringah kembali ke sarangnya. Saat manusia berlalulalang kembali ke istananya. Namun tak jua ku temukan kau di sini. Biarkan aku duduk menghabiskan senjaku. Melemparkan batu-batu tak bersalah menampar pantai. Debur ombak menjadi teman terakrab. Pasir-pasir bermain lincah ke sana kemari. Angin pun berkicau dengan lembutnya. Mendekap jiwaku yang tengah hikmat menatapmu. Bagaimana mungkin aku tak menatap senja. Sedang aku tahu ada senja dimatamu. Karena kaulah senjaku. Biarkan aku menatapmu dengan caraku. Menatap takzim betapa indah ciptaan Tuhanku.

Senja Ada apa dengan senja ? Hadirnya selalu membias gundah bermain manja dengan hadir kenangan tiap rasa punya cerita, ada terselip rindu disitu rindu menikmati senja seperti kala itu.  

Waktu terus berjalan, kini mulai menunjukkan kemana arah pastinya. Senjamu kini mulai hadir di hadapanmu. 

"Sah...sah... alhamdulillah" suara riuh kala itu. 

"Alhamdulillah yess...!"  Jawabmu spontan dengan penuh kegirangan. 

Kala itu 25 Agustus 2018, kau ikrarkan ijab & qobul di hadapan saksi dan semua orang. Kata HALAL kini telah di peroleh.  Sedang aku, hanya mendengar suaramu dari balik dinding kamarku. Riuh suara sah jua membuatku merasa bersyukur. Sebab telah sempurnanya separuh agamaku.

Allah maha baik, mempertemukan kita dengan cara yang baik. Berawal dari KKN (Kuliah Kerja Nyata) dari Universitas, yang menempatkan kita di desa sulit sinyal di kawasan Kabanjahe. Tepatnya di desa SIKAB (Siberteng Kabung)  Kabanjahe, desa minoritas penduduk muslim. Yang memiliki 100 keluarga  dan 1 buah masjid sederhana. Fasilitas umum lainnya sulit mereka rasakan, karena harus menempuh jarak yang jauh sehingga bisa merasakan sekolah dan Puskesmas sederhana.

Pengabdian Masyarakat kami jalani satu kelompok dengan terdiri dari delapan orang dengan karakter dan berasal dari wilayah berbeda. Di antaranya adalah aku, Prayogo, Handoko, Saima Saqilah Dalimunthe, Santri Azzukhrovani dan Elvi Zahara Damanik. 

Perjalanan singkat kami berawal dari sini. Hari pertama di jalani dengan menyandang ransel yang penuh dengan pakaian dan perlengkapan seadanya. Serta kedua tangan yang juga membawa beragam sembako makanan untuk persediaan selama hidup di sana. 

Dengan berbekalkan surat pengantar dari Universitas, kami tunjukkan dengan orang yang kami lihat di sana. 

"Permisi pak, kami mahasiswa yang akan tinggal sementara di desa ini" tanya kami.

"Oh.. ayo, ke rumah Bolang" jawab salah satu warga yg kami temui dengan logat Karo yang masih begitu kental.   

"Iya pak" jawab kami serempak.

Tak hanya itu, ada pandangan yang membuat kami ternganga. Dengan di hadapkan oleh pemandangan rumah yang hampir keseluruhannya memiliki anjing. 

Hingga kami merasa bingung, dimana kami akan tinggal. Dengan beban berat di pundak, sambil mengikuti salah satu warga tadi kami menuju rumah sederhana dengan di huni oleh sepadang suami istri yang sudah mulai renta, dengan satu orang cucu perempuan dan satu anak lajangnya  yang juga tinggal di sana. Serta di sambut oleh lolongan anjing di depan rumahnya. 

"Ih... aku takut lo ada anjing" kataku dengan berbisik.

"kita harus tinggal di sini ya we ?" Tanya salah satu teman

"Ih, nggak sanggup aku di sini we. Pulang aja kita yok !" Pinta salah satu teman lagi.

"Udah, mau nggak mau kita tetap harus tinggal di sini. Mau kelen sia-sia kuliahnya gara-gara nggak ikut ngabdi di desa ini ? Yang ada nilai kelen E, nggak lulus kelen kuliahnya. Mau ?" Jawab salah satu teman laki-laki di antara kami. 

Mereka pun diam seketika. 

"Yaudah yok lah we, udah jam 4 sore ini. Mau buka puasa pakai apa kita. Kan nggak mungkin ngerepotin tuan rumah." pintaku.

"Yoklah" jawab 3 wanita temanku. 

Dengan senyum yang menyungging di wajah, kami menghadap sepasang paruh baya yang menyambut kami dengan hangatnya. 

"Ayok, mari masuk. Di sini kalian tinggal ya, anggap aja rumah kelen sendiri" dengan logat karo yang begitu kental. 

"Iya pak" jawab kami. 

"Jangan panggil pak, panggil bolang aja" pinta bapak itu. 

"Oh, iya bolang" jawab kami bersamaan. 

"Kalok kelen mau masak, masak aja di dapur ya ! Maklumlah kelen aku jualan di depan" kata istri bolang.

"Oh iya bik" jawab kami. 

Semakin sore, udara terasa semakin dingin kami mulai membereskan peralatan kami. Sambil terbelalak mata melihat rumah dengan keadaan seperti tidak di urus. 

Kami memakluminya, karena penghuni rumah sibuk berdagang mie goreng di depan rumah. 

Semua pegang kendali, mulai memegang alat tempurnya. Bang Prayogo dan Bang Handoko ke Masjid untuk melihat kondisi masjid apakah kondisinya bersih atau tidak. 

Sedang kami para wanita, mulai membereskan rumah dan sebagian ada yg memasak di dapur. 

Adzan magrib tak jua terdengar, membuka chanel televisi yang hampir semua saluran tak jelas gambarnya, penuh dengan semut. Yang ada hanya mendengar suaranya adzan saja dari televisi. 

"Maklumlah, di sini payah dapat sinyal. Makanya siaran tv pun nggak jelas" tegas bolang. 

"Hehehe, iya bolang" jawab kami. 

Sembari membatalkan puasa, kami bercererita sedikit dengan bolang dan cucunya yang kini menginjak kelas 2 smp di desa Barus Jahe. 

Makan telah usai, segera bersama kami bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat magrib. 

Hari pertama, berjalan dengan penuh eluhan dan rasa perihatin. Hari kedua mulai merasa asyik dan bisa bersosialisasi dengan warga sekitar. 

Walau mereka minim ilmu agama, namun tetap menjunjung tinggi adat istiadat. Kami mulai, ikut setiap kegiatan warga. Dari berkebun, tarawih & ceramah keagamaan, keliling daerah sekitar, berkunjung ke rumah para warga dan sesepuh daerah sana, hingga kami mulai mengadakan kegiatan Keislaman. 

Hari ketiga kami membersihkan masjid yang sudah mulai di tumbuhi semak belukar. Semua bekerja dengan hati gembira. Hingga masjid bersih dan kami mulai beristirahat di dalam masjid. 

Ada yang istirahat menghilangkan lelah dan ada juga yang tadarusan sambil menunggu adzan zuhur. 

Tadarusan sudah usai aku menutup Al-Quranku sambil bercerita dengan bang Prayogo. Sedang yang lain sudah lelap tertidur di temani udara dingin yang mulai menusuk hingga ke tulang. 

Kedekatan kami, baru saja di mulai. Hingga pembicaraan usai. Teman lain mulai bergegas untuk kembali ke rumah. 

"Aku kayaknya harus balik ke Medanlah beso, kalau aku pulang hari kemari gimana ?" Tanya Handoko sebagai ketua regu. 

"Loh, enak aja mau bolak balik gitu. Kita kan sudah bagi tugas  di breafing malam hari pertama. Kenapa ini berubah lagi. Nanti gimna di sini ?" Jawabku panik. 

"Kan ada bang Prayogo, biar dia yang ngisi nanti malam" jawabnya ketus. 

"Nggak bisa handoko, kalau cerita ada urusan kerja. Aku juga kerja ada urusan juga. Kalau gitu aku juga balik besok" jawab bang Prayogo.

Mereka berdua sibuk mau pulang meninggalkan Desa. 

"Nggak bisa gitulah, mau enak-enak aja kelen pulang. Kami juga punya kerjaan yang kami tinggal. Jangan kelen fikir kelen aja yang kerja. Aku juga mau ngawas desa tugas Panwaslu juga ada karena mau Pemilu. Mau enak-enak  kelen aja pulang, kami juga bisa. Kalau kelen nggak mikirkan kelompok ini pulang sana kelen !". Jawabku ketus.

Mereka berdua hanya diam.  Suasana mulai terasa tidak enak. Mendahulukan ego masing-masing. 

Hingga keesokan harinya, kami ke ladang bang Adzan anak lajang bolang. Bang Prayogo memulai candaan, gelak tawa mulai pecah di antara kami. Kejadian semalam mulai terlupakan.  Kami mulai menikmati hari-hari dengan tawa dan keceriaan.  

Hingga hari ke delapan, tiba-tiba ada telfon dari kampus yang mengharuskan kami untuk segera pulang. Karena menunaikan tugas sebagai warga negara yaitu Pemilu Presiden dan Wapres.

Raut wajah tidak bahagia mulai terlihat dari wajah mereka. Keseruan suka, duka selama delapan hari serasa kurang. Keadaan yang mengharuskan perjalanan KKN usai. 

Malam harinya di hadapan semua warga muslim kami mengungkapkan rasa terimakasih kami dan memohon maaf selama tinggal di desa ini. Serta di temani dengan sejuknya malam dengan udara dingin yang kini mulai menusuk ke tulang. 

Sembari bersalaman dengan para warga raut wajah haru dan sedih jua terpancar dari warga.

"Main-main lagi kelen kemari ya, kalok nggak ada kelen masjid ini nggak ada sholat tarawih dan sholat jum'atnya" suara dari salah satu warga. 

"Iya" jawab kami bersamaan. 

Miris, sedih meninggalkan desa ini. Kehangatan baru saja terbangun, namun kami harus segera mengakhirinya. 

Keesokan paginya, para warga berduyun-duyun menghantarkan hasil kebunnya ke rumah bolang. Sambil mngatakan oleh-oleh untuk orang tua kelen. 

Tak kuat lagi menahan haru,  aku mengambil mukenah dari susunan pakaianku dan memberikannya kepada salah satu ibu-ibu. 

Tiga temanku juga mengikutiku dengan memberikan mukenah kesayangannya kepada mereka. 

Tak lupa, bingkisan sederhana untuk bolang dan bibik Serta untuk keperluan masjid dan beberapa Al-Quran.

Kami berpamitan danmobil jemputan dari Universitas pun hadir menjemput kami. Perjalanan KKN telah usai. 

Namun, cerita cinta kami baru bersemi. Hingga toga di kenakan, kami memperkenalkan kedua oarang tua kami.  Hingga ia memberanikan diri untuk mengkhitbahku. Lalu tiga bulan setelahnya Akad pun di langsungkan. 

Ada saksi-saksi bisu yang membersamai kedekatan kami. Allah pertemukan kami di Sikab. 

Tak menyangka sebab, jodohku ternyata ada di SIBERTENG KABUNG. 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang berdasarkan kisah nyata bisa dituliskan ulang dengan cara unik dan menarik... Seperti pepatah sambil menyelam minum air... Sambil bernostalgia sekaligus menghadiahkan tulisan untuk mengenang kisah cinta yang indah... Tanggal 25 nanti tepat setahun ya? Selamat!

10 Aug
Balas

Iya mbak Desi. Hehehe. Makasih sudah singgah di kolom komentar. Salam kenal mbak

10 Aug

Asyik cerotanya Bunda. Tapi sebaiknya dijadikan dua atsu tiga episode mungkin yah. Sukses selalu dan barakallahu fiik

10 Aug
Balas

Iya bun. Mkasih sarannya

11 Aug
Balas

Maa syaa allah... Mantab tehh

13 Aug
Balas

Zahira sdah punya akun juga

13 Aug



search

New Post