Sri Sugiastuti

Mendidik dengan hati, berdakwah lewat tulisan, membaca dengan kaca mata 5 dimensi,selalu ingin berbagi dan menjaga silahturahmi. Tulisan adalah warisan yang ber...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ngebolang Rasa Nano-nano

Ngebolang Rasa Nano-nano

Libur telah tiba.Akhir tahun segera kabur.Ada kesempatan untuk ngebolang. Yuk Cuzz.

Hari ke -4 di Jakarta ada jadwal kosong. Terus cuma duduk di depan lepi gitku?. Engga banget.

Toeng toeng, ada WA masuk.

" Bunda dimana? ,Ayuk nyusul Niia mau ke Cinagara, ke rumah Teh Lies Tjandra yang pernah Nia tulis di Gurusiana."

"Jauh ngga?"

" Engga , deket koq dari Bogor,"

" Yo wes, Bunda mandi dulu ya. Tolong dipandu biar sampai di tujuan."

" Siap Bunda"

Singkat cerita, saya sudah duduk manis di commuter line jurusan Bogor. Ternyata Biucan Edit yang baru selesai nyuci, mau gabung. Alhamdulillah.

Hayuk.Kita ketemu dimana?

"Kantor pos Ciawi ya!"

"Sip lah"

Sepanjang perjalanan Bu Nia pantau terus. Perut pun terasa lapar. Otak sudah kasih aba-aba untuk kuliner Soto mie Bogor.Tapi takut Bidan Edit nunggu terlalu lama, niat itu diurungkan. Sebagai gantinya ada gemblong,lontong dan tahu Sumedang sejarah 5000 rupiah berpindah ke perut bersama beberapa tekuk air mineral.

Yes, aplikasi grab langsung kuhidupkan dan konek dengan grab ovo di harga 14 ribu.

""Waduh pasti jauh ini"

Abang grab kenapa pakai kebablasan ya!"

Ketika turun dari grab bican Edit sudah ada di dalam kantor pos, Langsung cipika-cipiki. Dan lanjut kontak Bu Nia supaya dipandu. Sialnya grab tidak bisa mendeteksi lokasi.

"Kita naik angkot yuk Bun!"

"Ayuk.kita turun dimana?

"Cinagara.pangkalan ojek Cisempur nanti Nia tunggu disana'

Turun dari angkot kami langsung sambung ojeg offline. Jasa 5000 rupiah.perorang.Turun dari ojeg Bu Nia sudah menyambut.

Ternyata masih ada turun dan turun, ekstra hati-hati. Sampai menuruni anak tangga, dan sesekali jalan bukan berupa santai.Tapi murni takut ke plesetan. Suara air memecah batu sungai mulai terdengar, membuat hati adem dan damai.

Rasa capek saya bilang seketika melihat rumah semi villa yang rindang,ada kolam ikan, sungai kecil, yang terdengar gemericik air memecah batu. Udara sejuk langsung menyusup di tubuh kami. Ini sebuah villa yang ditempati sepasang suami istri dan ibunya yang sudah berusia 78.

Perempuan 78 tahun itu bernama Lies Tjandra seorang novelis di era kejayaan majalah wanita seperti Femina,Kartini, Dewi dan sebagainya. Cerpen dan artikel beliau yang berbahasa Sunda menghiasi Maslah berbahasa Sunda.

Ketika saya tanya kapan beliau mulai menulis? Sejak usia nya 10 tahun, Ayahnya seorang sastrawan Sunda mengalir darah menulis pada dirinya. Tulisannya bertema kucing saat usianya 10 tahun dimuat di majalah Kuncung.Majalah anak--anak di tahun 70 an. Sampai sekarang ia masih tetap eksis.

Pertemuan saya dan Teteh Lies memang tidak disengaja dan tanpa rencana. Herannya saya langsung kepincut ketika Bu Nia menawarkan saya untuk nyusul ke Cinagara dan bergabung dengan temannya. Nyonya rumah yang kami kunjungi sangat terbuka dan ramah sekali, walau saya baru pertama kali berjumpa tapi kami layaknya teman lama yang sedang kangen-kangenan.

Di rumah asri itu jam sudah menunjukkan jam makan siang. Saya lihat di meja makan sudah penuh aneka menu khas Sunda tersedia,ada semur jengkol dan tahu, oncom dan pencak,pare rebus,kredok,suwiran ikan bumbu cabe ijo,daun popohan,krupuk merah dan sambal mentah.Semua menyelera.Sungguh nikmat Allah manakah yang kamu dustakan.

Selesai makan tiba waktunya ngebolang. Kami menikmati udara sejuk menggeliling bagian depan rumah yang cukup luas. Kebun,bangunan dan sawah itu sekitar 3 hektar.Teteh Lies pindah ke Cinagara 9 tahun yang lalu.Ia yang ditemani,anak,menantu dan seorang cucu merasa betah tinggal disana. Kabarnya rumah atau villa itu jadi Temat wisata,,atau liburan untuk kerabat kadang juga ada yang menyewa.

Teteh Lies hijrah ke Cinagara karena kelima anaknya tidak ada yang tinggal di Bandung. Dan merasa Bandung sudah kurang nyaman. Jadi beliau memilih tinggal di desa, jauh dari keramaian. Dari rumah itulah banyak karya sastranya tercipta, khususnya sastra Sunda yang dikuasai, karena ayahnya memang sastrawan Sunda. Dan Alharhum suaminya pun seorang penggerak literasi pada zamannya.

Pertemuan saya yang pertama ini, sudah sangat berkesan. Auranya sebagai penulis menjadi magnit tersendiri buat saya. Setidaknya saya semakin bersemangat.Teteh Lies Tjandra yang diusia hampir 80 tahun masih terlihat sehat,ceria dan inner beautynya terlihat dan memancar pada setiap orang yang diajaknya bicara.

Akhirnya saya pun harus undur diri sambil membayangkan perjalanan pulang yang cukup panjang, berganti angkot,grab, commuter line dan juga suasana Cinagara,Ciawi,Bogor,Depok lanjut Pasar Minggu baru stasiun dimana saya turun dan dijemput ananda menuju rumah.

Puas juga ngebolang hari ini, kekuatan silahturahmi selalu ada di hati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Senang ya,Bunda... Semoga persahabatan dan silaturahmi kita tetap terjalin.

29 Dec
Balas

Aamiin YRA.Terima kasih untuk kebersamaannya

02 Jan

Renyah, cerita ngebolngnya. Barakallah Ibu Sri

26 Feb
Balas



search

New Post