JANGAN BERBAJU MERAH DI HARI SABTU (Pentigraf Horor)

Hari ini Sabtu yang mendung, sudah pukul 11 siang, biasanya sejengkal lagi matahari tiba di ubun ubun, tapi hari ini tidak. Sepertinya ingin memberi kesempatan pada gank kami bertamasya di Air Terjun Hantu, sebuah tempat tamasya yang belum banyak dikunjungi orang. Letaknya di tengah hutan lindung yang lebat, dan gunung karst menjadi dinding kokoh air terjun ini, dikatakan air terjun hantu, karena konon dahulu kala, di air terjun itu sering sekali terlihat kelebatan orang yang terbang. Tapi itu dulu dan hanya menjadi mitos saja. Hanya orang orang tua yang percaya, padahal bisa saja itu hanya pamali untuk menakut nakuti anak anak kecil saat itu bermain di air terjun itu karena hantaman air yang deras dan sungai yang dialiri deras dan dalam, memang ada beberapa bebatuan mirip kuburan dekat air terjun itu, batu berundak undak seperti kuburan, padahal itu hanya kebetulan saja mirip kuburan .

Kami berlima memasuki wilayah air terjun hantu, tak ada siapa siapa selain kami berlima, Saya, Ipha, Leni, Indah dan Narmi. Kami bergembira melihat air terjun alami bertatakan bebatuan karst, pohon yang subur berlumut karena tak henti lembab, dinginnya menusuk sampai ke tulang, terasa amat segar, udara kami hirup segar sekali, kami langsung saja mengambil gambar lewat kamera telepon genggam, kamera Ipha terbaik, kami semakin terlihat cantik dan gaya dengan jeans yang sama biru basah dan kemeja merah menyala yang bertuliskan nama kami yang merupakan kostum jagoan gank kami. Ratusan foto kami kutip dengan ratusan gaya pula. Dan Ipa membuka hasil jepretan ponsel cerdasnya. Tapi betapa terkejutnya kami, di dalam Foto itu bukan hanya kami berlima tapi di belakang kami ada lima orang pula dengan kostum hitam dan rambut terhambur lurus, wajahnya tertutup rambut itu, sedikit sinar merah menyatakan itu mata.

Kami berlima serentak sontak, melihat sekeliling kami tak ada siapa siapa, sebentar kemudian kilatan dari langit memecah sunyi, menambah ketakutan kami, kami berpegangan tangan dan mengumpulkan keberanian, walau sebenarnya kami sudah mengencingi diri sendiri. Jantung kami sudah tak beraturan lagi memompa darah dari aorta, telinga sudah bengkak, bibir sudah seperti kapas tak dialiri darah, Suara memantul seperti orang tertawa bergema, kami tak tahan lagi, kami berlarian sungguh dalam ketakutan. sebuah papan bicara terbaca jelas di depan kami, “Jangan Berbaju Merah di Hari Sabtu, Air Terjun ini Tak Menginginkannya” Kami bertatapan mata , Saling menatap baju merah kami, lalu teriak lagi. Dan kami memutuskan untuk segera pulang, berlari sehebat hebatnya meninggalkan tempat itu.

Ima Fatimah

#TGM_60H#

#Mari Berkarya#

#H_38#