Tantangan Menulis hari ke-409

LUKA EMOSIONAL

Penderitaan yang sesungguhnya adalah sakit mental. Kebaikan adalah sebuah pilihan. Kadang kita salah paham terhadap orang yang peduli terhadap kita. Kita cenderung berbuat seenaknya terhadap orang terdekat. Kita lupa menjaga dan merawat ikatan emosi. Kita terbiasa mengabaikan perhatian kecil yang diberikan. Kita baru menyadarinya saat kita kehilangan mereka. Kita terlalu pongah dan menganggap rendah semua bentuk atensi. Perbedaan pikiran diantara kita menciptakan jurang komunikasi. Kita terjebak dalam ketimpangan relasi. Kita selalu berpikir semua akan baik-baik saja. Sebagai manusia dewasa kita menjadi semakin egois. Kita selalu merasa paling benar sendiri. Ego kita menjadi yang paling utama.

Logika kita semakin tumpul seiring umur yang beranjak menua. Otak kita karatan perlahan-lahan. Kita menderita dimensia dan pandangan semakin buram. Kita kehilangan perasaan empati dan simpati. Kita terlibat dalam perdebatan setiap saat. Kita berdua sama-sama keras kepala. Kita terbiasa menyiksa diri sendiri dan orang lain. Emosi kita labil seperti anak kecil. Jiwa kita merana karena penuh belenggu penyesalan. Kita menciptakan luka tak kasat mata atas kesalahan di masa lalu. Padahal ada luka emosional yang terus membayang di masa depan. Kita terjerat dalam akar derita. Kita hidup dalam ambang kehancuran emosi. Kita adalah produk zaman analog yang jarang diajak dialog. Kita hanya bisa melakukan monolog belaka. Kita akan dianggap berbuat makar bila berani memberi komentar.