Membedah Puisi Hujan Bulan Juni, 1989 Karya Sapardi Djoko Damono
Hujan Bulan Juni, 1989 Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
#Interpretasi Puisi
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu
Kalimat ini seperti sebuah analogi, hujan bulan Juni adalah seseorang yang tengah dimabuk asmara, namun tak kunjung sampai. Puisi ini menunjukan bahwa tidak ada yang lebih tabah dari seseorang yang tengah jatuh cinta meski harus menahan lara, kala kasihnya tak sampai. Seseorang itu menyembunyikan kesedihannya dengan analogi seperti rintik: hujan menjadi rintik rindu. Sedang ia menyembunyikan itu kepada pohon berbunga, yaitu orang yang dicintainya.
Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu
Bait puisi ini menggambarkan keragu-raguan seseorang untuk menggapai cintanya. Seseorang itu begitu bijak menghapus jejak-jejak: tanda-tanda ia sedang jatuh cinta agar orang lainnya tidak tahu, tidak sukar untuk melihat ia sepertinya sebelumnya, seperti sebelum jatuh cinta. Lebih-lebih kepada seseorang yang ia cintai. Seseorang yang tengah jatuh cinta memilih menghapus jejak, karena ragu-ragu: ragu tidak sampai, ragu tidak diterima cintanya dan ragu tidak diterima rasa rindunya.
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Bait puisi ini menggambarkan sifat arif dari seseorang yang tengah jatuh cinta itu. Membiarkan cinta dan rindunya terbang bebas dihatinya, dikepalanya dan disekujur tubuhnya, sebab tidak mampu diucapkan kepada objeknya. Sampai-sampai ia berharap kalau kerinduannya akan diserap akar pohon bunga, seseorang yang ia cintai tanpa diungkapkan atau diucapkan secara langsung.
#Makna dan Nilai
Puisi ini menggambarkan sosok yang merindukan sesuatu atau seseorang dengan menganalogikannya pada alam. Bahasa dalam puisi ini cukup sederhana, apa-apa yang disebutkan juga seringkali kita temui. Pak Sapardi selaku penyairnya tak pernah melebih-lebihkan bahasa dan tidak terkesan berlebihan, lebih-lebih saat ini bulan Juni. Puisi ini begitu terasa maknanya bagi siapa saja yang membaca.
Sugiati, Penulis Buku dan Kolumnis.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar