Sukaesih

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMBUKA KUNCI PONSEL ANAKKU
merdeka.com

MEMBUKA KUNCI PONSEL ANAKKU

Ponsel anak perempuanku yang sekarang sudah remaja, berdering. Dan deringnya sangat mengganggu karena tidak juga berhenti. Aku mencoba mengambil ponsel tersebut untuk melihat siapa yang menelpon ponsel anakku. Anakku sedang dikamar mandi, jadi Dia tidak bisa mengangkat ponselnya.

Sampai dering itu berhenti aku masih belum bisa membuka ponsel anakku yang dikuncinya dengan pola yang tidak aku ketahui. Ah.. anak Jaman sekarang ponsel saja selalu dikunci.

Ih.. bunda ‘kepo’, nanti bunda tau lagi ‘chattan’ aku. Jawab anak perempuanku saat aku memberikan sambil menanyakan pola kunci ponselnya. Sesaat aku tertegun mendengar jawaban anakku. Ada perasaan yang terusik sebagai seorang Ibu. Sebegitu takutnyakah anakku ? atau memang aku tidak layak dipercaya sebagai seorang Ibu ?. Dalam diam aku berlalu.

Sepanjang siang itu, hatiku terus terusik dengan jawaban anakku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah aku memang Ibu yang tidak layak dipercaya, bahkan oleh anakku sendiri? ataukah selama ini sikapku membuat anakku takut ?. Aku mencoba introspeksi diri.

Sore harinya, aku masuk ke dalam kamar anakku saat ku lihat Ia sedang santai membaca buku di kamarnya. Aku menghampirinya sambil mengelus rambutnya. “Baca buku apa, Ka?” tanyaku. Ia menoleh sambil menjawab “Buku novel, Bun”. “Wah asyik dong, pasti seru ceritanya!”. Hanya anggukan kepala dan senyum simpulnya yang aku terima.

Aku memegang pundaknya sambil bertanya “Ka, Bunda boleh ngomong sesuatu nggak?”.

“Mmm.. boleh, ada apa Bun?” Ia menegakkan badannya dan duduk disampingku.

Aku duduk dihadapanya. Aku tatap ia dengan penuh cinta, Ia balas menatapku dengan penuh tanya. Perlahan aku bicara padanya.

“Ka, Bunda sayang Kakak. Bunda juga bahagia punya anak seperti Kakak”

Aku rengkuh dan aku peluk anakku. Ragu, ia juga balas memelukku. Matanya masih penuh tanya.

“Maafin Bunda bila belum bisa menjadi Ibu yang baik buat Kakak. Tapi percayalah, Bunda selalu sayang dan cinta. Bunda ingin jadi teman dan sabahat terbaik Kakak. Bunda ingin kita bisa bergandengan tangan dan saling curhat. Kakak tidak perlu takut dan malu”. Aku meyakinkan anakku.

“Dulu juga Bunda pernah remaja. Bunda mengerti tentang permasalahan anak remaja. Gini-gini Bunda guru BK lho, Jadi Bunda tahu masalah anak remaja”. Ujar ku dengan sedikit gaya. Anakku tersenyum melihat gayaku yang sok keremajaan.

“Ka, Kamu itu anak perempuan bunda satu-satunya, Bunda melahirkanmu dengan penuh perjuangan. Bunda merawat Kakak sepenuh cinta. Jadi kalau sampai terjadi apa-apa dengan Kakak, Bundalah orang pertama yang paling sangat terpukul dan sedih”. Ku katakan ini sambil memegang bahunya. Suaraku bergetar, menahan air mata. Perlahan ku peluk lagi anakku, Ia menatapku dan balas memelukku erat.

“Bunda ingin Kakak bisa percaya ke Bunda, Bukan Bunda ‘Kepo’ bila Bunda bertanya tentang kegiatan Kakak, teman-teman Kakak, perasaan atau chattan Kakak dengan siapa. Tapi semua itu karena Bunda ingin memastikan Kakak baik-baik aja. Bunda ingin apapun yang Kakak alami Bundalah orang pertama yang Kakak ajak bicara, bukan hanya sebagai seorang Ibu, tetapi juga sebagai Kakak atau sahabat. Kakak ngertikan?,” tanyaku pada anakku. Ia menjawab dengan menganggukan kepalanya.

“Ka... Bunda selama ini selalu percaya pada Kakak, begitu juga Bunda ingin Kakak percaya pada Bunda. Ini ponsel Bunda, aku mengangsurkan ponselku pada anakku. Kakak boleh lihat apapun aktivitas Bunda, chattan Bunda atau buka-buka medsos Bunda juga boleh. Tidak ada yang perlu Bunda rahasiakan dari Ayah ataupun Kakak. Kakak boleh buka kapanpun, karena ponsel Bunda tidak pernah Bunda kunci. Ia hanya terdiam menatapku.

Sebelum meninggalkan kamar, aku peluk gadis remajaku, aku kecup keningnya sepenuh cinta, dan dengan jahil aku acak-aca rambutnya sampai Dia teriak-teriak. Sambil tertawa aku berlalu dari kamarnya.

Ia menghampiriku saat Aku sedang membaca buku di kamarku. Dengan perasaan yang kikuk dan malu-malu ia mengangsurkan ponselnya padaku. Dengan suara yang agak sedikit tertahan ia mengatakan sesuatu “Bunda ini ponselku. Bunda juga boleh buka dan liat-liat medsosku. Kuncinya udah aku hapus. Sekarang kita temanan ya “. Aku mengiyakan sambil memeluknya erat. Dalam hati Aku berdoa, Terimakasih Ya Allah atas aruniaMu. Peliharalah Kami selalu dalam cintaMu.

Penulis adalah Peserta Sagusabu JKT2 (7-8 Oktober 2017)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereen bun....pendekatan yang lembut dan kasih sayang.....

09 Oct
Balas

Semua orangtua harus "kepo" tentang anak. Karna anak adalah amanah dunia akhirat. Mantap ibu... tulisannya keren...

09 Oct
Balas

Terimakasih bu, saya setuju.. he..he.. baru mulai belajar menulis, bu.

09 Oct

Bagus bun, pendekatan ke anaknya

15 Oct
Balas

Bagus banget Bun ceritanya.....Ibu yang sangat bijaksana

09 Oct
Balas

Terimakasih bu... sedang belajar jadi ibu yang baik. semoga kita bisa jadi ibu yang bijak buat anak-anak kita ya bu.

10 Oct

Terimakasih bu... sedang belajar jadi ibu yang baik. semoga kita bisa jadi ibu yang bijak buat anak-anak kita ya bu.

10 Oct

Amin ibu, masih terus belajar jadi ibu yang bijak.

10 Oct
Balas



search

New Post