Sulikin, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Anadai Aku Jadi Siswa

Andai Aku Jadi Siswa

Oleh : Sulikin, M.Pd

“Assalamu’alaikum”, sapa anakku sepulang sekolah. Seperti hari biasa anakku baru pulang ketika maghrib menjelang atau setelahnya.. “Walaikumsalam, dari mana Dik, kok baru pulang” jawabku balik bertanya.

“Iya Yah, tadi les dulu”, jawab anakku sambil membuka kerudung dan meletakkan tasnya disembarang tempat. Hampir setiap hari anakku yang sekolah di SMA pulangnya selalu menjelang maghrib atau bahkan setelah maghrib. Ada saja aktifitasnya setelah pulang sekolah pukul 15.30 sore. Terkadang ada tutor sebaya, rapat OSIS, ekstrakurikuler, ngerjain tugas dari gurunya atau aktifitas lainnya yang semua minta diselesaikan secepatnya.

Saya hanya bisa membayangkan, betapa padatnya aktifitas anakku setiap harinya. Sebagai seorang guru sekaligus sebagai seorang Ayah, rasanya tidak tega melihat aktifitasnya begitu padat. Hampir 10 jam sehari dia berada di sekolah untuk belajar. Dan setidaknya ada 15 mata pelajaran harus dia ikuti dalam satu minggu atau tepatnya dalam 5 hari sekolah. Sungguh bukan pekerjaan yang ringan bagi seorang anak yang seharusnya masih membutuhkan waktu untuk bermain-main bersama teman-temannya.

Rasanya dulu ketika saya seusia dia, tidaklah banyak beban belajar yang harus diselesaikan. Pulang sekolah pukul 1 siang, setelah itu bermain-main atau istirahat siang. Mata pelajaranpun tidak sebanyak seperti sekarang, tidak ada KKM yang dijadikan target yang harus dicapai, jarang sekali ada tugas yang kejar tayang, semua bisa dilakukan dengan normal. Tetapi sekarang hampir semua guru memberikan tugas dengan dalih untuk kelengkapan penilaian. Semua guru harus membuat soal-soal HOTS, dan kalau soalnya tidak HOTS maka guru tersebut dianggap kurang kompeten. Setiap mata pelajaran harus mencantumkan KKM sebagai sebuah kewajiban yang harus dicapai oleh siswa. Bisa dibayangkan, betapa beratnya beban siswa untuk memenuhi semua itu.

Pernahkah terpikirkan oleh kita sebagai guru, kalau kita sebenarnya terlalu egois, dan merasa paling pandai, merasa tugas yang kita berikan adalah tugas paling penting dan pasti akan diselesaikan oleh siswa dengan mudah. Tetapi di sisi lain pernahkah kita menyadari bahwa siswa yang kita ajar sudah menanggung beban yang cukup berat, karena diharuskan mengikuti 15 mata pelajaran atau bahkan lebih. Kalau semua guru memberikan soal HOTS, andai semua memberikan tugas kepada siswanya, bisa dibayangkan betapa berat beban yang harus mereka tanggung. Dan kita masih terus menuntut mereka agar memperoleh nilai di atas KKM.

Sejatinya keberhasilan sebuah pembelajaran tidak boleh hanya diukur dengan kemampuan kognitif berupa angka-angka saja, tetapi yang jauh lebih penting adalah terjadinya perubahan sikap, perilaku anak menjadi lebih baik yang akhirnya membentuk karakter pada diri mereka. Dan ketika seorang anak sudah memenuhi semua kewajiban yang dibebankan padanya, menunjukkan sikap yang baik, maka sejatinya dia sudah layak mencapai nilai di atas KKM.

Pekalongan, 23 Oktober 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masa nya beda Cara mnghadapi juga mungkin harus berbeda pk... Kalau jaman dulu diajarkan naik kuda dan berenang. Krn mmg adanya kuda dan sungai. Skg diajarkn naik pajero dan renang di lautan hiruk pikuk IT. Hehehe...

24 Oct
Balas

Memang, kalau kita renungkan siswa sekarang lebih berat dari dulu. Selanjutnya, pertanyaan apakah harus seberat itukah beban siswa sekarang?

23 Oct
Balas



search

New Post