Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bertambah Kasus (9)

Bertambah Kasus (9)

Terkadang hidup tampak tidak sebagai yang diinginkan. Tapi itulah yang terbaik.

Setelah melewati Pak Il, dengan penuh semangat beberapa siswa kelas Ilyasar menyerbuku.

"Bu..., sudah ketemu malingnya," kata Lukman sok jagoan. Aku terkejut dengan bahasa yang digunakan.

"Maling? Ini bukan pasar, Nak. Gunakan bahasamu dengan lebih baik," tegurku pelan. Lukman tampak sedikit grogi mendengar teguranku.

"Maksud Saya, kata maling lebih pantas digunakan di pasar. Masa iya kamu tega mengatakan hal yang sama kepada temanmu? Apa ini bukan kesalahpahaman saja?"

"Eh iya, Bu. Maaf, tidak bermaksud seperti itu. Tetapi memang HP Nina ada dalam tas Ilyasar, setelah tiga hari yang lalu Nina menginformasikan kehilangan HP di kelas!"

"Duduklah kalian semua," perintahku agar tidak terjadi silat lidah. Mereka ada sekitar tujuh anak beserta Nina yang menjadi korban barang hilang.

// Mana Ilyasar? Mengapa tidak hadir bersama teman yang lain?//

"Ilyasar mana?" tanyaku setelah siswa duduk setengah lingkaran di depanku.

"Tadi sudah diajak ke sini, Bu. Tapi tidak mau. Katanya mau ke sini sendirian!" Aku mengangguk.

"Baiklah, sebelum kita mulai saya ingin meluruskan sedikit bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Artinya, bahasa menunjukkah kepribadian. Kalian adalah pelajar, maka posisikan sebagaimana harusnya pelajar yakni dengan bahasa pendidikan. Ingat itu sampai kapanpun," ujarku memulai.

Aku tidak biasa membiarkan siswa salah tanpa dibenarkan. Mereka memang terlihat lebih besar dan tinggi, tetapi secara mental seringkali masih kekanakan.

"Mungkin artinya sama. Tetapi, samakah bahasanya saat kalian berbicara dengan orang tua dan teman? Itu yang harus kalian pahami. Agar memiliki kecerdasan sosial. Kecerdasan dalam berperilaku dan berbuat."

Aku merasa perlu meluruskan sejak awal karena sekolah bukan hanya sekedar urusan nilai dan kenaikan kelas tetapi juga masalah karakter.

"Iya, Bu. Saya paham. Saya minta maaf," jawab Lukman merasa bersalah. Aku senang mendengarnya, kuacungkan jempol sebagai pujian dan suport.

"Sekarang, siapa yang ingin bercerita?" tanyaku, kembali fokus pada kegiatan sebenarnya.

Pembicaraan dimulai dari Nina sebagai korban kehilangan. Selanjutnya mereka saling menambahkan secara serabutan.

Nina bercerita berawal dengan kelas tidak ada gurunya. Mereka mengerjakan tugas yang oleh guru piket. Seperti biasa jika tidak ada guru, siswa berpindah tempat duduk secara acak. Saat itulah Nina pindah ke belakang mengisi baterai gawainya. Setelah mencolokkan gawai, kembali duduk di depan mengerjakan tugas. Cerita berakhir dengan gawai yang tidak ada di tempatnya, raib tanpa ada yang mengetahui.

"Begitu, Bu, ceritanya. Kemudian diketahui HP ada di tas Ilyasar. Berarti Ilyasar kan yang mengambil?" tanya ketua kelas setelah Nina menyelesaikan cerita.

"Berarti, Nina hanya mencolok kabel gawai dan tidak menungguinya, ya?" tanyaku tak menjawab pertanyaan sang ketua kelas.

"Ya, Bu!" jawab Nina singkat.

"Selain Nina yang mencolok gawai, siapa lagi yang melakukan. Atau ada siapa saja di sekitar tempat kejadian?" tanyaku memulai penyelidikan.

"Ilyasar!" jawab muridku hampir bersamaan.

Aku mengerutkan kening melihat sikap serempak mereka, siswaku bahkan tersenyum kecil bersama-sama.

"Itu colokan Ilyas, Bu. Dia setiap saat ada di dekat colokan. Hobinya ngegame, Bu. Ganti mata pelajaran saja sempat ngegame, apalagi saat jamkos," terang salah satunya sambil menahan tawa, yang lain menyetujui. Aku mengangguk-angguk. Beberapa guru sudah memberi laporan Ilyasar jarang memperhatikan pelajaran. Lebih sibuk bermain game.

" Apakah tidak ada kejadian yang mengawali?" tanyaku memancing, siswa tampak merenung dan diam.

"Tidak ada, Bu! Tidak ada keributan antar siswa. Kan ada tugas yang harus diselesaikan?" jelas ketua kelas. Sejenak aku diam. Dari sudut mata aku melihat Nina yang tegang menatapku.

"Benarkah begitu, Nina?" tanyaku hati-hati tanpa menoleh.

"Eh, iya, Bu. Benar!" jawabnya sedikit gugup. Perlahan aku menoleh padanya.Terkadang bahasa tubuh anak-anak lebih berbicara dari pada bibirnya.

"Kau tidak ingin bicara berdua dengan Saya?" tanyaku dengan tersenyum. Mata menatap lurus, kulihat Nina mulai gugup. Suasana menjadi tegang. Semua mata tertuju pada Nina.

"He, onok opo?" bisik teman di dekatnya sembari menyikutkan ujung sikunya. Aku mendiamkan sebentar. Sekejap akhirnya Nina tampak menegakkan badan dan berkata tegar.

"Saat itu ada Ilyasar dan saya sempat memarahinya!" jawabnya. Ekspresinya tak mudah kutebak.

"Ha?" ujar temannya bersama-sama.

"Mengapa. Ada apa?" tanyaku perlahan tak ingin membuatnya merasa bersalah. Teman yang lain seketika hening dan menatap Nina meminta penjelasan.

“Memang ada yang belum aku ceritakan pada teman-teman. Semula kupikir tidak ada kaitaannya, tapi sekarang aku berpikir kebalikannya.” Nina melanjutkan dengan sedikut terbata. Yang lain semakin hening. Penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Nina.

“Saat saya mencolokkan HP, ada Ilyasar di sana. Seperti biasa bermain game dengan HP yang juga dicolokkan. Dia menghalangi saya untuk mencolokkan HP. Saya sudah bilang permisi, tapi tidak dihiraukan. Akhirnya, saya menjadi tidak sabar karena sudah bilang beberapa kali. Saya bentak dia. Terus dia membalas dengan pisuhan. Saya pukul dia, dan mendorongnya minggir." Nina mengakhir cerita dan menunduk. Yang lain saling menoleh dengan gumaman masing-masing.

“Setelah itu?” pancingku.

“HP saya tidak ada di tempatnya. Saya coba bertanya pada Ilyasar, tetapi dia cuek tidak menjawab. Saya maki lagi sebelum berlalu,” suara Nina menurun. Teman yang lain tak ada yang bersuara.

“Hem, selanjutnya?” tanyaku saat Nina masih diam.

“Ada yang menyampaikan HP Saya ada dalam tas Ilyasar,”

“Kenyataannya memang ada di sana, Bu!” selah ketua kelas mencoba membantu Nina yang merasa bersalah. Aku mencoba mengendurkan suasana dengan tersenyum.

“Terimakasih Nina atas kejujuranmu. Apa sudah ditanyakan mengapa gawai itu ada di dalam tas Ilyasar?”

Nina menggeleng lemah, "Belum, Bu. Lagipula malas juga, ngapain?"

"Kesimpulannya, kalian semua melihat bukti fisik tetapi belum mencari tahu kebenarannya. Bagitukah?"

"Tapi seluruh kelas sudah tahu Nina kehilangan HP, Bu!" bela temannya.

"Iya Saya paham, tetapi tetap harus ditanyakan mengapa gawai Nina ada di sana?"

"Terus, Bu?"

"Saya terima laporan kalian. Tetapi, tetap menuggu bagaimana Ilyasar menyampakan pendapatnya."

"Berarti Ilyasar bebas ya, Bu?

"Maksudnya?"

"Di tata tertib tertulis mencuri hukumannya ke luar dari sekolah!"

"Kau yakin Ilyasar yang mencuri? Dia anak dokter dengan ekonomi yang bagus. Jika hanya menemukan di tasnya, itu belum sepenuhnya benar. Harus ditanyakan dulu."

Semua terdiam dengan penjelasanku hingga sang ketua kelas kembali berbicara.

"Kalau anaknya berkelit bagaimana, Bu?

"Jangan lebih dulu berpikir negatif. Jangan khawatir, akan diproses sesuai Tatib yang berlaku," ujarku menyampaikan. Mereka tampak puas meski belum sepenuhnya.

“Sampaikan jika masih ada ganjalan lain,” ujarku memotivasi. Aku menunggu beberapa detik, tetapi tidak ada jawaban.

"Jika tidak ada pertanyaan, kita akhiri kegiatan ini dan kembali ke kelas,"

"Baik, Bu, siap!" mereka menutup pertemuan dan kembali ke kelas. Aku menitipkan surat panggilan untuk Ilyasar menghadapku.

Aku berpikir keras apa yang membuat anak tidak disukai lingkungannya. Apakah benar hanya karena anak itu tukang misuh? Ataukah ada hal lain yang belum aku ketahui dengan jelas.

Tatkala induk burung kembali ke sarangnya, ada makanan yang dibawa untuk anaknya yang masih belum dapat terbang. Kelak saat anaknya dapat terbang, itu sudah sesuai dengan waktunya.

Adakah Ilyasar memiliki waktu yang sesuai dalam kehidupannya?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

25 Nov
Balas

Terimakasih...barokallah...

26 Nov



search

New Post