Sulistiana

Saya Sulistiana guru Bk di SMA N 1 Kebomas Gresik. Salam Kenal ...

Selengkapnya
Navigasi Web

SELAMAT DATANG, ESDA!

SELAMAT DATANG, ESDA!

Namanya adalah Estiana Darlia. Biasa dipanggil Esti. Baru saja menjadi murid SMA di masa Corona.Tapi ada satu wajah yang memanggilnya berbeda.

"Namamu indah, ya?" tanya kakak kelas yang mewawancarainya secara virtual. Pagi itu sedang ada tes anggota Osis.

"Bukan, kak. Namaku Estiana Darlia. Dipanggil Esti. Bukan Indah," jawabnya lugas. Sejenak hening. Tapi kemudian meledak tawa yang mengagetkannya.

"Hahahaha..., kamu lucu euy. Sengaja, ya?"

"Maksudnya?"

"Melucu gitu. Untuk cari sensasi dukungan!"

"Ih, mengapa harus begitu. Lolos alhamdulillah. Gak lolos sekolah bakal rugi. Aku mantan ketua Osis loh...,"

"Oh ya? Bukan sekedar gertak sambal kan? Oke, jabarkan visi-misimu sebagai anggota Osis ke depannya,"

Dengan lancar Esti menjawab tantangan itu.

"Hebat! Keren juga idemu! Oh ya, kalau lolos nama gaulmu Esda saja ya? Biar kaya tokoh politik atau artis yang menyingkat namanya,"

"Memang penting ya nama gaul itu?"

"Penting kalau misal kamu cantik?"

"Apa?" pekik Esti keki. Tapi tak ada jawaban selain kata penutup akhir wawancara.

"Oke, selamat bergabung dengan Osis sekolah kita. Aku menunjukmu langsung, karena aku masih ketua Osis dan memiliki satu kartu untuk memilih secara langsung. Kamu adalah pilihanku. Aku tunggu actionmu di Osis sekolah kita. Selamat datang, Esda!"

Esti terperangah. Dia tidak menyangka yang mewawancarainya adalah ketua Osis. Itulah awal perkenalannya.

Esti langsung menjadi pusat perhatian. Tentu saja juga menjadi bahan pembicaraan secara diam-diam.

"Aku yakin kau memiliki mental yang kuat menghadapi pembicaraan mengapa aku memilihmu secara langsung tanpa persetujuan yang lain."

"Tidak bakal memintaku menggantinya dengan suvenir kan?" goda Esti setelah bertemu secara langsung untuk pertama kalinya.

"Kau suka bercanda juga, ya?"

"Tapi bukan untuk mendapatkan sensasi dukungan loh," balas Esti mengingatkan kalimat yang pernah diterimanya.

"Oke, kita teman. Kenalkan namaku Nuvo. Tapi bukan merek sabun,"

Esti tak sanggup menahan tawanya. Sejenak setelah dia puas tertawa, dia melihat wajah di depannya tengah tersenyum kecut.

"Maaf..., maaf.... Namamu lucu. Apakah nama itu hasil singkatan nama panjang?"

"Bukan. Nama panjangku Novianto,"

"Novi dong harusnya,"

"Ngeledek, ya?"

Setelah itu keduanya tertawa bersama seolah sudah lama saling kenal.

"Mengapa kau tidak memanggilku Esdar. Itu singkatan dari nama panjangku, bukan?"

"Bisa seri dong kita?"

"Maksudnya?"

"Kamu berasa cowok, dan aku berasa cewek,"

Sekali lagi Esti tak sanggup menahan tawanya.

"Kamu lucu!"

"Kamu juga!"

"Sok tahu yaa,"

Begitu jalan cerita perkenalan keduanya. Tidak butuh waktu lama untuk merasa dekat satu sama lain. Keduanya memang suka bercanda, hal yang membuat cepat merasa dekat. Hingga Nuvo harus meninggalkan sekolah untuk pindah ke Yogyakarta karena mengikuti orangtua yang dipindahkan, enam bulan kemudian. Ayah Nuvo memang seorang TNI yang sedang naik jabatan.

"Aku tunggu di sana, ya?" kata Nuvo saat pamit untuk terakhir kali. Saat itu Esti tak mengerti apa maksudnya. Dia hanya berpikir itu adalah bercandaan belaka sebagaimana biasanya. Esti hanya merasa ada yang kurang, saat keesokan harinya berada di sekolah. Tak ada sapaan khas dengan panggilan berbeda.Esti merasa ada yang hilang saat pertama dia tak menemukan Nuvo di sekolah.

"Selamat pagi Esda. Selamat datang,"

Itu adalah sapaan setiap Nuvo menjumpainya di gerbang masuk sekolah. Saat itu Esti merasa biasa saja. Tapi sekarang tak ada yang menyapanya demikian. Dan dia merasa aneh sekali. Janggal!

Perasaan aneh membuatnya melangkah di pintu gerbang sekolah. Esti baru menyadari bahwa selama ini Nuvo sengaja menunggunya di sana. Hampir setiap hari dia menjumpai Nuvo untuk bersama masuk sekolah.

"Bodohnya aku. Selama satu semester dia selalu menungguku, dan aku menganggap itu sebagai kebetulan?" runtuk hatinya. Tetiba gawainya bergetar lembut menyentuh syaraf panggulnya.

"Selamat datang, Esda. Aku tak lagi menunggumu di pintu gerbang. Aku menunggumu di sini. Di UGM!" Demikian bunyi chat dari Nuvo. Tangan Esda bergetar. Tanpa sadar mengembang air matanya. Baru sehari, tapi dia merasa telah sewindu. Rasa kehilangan apakah ini? Esda tak ingin terlambat menyadari untuk yang kedua kali.

"Aku akan segera ke sana. 2 tahun lagi. Kau bisa sabar menungguku?" jawabnya lugas. Esti sudah menyadari arti kehilangan yang telah dirasakan. Dia sudah mendapat kesempatan kedua untuk menyadari arti sapaan Nuvo di setiap pagi. Itu sudah lebih dari cukup. Dia menerima isyarat itu dan menyambutnya, karena demikian yang dirasanya.

"Yes!" demikian jawaban selanjutnya disertai emoticon mata berlambang waru merah. Semangat Esti melompat hingga ke luar. Wajahnya berseri. Di benaknya tergambar Nuvo menunggunya di pintu gerbang fakultas psikologi dengan sapaan khasnya:

"Selamat datang, Esda....,"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post