Sumiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Catatan Bunga (tamat)

Catatan Bunga (tamat)

Tantangan Hari ke-83# Tantangan Gurusiana

Catatan Bunga ( Tamat)

“Tidak, ini tidak mungkin terjadi!” ceracau seorang nyonya yang baru saja melangkahkan kakinya keluar dari sebuah toko bunga. Sang pemilik toko hendak mengejarnya, namun sang nyonya telah berada di balik gerbang rumahnya dan mengunci benda itu serapat mungkin. Kemudian berlalu di balik pintu.

“Tok, tok, tok!” ketukan itu terdengar memburu.

“Seruni, ini ibu. Ibu ingin membicarakan sesuatu padamu.” Namun pintu di depannya tetap bergeming. Ibu Seruni terlonjak kaget ketika ponsel di sakunya bergetar. Seruni mengirimkan pesan singkat.

Bicara saja, Bu. Aku mendengarkan.

“Baiklah,” ujar sang ibu sambil mengambil nafas dalam-dalam, tak tahu harus mulai dari mana. “Seruni, kamu tahu bunga mawar kuning yang tempo hari ibu taruh di depan pintu kamarmu?” beliau berhenti sejenak walau tahu tak akan mendapat jawaban. “Selain bunga itu ibu harap kamu tidak menerima bunga lainnya. Kamu tidak boleh menerima apapun dari siapapun, terlebih bunga dari seseorang yang tinggal di seberang rumah kita!”

Di dalam, Seruni menghentikan aktivitasnya ketika mendengar perintah tegas dari ibu terlebih ketika mendengar kiriman bunga yang beliau sebut-sebut. Ia memandang kamarnya berkeliling, menatap bunga-bunga yang ia gantung.

‘Benarkah pengirim bunga itu orang yang jahat? Mungkin saja. Bahkan ibu sampai melarangku untuk menerimanya.’ Batin Seruni.

“Ingat Seruni! Ibu memperingatkanmu dengan tegas,” ujar Ibu mengakhiri kalimat panjangnya, lalu melenggang pergi.

***

Tiga hari kiriman bunga tak kunjung datang. Sepertinya ibu Seruni benar-benar telah memberi peringatan kepada si pengirim untuk tidak mengganggu putrinya lagi. Seruni hanya bisa diam tanpa banyak bertanya sebab musabab ibunya melarang dia dan si pengirim untuk saling berkomunikasi. Pastinya ada alasan yang begitu kuat bagi ibunya untuk melakukan semua ini.

“Tuk, tuk, tuk....” ketukan di jendela menarik Seruni dari kesibukannya mengedit cerita. Hujan turun lebat di luar sana, siapa yang nekat menyambangi jendelanya. Namun ia tak langsung bangkit. Ada keraguan di sudut hatinya untuk melangkah. Ketukan jendela itu tak lagi terdengar, hanya kecipak tetesan air yang begitu berisik menyapa telinga.

‘Mungkin hanya perasaanku saja.’ Seruni mencoba menenangkan hati yang berdebar hebat ketika membayangkan seseorang baru saja datang mengetuk jendelanya di tengah rintik hujan yang tiap tetesnya begitu menusuk kulit. Namun rasa penasaran terus mengusik Seruni yang akhirnya bangkit memastikan bahwa nalarnya berkata benar.

Perlahan ia menyibakkan tirai hijau itu. Tidak ada apapun.

“Fiuuuh....” Seruni menghela nafas lega, lalu tersenyum tipis menertawakan fikirannya yang terlalu berlebihan. Namun sedetik kemudian bulu kuduknya meremang, sebuah benda di bawah jendela tertangkap ujung matanya.

Seruni mulai menimbang. Apakah harus mengambil buket bunga itu atau menuruti perintah ibunya untuk berhenti menerima kiriman apapun dari siapapun? Diliriknya sekali lagi benda itu. Bunga kecil berwarna ungu itu bagai melambai padanya, meminta untuk segera mengangkatnya dari tanah yang mulai tergenang air. Namun kata-kata ibu masih terngiang jelas di telinganya. Ibu atau kata hatinya?

‘Maafkan aku ibu, kali ini saja.’ Dengan cepat ia mencari sesuatu untuk mengangkat bunga itu. Tapi tak satupun benda yang bisa digunakannya. Kemudian ia melirik jam di atas meja. Pukul 14.05, ibu belum akan pulang.

Seruni berjinjit perlahan menuju pintu kamarnya. Ia merasa harus lebih berhati-hati lain kali dengan rasa penasarannya, karena sekarang ia merasakan dampaknya. Ia melawan segala ketakutannya selama ini. Perlahan ia membuka pintu kayu itu, lalu melongokkan kepalanya memastikan tidak ada siapapun atau apapun di ruang tengah. Sedetik kemudian ia berlari keluar dari kamarnya. Jika ibu sekarang berada di rumah, tidak bisa terbayangkan betapa terkejutnya beliau. Seruni berhenti sejenak menatap keluar jendela ruang tamu. Tak ada siapapun di luar, keadaan yang di rasa cukup aman untuk keluar menemui bunga cantik itu. Dengan segera ia menyambar payung di dekat rak sepatu.

Tak lagi ada rasa takut, tak ada lagi rasa trauma, tak ada lagi rasa sedih yang membayang, tak ada lagi rasa ragu. Yang ada hanya rasa itu, rasa yang entah apa namanya, Seruni tak mengerti. Bagai Neil Armstrong yang membuka pintu roketnya dengan perasaan berdebar-debar, lalu menjejakkan kakinya di bulan pertama kali. Semua ini bagai slow motion. Bagaimana Seruni memutar gagang pintu utama rumahnya dan menjejakkan kakinya keluar rumah untuk pertama kali setelah tiga tahun, semua berjalan dengan begitu lambat. Bagaimana Seruni merasakan udara dingin yang menusuk kulitnya secara langsung.

Seruni berlari menuju jendela kamarnya. Bunga itu kini ada di tangannya. Bunga ungu cantik yang belum pernah Seruni lihat yang kini telah basah oleh air. Perlahan ia buka note yang terselip rapih di sana.

“Sweet Pea- Terimakasih untuk waktu yang menyenangkan ini. S Writer, mungkin ini saatnya untuk mengucapkan perpisahan, aku tahu kamu terganggu oleh bunga-bungaku selama ini, maafkan aku! Sampai bertemu lagi S Writer! –A.”

Satu detik, dua detik. Ia mengerjap-ngerjapkan mata tak mengerti dan kembali membaca kertas itu dengan lebih hati-hati. Ia mengangkat kepalanya tak percaya.

‘Apa yang ibu katakan sehingga si pengirim tak lagi bisa mengirimkanku bunga?’ batin Seruni.

Seruni menoleh ke belakang, sedari tadi ia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Benar saja, ia mendapati sesosok bayangan yang tengah mengintipnya dari balik gerbang, namun segera menghilang begitu Seruni melihatnya. Tubuh Seruni mematung, membeku bersama dinginnya udara sekitar.

‘Apakah dia si pengirim bunga?’ tanya Seruni pada hatinya.

Hatinya tak menjawab, namun mendorongnya untuk mengejar sosok tinggi itu. Perlahan kakinya melangkah. Ragu. Bukankah itu yang seharusnya Seruni rasakan sekarang? Bukankah ibu telah memperingatinya mengenai si pengirim bunga? Namun hatinya menolak untuk mundur. Entah bagaimana hatinya telah mengambil alih seluruh organ tubuhnya. Tak hanya berjalan, kini Seruni merasakan kakinya telah berlari menuju gerbang.

Angin dingin menerjangnya, Seruni mengeratkan pegangan payung. Dengan segera ia membuka kunci gerbang dan mendorongnya agar memberi celah untuk keluar. Ia melihat sosok itu. Berdiri membelakanginya 10 meter dari tempat Seruni yang kini bergeming.

Belum sempat Seruni berkata apapun, tiba-tiba matanya menangkap sesuatu di dekat kakinya. Sebuket bunga berwarna merah jambu. Seruni membungkuk untuk mengambilnya. Menatap benda itu sejenak. Lalu kembali beralih menatap seseorang di depannya yang mulai berjalan menjauh.

“Tunggu!” akhirnya kata itu terucap dari bibir cherry Seruni. Sosok tinggi yang nampak familyar itu berhenti. Tak ada yang berbicara, hanya rebah hujan yang mengisi keheningan mereka. Sampai akhirnya sosok itu berbalik. Senyuman tipis terpatri di wajah tuanya yang terlihat lelah. Sedetik kemudian bayangan pria paruh baya itu luntur bersama rintik hujan yang kian deras.

Seruni mematung. Payung yang digenggamnya erat sedari tadi, merenggang dan jatuh menjauh tertiup angin. Hujan masih turun, lebih lebat dari sebelumnya. Kehadiran sosok itu masih terasa walau telah menghilang bersama pandangan yang mulai mengabur. Momok yang selama ini ia takutkan muncul dihadapannya membuat kedua tungkainya bergetar hebat, kemudian ia jatuh terududuk lunglai di air yang menggenang. Pundaknya yang kini telah basah bergetar pelan.

“Ayah....” ujarnya lirih.

“Carnation Pink- I Miss You. Maaf telah membuatmu takut. Aku mendengar bahwa tiga tahun terakhir keadaanmu memburuk. Demgan rasa bersalah aku kembali mendekatimu, sampai suatu hari ibumu mengetahui keberadaanku dan mengatakan bahwa sebab semua ini adalah aku. Maaf telah menjadi sosok yang begitu menakutkan untukmu. Jujur ayah begitu merindukanmu. Kuharap tanpa kehadiran ayah lagi, kamu bisa menemukan happy ending-mu bersama ibu. To: Seruni Anastasya From: Ayah.”

****

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerite yg keren.abis, mantap bu

21 Apr
Balas

Ternyata pengagum misterius adalah ayah. Mantap.

19 Apr
Balas

Makasih

20 Apr

Wow bagus. Misteri terkuak.

19 Apr
Balas

he, he, terimakasih

20 Apr

Mantap Bu.

25 Apr
Balas

Mantul buk

19 Apr
Balas

Terimakasih

20 Apr



search

New Post