Sumintarsih

Mengajar di SMP Al Irsyad Purwokerto...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bernostalgia Naik Becak

Mudik lebaran tahun ini, ada pengalaman seru yang aku jalani bersama anak semata wayangku. Tepatnya perjalanan balik ke Purwokerto.

Setelah 9 malam 10 hari berkumpul dengan keluarga besarku di Kulon Progo, DIY, saatnya balik dan berpacu lagi dengan kehidupan di Purwokerto.

Sebenarnrya kami bertiga, dengan suami, berangkat dengan mobil. Namun, karena ada tugas penting menjadi pengawas dalam Pilkada, terpaksa suami mendahului. Jadilah aku dan putriku pulang berdua saja dengan kereta petang.

Sesampai di Stasiun Purwokerto, menjelang 21.00, kami pun harus bersabar hati karena terpaksa pula suami gagal menjemput. Maklum, H - 6 coblosan, sedang sibuk-sibuknya persiapan banyak hal.

Dua puluh menit sebelum meninggalkan kereta, anakku menghubungi grab. Jawabnya tidak bisa masuk area stasiun, padahal bawaan kami banyak. Bukan oleh-oleh, hanyalah baju-baju selama mudik. Maklumlah..., perempuan berhijab. Harus banyak dan berlapis-lapis yang ditempelkan ke tubuhnya. _Ga_ usah dibayangkan ya..., berapa lapis? Yang jelas, kalau ciput, _daleman_ kerudung, itu ada yang namanya "antem" (anti tembem), kata saya untuk pakaian perempuan berhijab itu "amang" anti masuk angin karena berlapis-lapis dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tebal dan hangat. Buktinya, Alhamdulillah saya jarang sakit. He..he....

Eh, kembali ke cerita di stasiun ya....

Batal pakai jasa grab, lirik kanan dan kiri taksi sudah habis. Ada mobil carteran, tapi ditawarkan enam puluh ribu. Wuih..., mahal nian!

Kami sempat jalan beberapa meter kemudian ada tukang becak mendekat dan langsung menawarkan jasanya. "Becak aja Mbak, tiga puluh ribu _tekan_ Karanglowas, murah. Taksi wis habis." Wah, kok dia tahu tujuan kita ya, pikirku. karena belum ada solusi lain, okelah.... Hitung-hitung bernostalgia, lama _ga_ naik becak.

Di atas becak, kami pun ngobrol. Ikut membayangkan sepinya penumpang becak sejak ada jasa transportasi on line. Gojek, grab, dll., di samping orang lebih memilih berkendaraan pribadi. Sampai kami tidak sanggup mengingat lagi, terakhir naik becak, saking lamanya.

Benar adanya, sepanjang jalan pulang yang kurang lebih 1 km, hanya satu becak di jalan, yang kami tumpangi. Dengan atap becak dibuka, ingat ala turis naik becak di Malioboro, angin malam dan hiruk pikuknya jalan raya kami nikmati berdua sambil kedua tangan memegangi koper dan tas. Ditambah sempitnya jok becak, padahal anakku langsing, he...he..., ibunya yang langsung, kami hanya bisa cekikikan sambil ngobrol dengan Pak becak. "Lebar becak wetan (timur: Jogja/ Jateng timur), ya Pak?" Dan, diiyakan. Memang lebih luas dan tinggi becak-becak Jogja.

Seperti biasa, ada rasa yang tidak bisa hilang. Setiap naik becak, pasti muncul rasa kasihan melihat _ngoyonya_ Pak Becak mengayuh. Badannya meliuk ke kanan dan kiri. Belum lagi jalanan _nanjak,_ dia turun dan mendorong becaknya. Ditambah isi obrolan bahwa anaknya banyak. Ujung-ujungnya tidak pernah tega membayar sesuai kesepakatan. Namun, ada rasa yang tidak bisa hilang juga. Bersyukur bisa menambah dikit ongkos dan tentunya, berbagi rezeki kepada pemilik jasa yang makin ditinggalkan. Para ojek manual bisa beralih ke ojek _on line_ atau gojek. Pak becak pindah ke mana? Kecuali yang berani banting stir pindah profesi lain.

===

Seiring perkembangan ilmu dan teknologi, manusia akan cenderung memakai dan menciptakan hal-hal yang praktis dan ekononis. Segala alat pemenuhan kebutuhan manusia diupayakan serbapraktis dan canggih. Hebatnya Allah memberikan otak manusia untuk selalu berkembang.

Pada tahun 2017 marak diberitakan para tukang becak dan ojek motor protes kepada pemerimtah agar ojek _on line_ dibapus. Hal ini sudah tidak relefan dan sia-sia.

Karena itulah, kita pun patut mempersiapkan generasi penerus akan dibutuhkannya orang-orang yang kreatif agar bisa _survive._ Termasuk kreatif dalam berprofesi. Dulu ada pegawai pos yang sering mengantar surat, sekarang sudah ditinggalkan atau berkurang. Dulu banyak orang menjual barang dengan menunggu pembeli, kini mengandalkan internet, dan llrofesi lain-lainnya.

Akan tetapi, kelembutan hati manusia tidak akan pernah tergantikan. Sesekali naiklah becak dan mengunjungi penjual dan pemilik jasa kecil-kecilan, bagi yang sudah jarang. Di situ kita temui kesenangan dan kepuasan batin bisa menyapa mereka. Wallahu a'lam*

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Trim bunda

02 Jul
Balas

Sangat setuju bunda. Kelembutan hati manusia tak akan tergantikan. Semoga ada solusi bagi saudara-saudara kita ini. Jazakillah khoir...bunda, tulisannya mampu menembus relung hati. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah.

02 Jul
Balas



search

New Post