Sungkowo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Menyoal Pernyataan Sri Mulyani tentang Pendidikan
Gambar diambil dari KOMPAS.com

Menyoal Pernyataan Sri Mulyani tentang Pendidikan

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyoroti pendidikan di Indonesia. Katanya, hasil pendidikan di Indonesia tidak memuaskan. Padahal, anggaran pendidikan sudah besar, yaitu 20% dari APBN. Anggaran 20% dari APBN untuk bidang pendidikan itu sudah berlangsung sepuluh tahunan (Kompas.com). Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia menyatakan hal seperti itu, saya kira, wajar saja. Sebab, Menteri Keuangan (sebagai pemerintah) tentu memiliki ekspektasi tinggi terhadap prestasi pendidikan karena sudah menggelontorkan banyak anggaran.

Siapa pun kalau sudah berinvestasi besar, tapi program yang dimodali tak berhasil, pasti sedih atau kecewa. Bentuk kesedihan atau kekecewaan itu dapat berupa menyindir, menasihati, memarahi, bahkan tak lagi mau memodali. Sri Mulyani, menurut pendapat saya, baru sampai pada level menyindir. Yaitu, menyindir lembaga dan orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan.

Sebagai guru, saya memaknainya seperti itu. Saya merasa sindiran itu juga mengarah kepada diri saya. Saya tak mengetahui, apakah teman-teman guru juga merasa seperti yang saya rasakan? Lebih-lebih guru yang sudah bertahun-tahun menerima tunjangan profesi, selain gaji.

Yang saya renungkan (kemudian) adalah ketika menyatakan pendidikan di Indonesia tidak memuaskan, apakah Menteri Keuangan (kita) sudah melihat konteksnya secara menyeluruh. Sebab, setahu saya pernyataan itu hanya berdasarkan hasil PISA (Programme for International Students Assessment). Bahwa anak-anak dari negara lain yang mengikuti PISA mendapatkan nilai lebih tinggi ketimbang anak-anak Indonesia.

Seharusnya tak hanya melihat dari hasil PISA ketika membandingkan. Tapi faktor lain yang (diduga) ikut berperan dalam pembangunan pendidikan pun harus digunakan untuk mempertimbangkan. Sebab, tak hanya lembaga pendidikan (di antaranya sekolah) yang berperan mendidik anak-anak.

Hasil PISA negara Vietnam memang lebih baik daripada Indonesia. Tapi, sudahkah Sri Mulyani melihat bagaimana keadaan keluarga-keluarga di Vietnam? Jangan-jangan keadaan keluarga-keluarga di Vietnam memang lebih baik ketimbang keadaan keluarga-keluarga di Indonesia. Indikator baik dalam hal ini adalah terkait dengan kondisi ekonomi, pendidikan, sosial, keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan keluarga. Karena keadaan keluarga sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak.

Jadi, kalau keadaan keluarga-keluarga di Vietnam, Singapura, dan Thailand lebih baik daripada Indonesia, maka kekalahan anak-anak kita dalam ajang PISA adalah hal yang wajar. Sebab, keluarga juga berperan. Bahkan, masyarakat. Sebesar apa pun dana untuk pendidikan yang digelontorkan oleh pemerintah tanpa ada pembangunan kualitas keluarga dan masyarakat, tak mudah mencapai ekspektasi tinggi di bidang pendidikan.

Saya tidak membela diri karena saya seorang guru. Tidak. Saya hanya butuh ada pertimbangan-pertimbangan yang lebih menyeluruh dalam menyampaikan pernyataan. Artinya, terkait dengan pernyataan tentang prestasi pendidikan di Indonesia perlu juga melihat pembangunan pendidikan dalam keluarga dan masyarakatnya. Sudah baikkah pembangunan pendidikan di dua domain itu?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post