"Tik, tok, tik, tok," kode-kode tengah malam seolah magnet yang kuat mengerakkan kaki lelakiku di tengah malam buta. Kode itu bagiku dan suamiku belati yang menyayat perih di hati. Remaja merasa dewasa ini langsung menstarter motor bututnya dengan keras. Raung sepeda motor menggarami luka hati kami. Menjelang pagi, aroma rokok menebar dari bajunya. Mulut terkunci tanpa salam langsung tersungkur di sofa ruang tengah.

Enam bulan yang lalu, ketika ia di pondok pesantren hanya bisa membayangkan wajahnya. Keceriaan anak remaja berpeci dan melafadkan ayat-ayat Allah dengan merdu. Dan, bulan ini ia begitu dekat untuk aku peluk. Namun aku tak berdaya. Ada tirai pembatas yang aku buat tanpa sadar di kala kecilmu. Kini ia terjatuh kembali dipelukan erat teman-teman yang dulu. Aku sengaja hijrahkan dia tetapi dia anggap kami tak mencintainya.

Kegoncangan hatiku melihat hidup remajaku menjadikan aku bersimpuh dan bersujud di sepertiga malamku. Terima kasih ya. Tuhanku. Engkau sangat mencintai aku. Menyayangi aku melalui anakku. Maafkan aku yang masih lalai dengan cinta kasih-Mu. Dengan kesadaranku aku terima iklhas anakku. Tolonglah tunjukkan aku untuk bisa membimbing anakku. Bukan hak kami menilai dia amanah-Mu. Dia lelaki sepenuhnya Milik-Mu dan hanya bagi-Mu penentu takdir baik lelaki remajaku. Aamiin yra.