"Jangan berpolitik, jangan berpoligami" begitulah pesan yang orangtua yang penulis tangkap ketika penulis akan pergi merantau.

setelah penulis pikir ulang nasehat tersebut ada benarnya juga nasehat tersebut, namun tidak semua orang setuju.

dalam kelompok masyarakat kita Indonesia terdapat dua arus besar mengenai pandangan mereka tentang politik dan poligami. sebagian menolak dan ada juga yang menyetujuinya.

bagi yang menolak berpolitik maka mereka akan percuma bagi mereka kalau membicarakan politik apalagi politisi mereka sebenarnya bukan anti politik tapi bagi mereka politisasi politiklah yang menjadi politik itu "haram"..begitupun halnya dengan poligami..bagi mereka yang menolak poligami maka meraka sesungguhnya punya banyak alasan mengapa memilih tidak berpoligami atau "mengharamkan" poligami.

Tetapi sebaliknya bagi mereka yang berpandangan politik itu harus atau kudu, mereka akan menunjukkan bahwa politik itu sangat penting atau urgent menjadi acuan dalam bernegara. pun poligami menurut sebagian orang yang pro poligami maka poligami itu menjadi pandangan hidup bahkan pandangan keaagamaan mereka.

Dulu sewaktu jamannya masih dipimpin era presiden suharto, perpolitikan di Indonesia masih boleh dibilang hanya orang2 tertentu saja yang boleh ngomongin politik kita sebagai rakyat biasa tidak bisa sembarangan ngomongin politik. sehingga pilihan tidak berpolitik menjadi biasa dalam kehidupan sosial saat itu.. tapi sekarang dengan adanya pilkada atau sistem pemilihan langsung menjadi tuntutan bagi kita masyarakat untuk lebih turut andil dalam dunia perpolitikan , sampai-sampai di warung kopi pun ngomongin politik.

poligami juga begitu, ketika dulu prinsip ketimuran masih menjadi madzhab sebagian besar orang Indonesia, maka perihal poligami ini menjadi tabu untuk di lakukan. tapi diera sekarang yang serba terbuka dan arus pergaulan semakin bebas maka poligami menjadi rumus untuk menghindari pergaulan bebas tersebut.

kasus orang berpolitik tentu terdapat di negara yang menjadikan demokrasi sebagai pilihan bernegaranya, tetapi dinegara yang menganut sistem kerajaan maka untuk berpolitik akan jadi mustahil..sebaliknya untuk poligami banyak kita jumpai di negara yang menganut sistem kerajaan sedangkan dinegara yang menganut sistem demokrasi akan sangat sulit kita temuakan praktik poligami

kembali kenapa penulis memilih judul jangan berpolitik dan jangan berpoligami sebagai rahasia sukses merantau adalah menjadi self rimender atau semacam prinsip hidup pribadi yang mungkin tidak semua orang akan setuju dengan hal ini. bagi penulis prinsip tersebut sangat penting dan harus selalu diingat ketika kita diperantauan. karena berpolitik bagi perantau akan menjadi semacam kekakuan dalam berinteraksi pun begitu pula berpoligami bagi perantau akan menjadi tuntutan yang sulit dilakukan mengingat niat awal merantau adalah memperbaiki kehidupan bukan untuk memperbanyak istri.

bagimanapun ini hanyalah sebuah pemahaman simple tentang berpolitik dan berpoligami..tidak untuk mengcounter pendapat yang sudah ada apalagi memasuki wilayah hukum baik hukum agama maupun humkum negara,

selagi prinsip ini masih berlaku di zaman sekarang ini maka itupun hanya sebagai wacanana saja, tidak untuk mengikat prinsip lainnya,,

semoga dapat menjadi oase ditengah perpolitikan dan perumahtanggaan dan menjadi self rimender bagi penulis khususnya.