#TagurMenulisHariKe219

#Pentigraf

#SupriyadiBro

HUJAN DI UJUNG SENJA

Kesendirian bukanlah pilihan, bahkan Yanuar tidak pernah membayangkan. Di usia berkepala mendekati 4 bukan hal mudah menjalaninya. Apalagi ibunya selalu bertanya tentang calon menantu yang diharapkannya. Pertanyaan yang selalu berulang datang dari sahabat dan kerabat, sungguh menyebalkan. Petualangan cintanya sungguh berbalik, saat SMA dan kuliah bagai memainkan rubi dengan mudah diputar. Dari satu gadis ke gadis yang lain memadu kasih. Kadang dia berpikir, apakah sebuah karma atas petualangan cintanya. Atau akibat kekecewaannya pada kisah cinta dengan Dina teman sekerjanya.

Awal kisah cinta berjalan sederhana dan tanpa gejolak. Mesra penuh cinta bagai rama dan sinta. Langkah menuju pelaminan kian dekat, tinggal menghitung hari. Persiapan lokasi resepsi dan segala hal sudah dipersiapkan berdua. Kisah yang begitu indah terbayang di depan mata mereka berdua. Undangan telah di tebar ke sahabat, keluarga, dan tamu kehormatan lainnya. Namun semua harus berakhir secara tragis. Kekecewaannya membakar sukma hingga lumat rasa cinta di hati Yanuar sampai kini.

Bebera kali puing cinta ingin disusunnya kembali, tapi selalu dibayangi trauma nyali. Akar cinta telah tercerabut hingga pohon kasih sayang jadi meranggas. Hujan malam itu membawa kekecewaan mendalam. Di saat rembulan akan direngkuh, terlempar jauh di putaran alam semesta kehidupannya. Bagaimana  tidak bergolak, pengakuan Dina kekasihnya. Sambil meneteskan air mata sederas air hujan malam itu, "Maafkan aku mas Yan, aku harus jujur padamu. Aku telah mengandung tiga bulan dengan mantan pacarku". Seiring petir bagai membelah bumi, harus berakhir kisah cintanya.