Pagi ini aku dibuat kesal oleh pedagang bubur ayam langgananku. Pasalnya, kurang lebih sudah satu minggu ini keinginanku untuk menikmati semangkuk bubur ayam pupuslah sudah.

Berawal dari mengantri, hingga ku tinggalkan pulang dulu untuk mengurai antrian tersebut. Karena memang dirasa sudah cukup lama menunggu di rumah, akhirnya ku kembali ketempat dimana pedagang tersebut berhenti. Namun apa yang kulihat tidak sesuai dengan harapan, Pedagang bubur ayam langgananku sudah enyah dari pangkalannya. Tidak hanya sehari dua hari hal ini aku alami, bahkan sampai saat inipun masih saja dengan kekecewan yang sama.

Memang banyak pedagang bubur ayam lainpun, namun indera pengecapku sudah cocok dengan rasa yang diracik oleh pedagang bubur langgananku itu.

Pedagang bubur ayam yang menjadi langgananku ini, memang sudah terhitung sangat lama berjualan. Dari anakku bayi hingga kini memasuki usia sepuluh tahun masih saja setia dengan gerobak motornya. Rasa, kekentalan bubur serta sambel goreng yang diraciknya mampu menggoyangkan lidah dan serasa ingin lagi dan lagi untuk menikmatinya. Tidak perlu merogoh kantong dalam- dalam, cukup dengan Lima ribu rupiah saja kita sudah mendapatkan semangkuk bubur ayam lengkap dengan toping yang sesuai dengan keinginan kita.