Suryani Tajuddin

Guru biasa dengan berjuta mimpi☺️ ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Andai Mereka Masih Ada

Aku masih mengingat dengan jelas. Di setiap pagi Ibu akan membangunkan kami dengan kecupan di kening. Mengingatkan agar bersiap mandi, sholat dan sarapan agar kami tak terlambat untuk pergi ke sekolah.

Ibu adalah wanita yang cerewet. Ia akan marah ketika kami lupa membawa bekal.

"Talita, bekalnya jangan di lupa. Bukunya sudah dimasukin di dalam tas semua? Air minumnya sudah diisi?" dan sederetan pertanyaan lainnya untukku.

"Kakak, rambutnya sudah di sisir? Ikat pinggangnya sudah dipakai? Baju olahraganya sudah dimasukin di tas? Bukunya gak ada yang ketinggalan?" dan banyak lagi pertanyaan untuk Kakak lelakiku, Yuda.

Sedangkan Ayah, sudah menunggu kami di meja makan untuk sarapan bersama. Menyiapkan susu dan roti untuk kami.

"Nanti Ayah agak telat menjemput karena ada ujian sidang mahasiswa, Kakak sama Talita tunggu ya," kata Ayah. Seperti biasa, kami berdua hanya mengangguk setuju.

Ayah dan Ibu, meskipun didera kesibukan yang tak ada habisnya, tapi mereka selalu menyediakan waktu untuk kami. Membantu menyelesaikan tugas, menemani bermain, mengajari kami mengaji, dan selalu siap siaga mengantar kami ke mana pun.

Apalagi jika musim libur tiba. Ayah akan membawa kami berkeliling kota, menikmati indahnya pantai dan berwisata kuliner. Sungguh bahagia hati kami saat itu. Aku bersyukur memiliki keluarga sempurna. Dengan luapan kasih sayang dan cinta yang luar biasa.

Hingga pada suatu senja, semuanya sirna. Goncangan yang menimbulkan gelombang besar dengan warna hitam pekat menghantam kota kami. Kami semua berlari sambil bergandengan. Namun naas, Bapak dan Ibu terperangkap tanah yang membelah. Bapak melepaskan genggamanku dan ikut terhimpit bumi. Sementara aku dan kakak menyaksikan dengan terang bagaimana Tuhan mengambil dua orang yang sangat kami cintai.

Empat tahun berlalu. Kini hanya ada aku dan kakak di rumah baru ini. Hari-hari yang sepi seakan menjadi teman yang mau tak mau harus kuterima. Tak ada lagi pelukan hangat Ibu. Tak ada lagi canda bahagia dari Ayah.

Tak ada lagi yang membangunkanku dengan kecupan hangat. Tak ada suara lembut yang menyuruhku mandi dan sarapan lagi. Tak ada yang membantuku menyiapkan bekal untuk ke sekolah. Tak ada lagi.

"Kak, seandainya Ayah dan Ibu masih ada. Aku rindu, Kak. Aku ingin memeluk Ayah dan Ibu,"

Tak terasa bulir hangat mengalir membasahi pipi, diikuti sesak yang menikam dada. Aku tahu, hati Kak Yuda juga mungkin merasakan hal yang sama. Dia hanya terdiam. Dan sejenak kami pun larut dalam kesedihan yang dalam.

Benar kata orang, rindu yang paling menyakitkan adalah rindu pada mereka yang telah tiada.

Tuhan, tempatkanlah kedua orang tua kami di surgamu. Kumpulkan lah kami kelak dengan mereka. Sebaik-baik penjaga adalah Engkau, maka jagalah kami berdua dalam duniamu.

Tondo, 09092022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kisah yang menginspirasi dari sosok ibunda. Salam

04 Jan
Balas



search

New Post