Selepas pendakian yang cukup tinggi sampailah aku di lokasi sekolahku. Sudah beberapa minggu ini aku tak lagi berani mengendarai sepeda motor menuju sekolah karena cuaca yang tidak bersahabat, membuat jalan yang dilalui licin berlumut.

Saat mendaki tidak begitu menakutkankan, namun turun membuat nyaliku ciut.

Setelah mengatur nafas, aku duduk untuk beristirahat sejenak. Ada dua orang kakak beradik kulihat berdiri di sana.

"Mengapa tidak ikut berbaris?"

"Kami mau pindah sekolah, Bu."

"Oo, mana orangtua kalian?"

Ya, Amman beberapa hari yang kembali membuat masalah. Seorang teman sekelasnya menjadi korban kemarahannya. Ia memang anak yang temperamental. Ketika ia mengganggu teman, ia tak masalah. Tapi saat temannya membalas ia langsung emosi dan menganiaya temannya.

Sudah sering kami memanggil orangtuanya. Mereka berjanji akan lebih memperhatikan anaknya.

Ya, sepertinya Amman, anak yang memiliki kebutuhan khusus. Ia butuh perhatian lebih dari guru dan kedua orangtuanya.

Saat kami sarankan ia dipindahkan, ia tidak mau. Ia memilih tidak akan sekolah jika dikeluarkan dari sekolah ini.

Kami para guru merasa terenyuh juga akhirnya. Setelah siambil keputusan bersama, ia dibolehkan sekolah kembali dengan membuat surat perjanjian dan ini adalah yang terakhir.

Mudah-mudahan ini adalah keputusan yang tepat.