Susiana Ervin Nurahmah

Menumbuhkan semangat literasi dengan belajar menulis...

Selengkapnya
Navigasi Web

show must go on

[cerpen remaja yang tidak penting, hanya mengabadikan curhat sang ponakan]

Lila menangis, dia kecewa dan marah pada dirinya sendiri. Kenapa aku begini? tanya dalam hatinya. Apakah aku yang sensitif dan sangat perasa, atau memang orang sering beranggapan buruk seperti itu terhadapku. Derai air matanya bertambah deras.

Lila teringat, 2 tahun yang lalu, Ririt mengajaknya untuk bergabung di klub fotografi kampusnya. Klub itu cukup bergengsi mengingat mahasiswa mahasiswi yang tergabung di dalamnya adalah para borjuis kampus. Kesekretariatan mereka yang terletak di student centre selalu ramai setiap harinya. Entah itu sedang ada kegiatan intern klub atau hanya sekedar untuk transit mahasiswa yang menunggu jam masuk kelas. Didepan kantor kesekretariatan mereka kebetulan adalah area parkir mobil dosen, namun bagi anggota klub itu mereka bebas ikut parkir di area khusus itu karena keakraban mereka dengan para satpam dan juru parkir kampus.

Ririt teman satu jurusan Lila, sudah tergabung di klub fotografi sejak awal dirinya masuk kampus. Semester kedua, Lila diajaknya bergabung. Lila menolak, dengan alasan tidak PD untuk bersama mereka. Sebenarnya dalam hati dia tertarik agar bisa mendalami ilmu fotografi. Lama kelamaan Lila terbujuk, dan akhirnya bergabung di klub foto tersebut. Ternyata setelah dia masuk klub, baru dia sadari jika dia memiliki penilaian yang tidak benar seluruhnya selama ini. Tidak semua anggota dari kalangan berduit, bahkan banyak mahasiswa yang berpenampilan ngere dan apa adanya.

Lila sebenarnya adalah pribadi yang eassy going, selalu bisa bergaul dengan kalangan apapun selama ini. Dia orang yang ceria meski terkadang terlihat muram tanpa tahu sebabnya. Temannya banyak, laki atau perempuan banyak yang akrab dengannya. Dia juga cerdas, tidak hanya untuk urusan nilai akademisnya, tapi dia orang yang mudah mendapatkan solusi dari sebuah masalah. Namun Lila sangat perasa, mudah merasa tidak enak, tidak nyaman dan merasa tidak disukai temannya jika dia melakukan sedikit kesalahan.

Kalau sudah pada fase itu, Lila akan menangis sendiri di kamarnya, menumpahkan kekecewaan pada dirinya sendiri. Itulah yang dialaminya saat ini.

Siang tadi dia datang ke markas kesayangannya, sudah empat semester ini dia bergabung di Klub fotografi kampusnya itu. Dengan langkah ringan dia masuk dan menyapa beberapa teman yang ada disana. " Hae guys, Assalamu'alaikum.."

Hening, hanya jawaban salam lirih terdengar sayup-sayup. Lila langsung merasa aneh. Tidak biasanya, tadi ketika dia masi diluar pintu terdengar tawa dari dalam ruangan ini, kenapa aku masuk jadi diam semua ya, pikirnya dalam hati. Dia langsung duduk di karpet, mengambil sebuah jurnal untuk dibacanya. Memang tidak ada kepentingan khusus tadi dia datang kemari, hanya untuk menunggu jam masuk ke kelas berikutnya. Tak lama dia teringat tugas yang baru saja diberikan dosen dikelas barusan, dia buka laptopnya meski perasaan tidak nyaman mulai menyergap dirinya.

"Assalamu'alaikum". Terdengar salam terucap, seseorang datang, rupanya bang Syam sang Ketua klub saat ini. "Waalaikum salam" Lila menjawab. Tak sengaja Lila menangkap pandangan teman-temannya yang sedari tadi di dalam ruangan. Saling pandang, bahkan ada yang melirik kearahnya. Ada apa sih ini, tanyanya dalam hati.

Bang Syam masuk ke ruang gelap, ruang yang selama ini dipergunakan sebagai ruang cetak foto. Tanpa menyapa Lila yang biasanya rame menyambutnya. Lila dan Syam memang akrab, dalam urusan apapun Syam selalu melibatkan Lila didalamnya.

Tak lama Ririt datang ke ruangan yang sama, wajahnya terlihat muram tanpa senyum. "Lil, ikut aku yuk!" ada sesuatu yang pingin aku omongin ke kamu", sapa sahabatnya itu. Lila beranjak dari duduknya, sambil membereskan laptopnya."Kita ngorol di kantin aja yuk", ajak Ririt ke Lila yang sudah berdiri di depannya.

"Ada apa sih, kok kayak ada yang aneh gitu Rit?" kenapa ya anak anak di sekret tadi ga kek biasanya" Tanya Lila ke ririt sambil berjalan ke arah kantin "Ntar aja aku ceritain di kantin", sahut Ririt.

Sesampainya di kantin Ririt sengaja mengajak ke sudut kantin yang lebih sepi. Memang jam makan siang, jadi kantin penuh. "Makan sekalian Lil?"tanya Ririt. " Ga ah, belum laper, aku minum air jeruk aja" jawab Lila. "ok aku ambilin sekalian ya", timpal Ririt.

"Ok Rit, bicaralah, aku udah penasaran ini",pinta Lila. Tampak Ririt menarik napas panjang. " Gini lo Lil, pagi tadi mbak Mia dateng ke sekret, dia curhat ke temen-temen katanya sekarang Bang Syam ga lagi perhatian sama dia". Ririt mulai bicara. Ya, mbak Mia kakak tingkatnya itu memang 'teman dekat' bang Syam. Tapi bang Syam sendiri pernah cerita ke Lila jika mereka tidak ada apa-apa. Entahlah, Lila tidak pernah peduli dengan hubungan spesial orang lain. Bukan urusanku, pikir Lila.

"Trus, apa hubungannya dengan aku Rit?' mengernyit dahi Lila. "Kamu disebut mbak Mia jadi penyebabnya",pungkas Ririt. "Aku?"Lila menunjuk dadanya sendiri. "Iya, kan kamu selama ini berteman dekat sama Bang Syam, Lil. Jadi wajarlah mbak Mia menuduhmu seperti itu" jelas Ririt. " Mbak Mia bilang ke temen-temen kamu merebut Bang Syam dari dia, kamu suka cari-cari perhatian ke Bang Syam", lanjutnya. "Tapi kan yang dekat sama bang Syam bukan cuma aku Rit, kamu juga deket . Kalau aku dimintai tolong apa kan mesti perginya juga sama kamu, kita juga sering pergi bertiga, hampir ga pernah aku keluar berdua ma bang Syam", protes Lila. Ririt tersenyum, "Kalau aku ya ga panteslah dicemburui Lil, mana mungkin bang Syam yang keren naksir aku yang kucel, item ,jutek kek aku ini. Kamu itu yang pantes dicemburui." Tak terasa menetes air mata Lila. Kenapa aku, tanyanya dalam hati. Dia memang senang berteman dengan Syam, tapi tidak ada perasaan istimewa untuknya,

"Nah, ini tadi bang Syam denger kalau mbak Mia curhat begitu ke temen-temen, bang Syam marah-marah ke mbak Mia denger kamu dijelek-jelekin, dikata-katain yang ga bener. Trus mbak Mia nangis, pergi deh dari Sekret. Aku suruh bang Syam untuk kejar mbak Mia, tapi dia ga mau, dan malah ngajak aku ke pinggir kolam kampus. Trus inilah mengapa aku ajak kamu kesini, aku cuma menyampaikan pesan dari bang Syam kalau kamu tidak perlu merasa tidak enak ke mbak Mia atau teman-teman yang lain". Lila menoleh, melihat senyum Ririt sedikit terkembang. Ririt melanjutkan tanpa menunggu komentar dari Lila."Salam dari Bang Syam, dia pingin kamu jadi pacarnya".

Lila tidak tahu harus berkata apa, atau harus berbuat apa. "Ok Rit, aku harus masuk ke kelas" alasan Lila ke Ririt. "Oiya, nitip bayar minumku ya" lanjutnya sambil menyodorkan uangnya.

Tapi langkah Lila tidak tertuju ke gedung kuliah, langkah cepatnya terarah ke tempat parkir motor kesayanganya. Cepat dia pacu motornya. Tidak tahu harus kemana, yang jelas tidak pulang ke rumah, ibunya akan banyak bertanya karena tidak biasa dia pulang jam segini pada hari rabu. Akhirnya dia hentikan laju motornya di sebuah masjid. Dia sudah terlambat untuk Dhuhur.

Lama Lila duduk diatas sajadahnya, menangis hingga dia tengkurap dan tertidur diatasnya. Hingga seseorang hadir disampingnya. Rupanya waktu solat Ashar telah tiba. Lila berwudhu, dan setelah sholat dia akan pulang kerumahnya. Beban yang menyesakkan dada sudah mulai berkurang, dan dia bertekad, aku harus melanjutkan hidupku apapun yang orang katakan tentangku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu. Keep writing

11 Jan
Balas

Thanks pak

12 Jan

Semangat Bu Guru, Tulisannya kueren

12 Jan
Balas

alhamdulillah

12 Jan



search

New Post