Sebuah suara geram muncul dan seketika memecah kesunyian malam. Tiada yang bergerak kecuali helaian daun bambu yang saling bergesekan seperti di tiup angin. Tapi, jika angin yang bermain, pastinya tak Cuma daun bambu itu yang terusik, niscaya helaian dedauan lainpun akan jauh lebih berisik.

Tiba-tiba...

Suara itu muncul kembali, bersusulan dengan waktu yang tumpang tindih. Pepohonan yang sebelumnya diam, kembali terangguk-angguk menemani anggukan daun bambu pertama.

Setelahnya, suara itu mulai terdengar ringan, seperti helaian rambut yang ditiup angin. Atau, seperti sesuatu di bisikan panjang, laksana angin menertawakan kisah-kisah malam seorang “pecundang.”

Bagi mereka yang peka akan terdengar rintihan panjang di “hutan kehidupan”, terisak-isak, merangkak dengan mengantung piring makanan di lehernya.

Bagi mereka yang tak peka. Suara itu terdengar seperti alunan syahdu pengantar tidur. Menina bobokkan sang “pecundang” yang makin kekenyangan.

.......

Suara itu kembali menembus perjalanan malam. Melesat, sampai hutan kembali menampakkan sinar remang rembulan. Suara itu terdengar kian jelas. Berkejaran dengan waktu. Laksana lompatan kijang ditengah rerumputan. Bahkan padang savana ilalang yang beraroma segar tak kuasa menghentikan perjalanannya.

Duhai suara geram nan terdengar kecil, lanjutkan perjalananmu. Sampai kau berteriak dan mereka terdiam. Jangan pula kau takut atau merasa sendiri, kau tak sendiri ada jutaan suara lain yang ikut bersamamu.

#suararakyatjelata

Sungai Penuh, 17 10 20