Susi Purwanti

Berusaha memaknai hidup, seorang guru di SMPN 1 Kotabaru - Karawang Jawa Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Yang Tersisa dari Mimpi (Jalan Jelang Senja)

Yang Tersisa dari Mimpi (Jalan Jelang Senja)

Pernahkah Anda mengingat mimpi yang pernah singgah ketika Anda tidur? Ini kisah mimpi saya.

Jalan Jelang Senja

Laju mobil ini tak begitu kencang, bahkan cenderung pelan dan Sang Sopir mengemudikannya sangat hati-hati. Bahkan aku tak merasakan guncangan kecil sekalipun. Kursi mobil angkot berwarna biru ini hanya terisi oleh tiga orang, aku dan dua orang duduk dihadapanku dengan wajah lurus dan tak nampak mereka mengobrol atau memang mereka tak saling mengenal? Satu yang aku ingat dari wajah mereka adalah tanpa ekspresi!

Jalan ini sangat aku kenal, jalan besar dengan disepanjang jalan terdapat pepohonan besar yang rimbun. Beberapa rumah makan sate maranggi samar terlihat ramai pengunjung. Memang sangat terkenal rumah makan tersebut. Melewati itu semua dengan sesekali aku melihat Sang Sopir yang tak pernah sekalipun berhenti mengambil penumpang sampai pada suatu tempat dia memberhentikan laju angkotnya. Ke dua orang sesama penumpang denganku itu turun tanpa memberi ongkos, akupun turun seraya menatap Sang Sopir yang hanya diam, tapi aku paham dia memberi isyarat agar aku turun. Sama akupun tak terpikir untuk memberi ongkos angkot dan mobil berwarna biru itu melaju lagi dan secepat kilat tak terlihat oleh netraku.

Tempat ini ramai oleh siswa berseragam putih abu-abu. Aha! Seseorang di sana dan berdiri ditepi jalan sepertinya aku mengenal.

“Hai, lagi ngapain?” sapaku.

“Engga Bu, ehh, Ibu naik angkot aja lagi kalau mau pulang,” sarannya.

“Oh, iya,” ujarku seraya berlalu mencari angkot kembali.

Tiba-tiba ada angkot berhenti di depanku dan aku segera naik. Kosong tanpa penumpang kemudian melaju pelan. Entah apa yang salah, setahuku menuju rumah itu paling juga dua menit sampai. Kenapa pula tadi aku tidak jalan kaki? Ah, sudah terlanjur naik. Tapi kok jalannya menyusuri sungai kecil berkelok-kelok. Mana ada jalan menuju rumahku, sungai? Ini jalan yang mana lagi? Tapi tiba-tiba angkot itu berhenti dan Sang Sopir memberi isyarat lagi agar aku segera turun dari angkotnya.

Tempat ini seperti pernah aku melihatnya, tapi di mana? Seperti dejavu! Mataku mengamati sekeliling yang penuh dengan pepohonan besar. Samar terlihat ada anak remaja dan beberapa orang yang aku perhatikan wajah mereka sama, tanpa ekspresi! Remaja itu aku hampiri.

“De, kalau ingin ke wilayah kota Cibungir ke arah mana?”

Remaja putri itu menatapku tajam. Matanya terasa liar dan menjelajahi wajahku. Entah kenapa aku merasa dialah yang paling bisa diajak komunikasi saat ini. Apalagi senja sepertinya segera berlalu. Semburat jingga semu merah mulai beranjak pergi. Netraku yang minus dua ini juga melihat sore ini terlalu gelap. Mungkin sebentar lagi juga azan maghrib berkumandang.

“Ibu jalan saja lurus menyusuri jalan menanjak ini, nanti belok kanan,” jawabnya.

“Terima kasih,” ujarku segera berlalu untuk mengikuti petunjuk jalannya.

Hati mulai sedikit gundah. Rasa was-was merasukiku. Segera aku buang! Aku harus terus berjalan agar menemukan kota yang aku rasa akan membawaku cepat menemukan jalan arah pulang. Wilayah ini asing dengan kanan jalan pepohonan kecil tapi rimbun menambah gelapnya jalan. Sebelah kiri entahlah, bukan sungai tapi seperti ruang kosong mendampingi jalan yang aku susuri ini. Semangat dan keingiananku begitu kuat untuk mencari jalan pulang. Jalan ini menanjak cukup menguras energi, sesekali aku memegang aspal jalan ini dan ternyata jalan yang sudah di hotmix! Kali ini senja betul-betul berlalu, sesekali tangan ini menggapai pepohonan dan menyentuh lantai jalan untuk memastikan aku berada pada jalan yang sama. Pada akhirnya mentok dan buntu!

Mataku memandang sekeliling yang nampak samar terlihat. Aku tak merasa takut dengan keadaan seperti ini. Asing, gelap, tanpa ada rumah penduduk atau juga manusia. Sejenak ambil napas panjang. Aha! Ada lagi seseorang yang sepertinya bisa aku ajak komunikasi. Segera aku hampiri, walau samar aku merasa remaja putri yang aku tanya tadi.

“De, jalan ini buntu, kemana arah untuk menuju kota Cibungir yang ada jalan besarnya?” tanyaku.

Anak itu kembali menatapku, kali ini walaupun samar, aku melihat sedikit senyumnya. Lega rasanya dalam kondisi seperti ini ada yang bisa untuk ditanya.

“Ibu lihat deh ke sebelah kanan, itu kan jalan, lurus saja,” jawabnya.

“Masih jauh tidak?” tanyaku kemudian.

“Menurut saya sih lumayan jauh, tapi mungkin tidak untuk ibu,” jawabnya kemudian dan dia berlalu.

Aku ambil napas panjang dan melihat ke sebelah kanan, betul saja sebuah jalan. Segera aku susuri jalan ini seraya berdzikir, aku memohon pertolongan dari-Nya agar semuanya lancar. Tak ada sedikitpun rasa takut sih, hanya aku sadar jalan ini harus dilalui dengan penuh kesabaran.

Dengan kondisi betul-betul jelang maghrib atau sudah maghrib? Aku tak mendengar azan. Jalanan ini terus aku susuri dengan semangat dan langkah yang tak merasa lelah sedikitpun. Tiba-tiba ada kayu panjang menghalangi jalan dan penuh tumpukan kursi dan meja. Aku melihatnya sih seperti tumpukan kursi dan meja anak sekolah. Tapi kayu panjang ini sungguh menghalangi jalanku. Lantas?

Mataku melihat sekeliling, tak ada jalan selain aku harus loncat melewatinya. Baru juga kakiku akan loncat, di seberang kayu itu nampak seseorang berpakaian seperti berkebaya dengan dandanan rambut disanggul menyerupai dandanan sinden atau putri Sunda. Aku menatapnya seraya mengangukkan kepala. Dia sepertinya duduk dan posisinya lebih tinggi. Sebagian tubuhnya terlihat olehku. Lantas aku loncat dan menghampiri perempun itu.

“Maaf, arah jalan kemana?” tanyaku

Deg! Perempuan itu lantas berdiri. Ya, Tuhan! Dia tinggi sekali sampai aku harus menengadahkan wajahku untuk melihatnya. Aku memastikan dia tingginya sekitar tiga meter. Anehnya aku tak merasa takut walaupun pertama dia berdiri hampir saja jantungku copot saking kagetnya. Aku merasa dia bukan manusia! Dia tak berkata atau berusaha menjawab pertanyaanku. Tapi kemudian dia mengambil kursi dan menyusunnya. Dua kursi pertama sejajar dan menghadap tembok. Satu kursi kemudian dibelakangnya. Dia kemudian bergegas duduk di kursi depan dan memberi isyarat agar akupun duduk. Sempat bingung aku untuk duduk dimana. Akhirnya segera aku ambil keputusan untuk duduk di kursi satu dibelakang dia.

Masya Allah. Kursi itu dia kemudikan seperti mobil. Kursi yang tadinya menghadap tembok kemudian kursi dia dan kursiku berjalan ke arah jalan selayaknya mobil. Aku merasa aneh tapi menikmati perjalanan ini. Sesekali aku memandang perempuan itu dari belakang. Anggun!

Akhirnya nampak dari jauh jalan besar ramai lalu lalang kendaraan dan terang pula seperti siang. Rasanya senang sekali aku melihat yang terang benderang yang dari tadi hanya namapk suasana temaram. Laju kursi itu berhenti tak jauh dari jalan besar beraspal.

“Itu jalannnya, turunlah!” seru perempuan itu. Wajahnya yang anggun seperti putri dengan dandanan berkebaya dan rambut bersanggul itu memberi isyarat bahwa jalan di depan adalah jalan untukku.

“Terima kasih,” ujarku.

Segera aku turun dan menuju jalan. Setelah beberapa langkah, kaki ini kemudian berhenti dan aku ingin mengucapkan sekali lagi terima kasih. Ketika aku membalikkan tubuhku, tak nampak perempuan berkebaya tersebut. Yang ada adalah perempuan berhijab mengenakan baju berwarna hijau botol dengan hijabnya melambai.

“Terima kasih!” seruku.

Perempuan berhijab itu terus berjalan masih dengan hijabnya melambai. Seolah lambaiannya menjawab seruanku. Segera aku membalikkan tubuh dan menuju jalan besar yang terang. Alhamdulillah.

Selesai.

1
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow perjalanan misteri

16 Jan
Balas

Terima kasih kunjungannya Bu Puspaa

16 Jan

Terima kasih kunjungannya Bu Puspaa

16 Jan

Keren pisan teh.. Seolah2 nyata.. Sukses selalu

16 Jan
Balas

Yook ingat-ingat mimpinya, barangkali bisa jadi ide cerita. Salam.

16 Jan

Keren selalu. Ini seperti ada kaitan dengan perjuangan melaksanakan program guru penggerak. Insya Allah sukses walau banyak rintangan dan membuat terkejut, Bu Susi.

16 Jan
Balas

Sepertinya karena keresahan yang saya rasakan, hehe. Makasih Bu Emi.

16 Jan

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Karakter misterinya kuat banget. Sukses selalu, Bu.

16 Jan
Balas

Selalu keren. Mana cerbung Marin nya dinda?

16 Jan
Balas

Hehe... Masih ingat Marine.

16 Jan

Wih sekalinya tayang langsung menunjukkan taringnya cerita misteri selalu keren tetehku yang satu ini

16 Jan
Balas

Hehe.. Lagi kangen nulis inget mimpi tiga hari yang lalu.

16 Jan

Keren bu ceritanyanya, semoga selalu sukses dan sehat bu Susi.

16 Jan
Balas

Aamiin... Terima kasih Pak

16 Jan

Keren..

16 Jan
Balas

Terima kasih Pak.

16 Jan

Terima kasih cerita nya, salam literasi dari medan

07 Mar
Balas

Kisah misteri Bu Susi selalu keren.

16 Jan
Balas

Terima kasih Bu Nanik, barakallah.

16 Jan



search

New Post