SUTRIMAN, S.Pd, M.Pd.

PROFIL PENULIS Sutriman adalah penulis kelahiran Banyuwangi pada 5 Agustus 1968. Ia alumni Universitas Islam Malang jurusan Magister Pendidikan Bahasa Indonesi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kerja Keras Tak Kenal Lelah

Kerja Keras Tak Kenal Lelah

Kerja Keras Tak Kenal Lelah

Sejak memasuki bangku sekolah lanjutan, Sang Ayah melihat kedua orang tua bekerja keras. Setiap hari mereka memeras keringat untuk mengais rezeki demi anak-anaknya. Semua jenis pekerjaaan beliau lakukan untuk mencukupi kebutuhan pokok keluarga dan kebutuhan tambahan untuk mencicil biaya sekolah. Peluang pekerjaan sebagai petani buruh terkadang tidak ditemukan karena memasuki masa jeda atau lebih dikenal dengan istilah masa paceklik. Saat itulah, mereka harus mengerutkan dahi dan memutar otak untuk mencari mata pencaharian alternatif sebagai pedagang demi mencari sesuap nasi buat keluarga.

Setiap pagi, orang tua Sang Ayah berangkat mencari barang dagangan di lereng Gunung Raung. Beliau harus menggenjot pedal sepeda ontel menelusuri jalan tanjakan ke arah utara yang berjarak sekitar 15 km. Sesampainya di wilayah hutan lereng gunung tersebut, beliau harus memasuki rerimbunan kawasan hutan untuk mencari sayuran selada dan pakis muda sebagai barang dagangan. Menjelang tengah hari, beliau baru bisa mengumpulkan “sepasamg keranjang tobos” sepeda untuk dibawa pulang. Beliau biasanya baru sampai rumah menjelang Ashar, bahkan terkadang menjelang Magrib. Belum hilang rasa capeknya, beliau harus menyortir semua sayuran yang diperolehnya untuk diikat kecil-kecil sesuai ukuran yang ditentukan. Biasanya kedua orang tua Sang Ayah baru bisa menyelesaikan proses penyortiran dan pengikatan sampai pukul 10 malam. Semua ikatan ditata kembali ke dalam “sepasamg keranjang tobos” sepeda untuk siap dibawa ke pasar esok harinya.

Setelah menata barang dagangan, kedua orang tua Sang Ayah baru bisa beristirahat tidur memulihkan tenaga. Belum genap enam jam tidur, beliau harus sudah bangun dini hari untuk persiapan ke pasar. Selepas shalat Subuh, beliau harus segera berangkat menuju ke pasar yang berjarak sekitar 20 km ke arah selatan untuk menjual dagangan sayurnya. Kalau rezeki lancar biasanya beliau sudah bisa sampai rumah sekitar pukul 10 pagi. Hasil penjualan itulah yang digunakan untuk kebutuhan keluarga dan sisanya dikumpulkan untuk biaya sekolah Sang Ayah.

Bondowoso, 04 Juli 2020

#TantanganGurusiana (Hari ke-165)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post