Menulis 365 hari, hari ke-334 (1039)

Tiba-tiba Wirma dikagetkan dengan bunyi buku terjatuh dari rak buku dan setelah Nesa lihat ternyata Wirma sedang berusaha memungut buku yang terjatuh tadi dengan hati-hati. Dari jauh Nesa masih memperhatikan Wirma sehingga perhatiannya tidak hanya pada buku tersebut tetapi terbagi dua dengan perhatian ke Wirma yang sedari tadi menimbulkan pertanyaan dalam dirinyaSekali lagi Nesa bertanya dalam hati, ada apa dengan Wirma ya? Mengapa Wirma seperti ini ? Semua pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiran Nesa.

Dari jauh Nesa memperhatikan Wirma yang gerak-geriknya mencurigakan dirinya. Lalu, Wirma mendekati Nesa dan membawa buku novel berjudul Gita Cita dari SMA tetapi bukan membawa buku seperti Nesa. Nesa jadi heran dengan polah sahabatnya itu dan benar-benar dilanda kepo tingkat tinggi dirinya lalu Nesa memberanikan diri bertanya dengan Wirma.

“ Wirma buku apa yang kau bawa itu?” Tanya Nesa.

“ Buku novel Nes, aku lagi suntuk makanya dari tadi bukannya mencari buku yang diperintahkan oleh Mr. H tetapi justru aku mencari buku yang bisa menghilangkan kegalauan diriku.” Jawab Wirma.

“ O begitu, boleh saja Wirma galau tetapi jangan lama-lama galaunya nanti kita terlambat mengumpulkan tugas dan taruhannya nilai kita dak lulus nanti.” Jelas Nesa dengan sedikit hati-hati.

“ Ia Nes, engkau sahabat yang paling mengerti keadaan diriku dan sahabat yang selalu menguatkan diriku saat aku butuh support, engka selalu ada saat aku butuh masukan dan solusi, engkau memang sahabat yang paling mengerti diriku.” Kata Wirma dengan mata berbinar.

“ Terima kasih ya Wir, engkau sudah menganggap aku sahabat yang selalu menyupport dirimu. Itu semata kulakukan karena aku tak mau engkau terlalu hanyut dengan masa lalu yang meninggalkan luka yang dalam di hatimu.” Ucap Nesa.

Setelah itu mereka berdua masing-masing membaca buku yang mereka ambil di rak buku tadi. Nesa segera mengerjakan tugas Mr. H sedangkan Wirma membaca novel yang diambilnya tadi untuk menghilangkan sedikit galau yang dialaminya. Mereka berdua hanyut dengan ilusinya masing-masing dan tak ada yang bisa menebak apa yang mereka baca dan mereka halukan. Semua tenggelam dalam bayangan masing-masing yang tak stu pun bisa menebaknya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Petugas perpustakaan menyebutkan kepada Wirma dan Nesa bahwa perpus akan segera tutup dan jika memang butuh buku itu bisa saja dipinjam dibawa pulang ke rumah kata petugas perpus. Akhirnya mereka meminjam buku itu dan setelah itu mereka bergegas menuju parkiran motor dan akan segera pulang sebelum magrib menjelma.

Nesa segera menghidupkan scoopynya dan Wirma segera membonceng di belakang Nesa. Ketika di perjalanan mereka berdua banyak diam dan tak seperti biasanya. Akhirnya Nesa bertanya.

“ Wir, kenapa kau diam saja, biasanya kau banyak bertanya kepadaku?” Tanya Nesa sedikit ragu-ragu.

“ Ah tak ada apa-apa Nes, aku hanya sedikit kurang enak badan saja.” Jawab Wirma seadanya.

“ Tak ada apa-apa tapi tadi ketika mengambil buku, bukunya terjatuh, ada apa Wir? Apakah kau sakit?” Tanya Nesa.

“ Benar Nes, aku tak apa-apa aku hanya sedikit pusing saja makanya tadi aku sampai menjatuhkan buku yang aku pegang.” Jawab Wirma masih berusaha diam.

“ Ya kalau seperti itu, alhamdulilah.” Jawab Nesa.

Mereka berdua memang sudah bersahabat dari SMA bahkan dari SMP. Mereka sudah seperti kakak beradik dan mereka berdua selalu kompak dengan apapun itu. Entah itu tugas, mengenakan baju selalu senada, mengajak makan tak jauh beda seleranya.

Bahkan sama-sama hobi membaca buku dan hobi ke perpustakaan. Semua itu selalu mereka lakukan bersama tanpa ada yang mengusik kebersamaan mereka. Bahkan orang tua mereka juga sudah sama-sama kenal dan sama-sama saling mengajak jika ada keluarga mereka yang hajatan atau ada undangan. Tak ada sesuatu pun yang berbeda diantara mereka berdua, selalu terlihat akur-akur saja.(3)

bersambung . . . .

Salam literasi

Tanjungpandan, 29 November 2022