Menulis hari ke-124(1922)

/

Putri Pak Jono hari ini akan diwisuda, sebagai orang tua tentu ia bangga bisa menyekolahkan anaknya dan sampai selesai. Namun di balik itu hati kecil Pak Jono merasa sedih karena dirinya orang miskin yang kayaknya tak pantas untuk duduk diantara orang tua wisudawan atau wisudawati. Ia pergi ke wisuda anaknya dengan naik sepeda bututnya dan sengaja dia menaruk sepedanya di ujung parkiran agar tak tampak oleh orang lain.

Rara mendapat peringkat terbaik di barisan lulusan wisudawati dan pada saat dia dipanggil, Rara menghampiri Ayahnya yang duduk di tempat paling pinggir karena minder. Rara sengaja mengajak ayahnya ke depan karena dipanggil rektor untuk ke depan. Awalnya Rara agak ragu mau melangkah namun seketika juga sirnalah keraguan itu. Mengapa saya mesti ragu dan malu tapi justru saya harus bangga karena ayah bisa menyekolahkan saya sampai berhasil.

Rara dan ayahnya sudah ke depan dan berbicaralah Rara tentang ayahnya yang hanya tukang kebun dan bisa menyekolahkan saya sampai berhasil. Saya persembahkan untuk ayah keberhasilan ini. Tepuk tangan riuh rendah dari hadirin. Namun, tidak dengan dosen pembimbing Rara yang ternyata menyukai Rara. Dia merasa tak mau jika Rara hanya anak tukang kebun. "Maaf ya Rara, Bapak tidak mau denganmu jika ayahmu miskin. Tadinya Bapak ingin melamarmu untuk Bapak jadikan istri." Rara merasa biasa dan dia juga tidak mau dengan orang yang hanya mementingkan harta dibanding perasaan.

//

Salam Semangat

Tandan, 4 Mei 2025