"Sudah hitungan ke lima bang Rusdi datang mohon kesediaanmu menjadi pendampingnya, berilah kepastian," bujuk Tisa sama Luna. "Apa sih kekurangan bang Rusdi di matamu?" tanya Tisa. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Luna mendengar ceramah temannya. Kamu pernah nggak lihat bang Rusdi jalan sendirian, setiap berpapasan dengan cewek, tak sekalipun lirikan cewek dibalasnya. "Ayolah Luna buka hatimu, terimalah dia!" Setengah teriak Tisa bicara sama Luna.

"Ya Allah kenapa hati ini dihantui rasa takut?" Rintih Luna. "Bantu hamba ya Allah menghilangkan trauma masa lalu," butiran air mata membasahi pipi Luna memohon pada yang Kuasa. Aku harus belajar membuka diri untuk orang lain. Banyak pasangan suami istri bahagia menjalani biduk rumah tangga nya. Rumah tangga orang tuaku pengecualiannya. Bapakku gagah kata orang pantas banyak perempuan suka.

"Luna besok kita ketemuan pukul sepuluh pagi di simpang tiga ke rumah kamu ya," pesan bang Rusdi. "Ada yang mau aku bicarakan, penting," kalimat bang Rusdi berlanjut. Pesan disampaikan lewat sepucuk surat, karena masih zaman surat - suratan. Luna menyetujuinya, pukul sepuluh kurang seperempat Luna sudah berada di simpang yang dimaksud. Pukul sebelas tak juga nongol bang Rusdi, dengan rasa kecewa Luna balik pulang.

"Luna, ini ada surat dari bang Rusdi," kata Tisa. Lama Luna terdiam setelah membaca, dan terlontar kata,"tidak jodoh". Surat diberikan sama Tisa untuk dibaca. Ternyata kalimat singkat tertulis, abang akan pergi jauh, sudah tiga jam lebih abang tunggu, Luna tidak muncul. Ternyata Luna dan bang Rusdi saling menunggu di simpang yang berbeda, karena simpang ke rumah Luna ada dua. Dasar tidak jodoh, mau diapakan lagi.