Muhammad Syafaruddin Anwar

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Impian di Bawah Rata-rata

Dalam benakku selalu bertanya “Apakah aku bisa seperti orang yang berprestasi?” Pertanyaan ini sulit aku jawab dengan keterabatasan kempuanku yang minim sekali. Kenyataannya memang aku orang yang selalu kurang walupun aku sadar manusia tidak ada yang sempurna. Bagaimanpun aku harus bisa mewujudkan ketebatasanku menjadi seseorang yang merasakan apa yang dialami oleh orang yang aku anggap melebihi dari keterbatasanku. Masa kecilku, aku tida minder bila bergaul dengan seusiaku karena masa itu aku belu tahu sisi kekuranganku, apakah fisik, penglihatan, dan pendengaranku. Siapa pun kawanku, aku anggap sama. Terkadang keisenganku saja yang membuatku bertualang dengan masa kecilku.

Beranjak remaja dalam pergaulan dan sosial, aku sudah merasakan keterbatasan itu, apakah karena ketidakpercayaan diri. Contoh saja apabila kawanku mengalami keberuntungan, aku masih belum belum beruntung seperti pada lembaran kupon berhadiah yang berbunyi “Anda belum beruntung”. Itu yang masih ada dalam pikiranku karena bagaimanapun keadaan inilah yang menghantuiku sehingga menjadi orang yang pemalu dan minder.

Allah memang adil memberikan manusia dengan kelebihannya masing-masing, ini aku percayai apabila aku dipuji oleh seseorang melihat dari keunikanku. Aku memang senang dengan dunia seni, seperti bermain gestur. Bakatku ini memang belum aku sadari namun aku merasakan tersanjung bila berada di tempat orang yang minoritas memahami duniA seni. Walaupun anggapan orang berbeda, mungkin saja orang merasa terhibur dengan penampilan bakatku yang bila kuingat hal ITU lucu dan memalukan bila diceritakan kembali.

Perjalanan mencari jati diri memang terkadang sempit bagiku walaupun dunia tidak selebar daun kelor. Ruang gerakku terbatas dengan keminderan yang kumiliki yang tanpa kusadari aku sudah menutup kebebasan berkembang terhadap diri. Orang lain memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri, aku hanya sebatas impian kosong yang macet dari merintis perjalanan untuk menggapai tujuan. Perasaan iri melihat orang yang berprestasi tidak mampu memotivasi aku untuk mencoba bertualang dengan pengalaman karena ketertutupan diriku dengan keterabatasan.

Aku memang bukan orang yang memiliki keterabasan fisik, aku terlahir normal dengan kasih sayang orang tua yang masih melindungiku. Kehidupan keluarga dari tujuh bersaudara yang masih ditanggung orang tua dengan keterbatasan gaji yang menghidupi keluarga dengan apa adanya. Hal ini tidak menutup mata kami untuk tetap bersyukur karena ada orang yang keadaaanya jauh di bawah kehidupan yang kami alami. Suasana kehidupan dengan beraneka karakter sudah sunatullah yang dijalani dengan garis tangan masing-masing. Apa pun yang terjadi, dinamika kehidupanku berdasarkan angka statistik mengalami grafik pasang surut sesuai dengan keinginanku.

Ketidakpercayaan diri menjadi ancamanku untuk menyesuaikan diri dengan dunia perkembangan. Akau merasakan, orang di sekelilingiku hanya memberikan isapan jempol tanpa memandangku sebagai orang yang punya potensi untuk dikembangkan. Situasi ini yang menjadi catatan merah yang menurunkan harga diriku sebagai manusia. Aku masih belum bisa belajar dari orang yang sukses dengan keterbatasan anggota tubuh dan kecerdasannya namun mampu untuk mamanusia dirinya menjadi orang yang lebih berharga dari pengemis di pinggir jalan. Aku memang aku yang bermimpi tanpa nyali, keterabatasan yang menghantui dalam benteng yang sulit untuk diruntuhkan. Kekurangan orang lain dapat kunilai dengan sebelah mata tapi kadang aku tidak mampu menutup kekuranganku sendiri. Apakah karena orang lain masih menganggap aku hanya sebela mata pula atau prasangka burukku saja. Bagaimana pun aku harus mencari cara meruntuhkan benteng keterbatasan untuk mengapai impian di bawah keterbatasanku.

Aku bersikukuh, keminderannku harus aku patahkan dengan mencoba melakukan sesuatu untuk percaya diri dari keterbatasan yang aku miliku. Terserah orang mengatakanku kampungan, orang awam, jelek rupa, dan kuno namun aku tetap harus melewati itu walaupun hanya dengan sedikit kemampuan yang aku miliki, aku secara pelan dan pasti melewati dari ketertinggalan anggapan sebagian orang terhadap diriku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post