M. Syafi'i Saragih, M.A

M. Syafi'i Saragih Guru di Pesantren Modern Al Barokah Kab. Simalungun dan Dosen di PT Di Simalungun Sumatera Utara. Buku yang sudah diterbitkan 1. Kon...

Selengkapnya
Navigasi Web
YAH.. KITA BELUM BERCERITA LAGI...

YAH.. KITA BELUM BERCERITA LAGI...

Kupacu sepeda motorku menembus derasnya hujan. Sesekali genangan air di jalanan memancar ke tubuhku. Bajukupun sedikit demi sedikit mulai basah. Aku memang memakai mantel, tapi tak mampu melindungi ku dari guyuran air. Air mengalir ke tubuhku menambah dinginnya hari itu. Bibir dan sekujur tubuhku mulai menggigil. Tapi aku enggan berhenti untuk sekedar berteduh.

"Bunda, ayah pulang dulu ke kampung .. jenguk ayah dan ibu, sudah lama tak berkunjung, nanti bulan depan kita pulang sama-sama", "iya yah.. " angguk isteriku tulus.

Entah kenapa, hari itu hasrat untuk bertemu dengan ayah dan ibu begitu kuat, tak seperti biasanya. Aku terbayang wajah ayah dan ibu. Mereka sudah tua. Apalagi ayah, yang umurnya jauh lebih tua dari ibu. Badannya yang dulu tegap sudah mulai bungkuk, kulitnya sudah mengendur, pipinya keriput, matanya sayu, jalannya sudah tak sekuat dulu lagi. Namun, ia selalu menolak tua. "ayah masih sanggup, tak usah ditolong, sudahlah", itulah katanya setiap kali aku hendak memapahnya atau sekedar menggandengnya kemanapun ia pergi.

Tak terasa aku sudah sampai di kota medan. Aku harus melanjutkan perjalanan yang jaraknya Lebih kurang 250 km lagi.

"Diminum kopinya, lumayan untuk menghangatkan badan", kata pak dapur dengan kopi khas buatannya", aku singgah sebentar di sebuah sekolah asrama tempat aku dulu pernah mengajar. Pak dapur, sapaan akrab pak Harno, pegawai masak di sekolah itu. "menginaplah barang satu malam, besok pagi baru berangkat lagi. Bajumu sudah basah, keringkan lah dulu", pintanya. "Insyaallah pak, Allah akan mempertemukan kita lagi". Sahutku menutup pembicaraan.

Hujan belum juga berhenti. Jalan raya penuh dengan genangan air. Sepeda motorku melaju cukup kencang. Tak kuhiraukan lagi soal keselamatan. "Aku harus cepat sampai", batinku menggelora.

Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Kulihat rumah ayahku ramai dengan kerumunan orang. Ada apa ini? Apa yang terjadi?... "Dik... Ayaaah.. ayah dik, ', jerit kakaku sambil menangis tak karuan. Kulihat ayah sudah terbaring dalam mobil siap untuk dibawa ke rumah sakit. Tanpa pikir panjang, aku langsung masuk ke dalam mobil bersama ibuku. Kupegang erat tangan ayahku, sambil berurai air mata ia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahnya kelu. Aku tak mengerti apa yang dikatakan ayah. "Yah... Aku di sini, aku di samping ayah.. aku datang yah.. ayah yang tenang ya..", aku sendiri tidak tau harus berbuat apa, yang ada perasaanku berkecamuk dan takut sekali. Aku takut kehilangan ayah. Aku masih ingin bercanda dan bercengkrama seperti dulu. Setiap sore, kami selalu duduk bersama di teras rumah sambil bercerita. Terkadang ia bertanya tentang kuliahku. Terkadang ia cerita tentang perjuangannya melawan Jepang dan Belanda. "Dor..dor.. ayah hampir saja mati. Kalau saja ayah tak lihai, ayah sudah habis", kenangnya sambil tertawa dengan kepulan asap rokok daun kesayangannya. Yah... Sudah lama kita tidak bercerita lagi. Aku ingin kau mengajariku lagi banyak hal. Tentang hidup, tentang arti bersyukur, tentang kesederhanaan, tentang zikir mengingat Allah, tentang semua yang kau impikan.

"Dok...tolong dok ayah saya, buat yang terbaik dok"...

Sudah hampir seminggu ayah dirawat di ruang ICU. Ia belum juga sadar. Setiap saat aku masuk ke ruangan untuk memastikan keadaan ayah. Walaupun terkadang aku harus memohon kepada perawat jaga. Kupegang tangan ayah, kuamati wajah tuanya yang mulai uzur. Kucium keningnya, tak terasa air mataku mengalir ke wajah ayah.. kubelai rambutnya yang sudah memutih. "Yah.... Bangunlah.. aku sudah datang melihatmu. Ayah baru saja telpon kan? Kalau ayah mau aku datang jenguk ayah?, Aku sudah di sini yah..memang aku sendiri, tapi aku janji yah, nanti aku datang membawa isteri dan Aya cucu ayah..biar ayah senang, ayah mau makan apa?, Nanti kami bawakan gulai ikan mas kesukaan ayah.."

Dalam setiap sujudku, aku selalu berdoa untuk kesembuhan ayah. Aku yakin, bahwa Allah akan mengabulkan doaku. Hingga pada satu malam.. "Ya Allah... Engkau yang maha mengetahui apa yang terbaik untuk setiap hambamu, jika Engkau akan mengambil ayahku, dan itu yang terbaik, aku ikhlas ya Allah..". Lirihku dalam heningnya malam. Aku mulai sadar, kalau keadaan ayah semakin memburuk.

Siang itu, Aku dipanggil oleh dokter ke ruangannya. Kebetulan, abang, kakak, dan adikku, mewakilkan semua urusan ayah di rumah sakit kepadaku. "Pak, ayah bapak ini kemungkinannya sangat kecil, dan sepertinya tak bisa tertolong lagi". Kupejamkan mataku, tak terasa air mata terus mengalir tak henti. Terbayang akan perpisahan panjang dengan ayah. Terbayang akan kesepian yang dalam. Tak lagi ada canda tawa ayah, tak lagi ada yang selalu membangunkanku kala subuh dulu, tak lagi ada yang mengajariku menarik bedil di ladang menembak burung, tak lagi ada yang bercerita tentang ganasnya tentara jepang, tak lagi ada yang selalu menasehatiku agar tak jadi orang sombong, tak lagi ada..... Mendengar itu, ibu juga menangis tak henti. Ibu yang selalu diayomi dan diajarkan oleh ayah tentang agama, kupeluk erat-erat. "Ikhlaskan ayahmu nak, biar ia pergi dengan tenang, ibu tau kau berat melepasnya, insyaallah kita akan bertemu lagi di sana, doakan saja ayahmu, lapang dan menjadi taman surga kuburnya nanti", perlahan ibu menyeka air mataku, sambil menciumku dan mendekap ku erat.

Inna lillahi wa Inna ilaihi Raji'un. Selamat jalan ayah... Semoga Allah meridhaimu menempatkanmu di Jannah -Nya.

Ayah..

Di tengadah tanganku

Di setiap sujudku

Di setiap munajatku

Di setiap siang dan malamku

Ku mohon ridho-NYA untukmu

Tuk kehidupan abadi yg lebih baik

Di taman-NYA

Bertemu dengan penuntun kita,

Dan sahabat-sahabatnya

Seperti dalam mimpimu

Yang kau ceritakan padaku

Ayah.. Semoga Allah meridhoimu

Allahu A'lam

Sys okt 20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerpen nan menarik, diksi nan indah. sehat dan sukses selalu buat Bapak

21 Oct
Balas

Sedih ya pak, jadi teringat sama ayah saya pak. Sukses pak

21 Oct
Balas

Kalimat pembuka yang menarik pak: Kupacu sepeda motorku menembus derasnya hujan. Sesekali genangan air di jalanan memancar ke tubuhku. Bajukupun sedikit demi sedikit mulai basah.

20 Oct
Balas

Terimakasih pak... Sukses selalu bapak sekeluarga sehat walafiat pak. Aamiin

21 Oct

keren sekali cerpennya pak. sukses selalu untuk bapak

22 Oct
Balas

Zuper duper. Sukses berkarya, Pak!

21 Oct
Balas

Cerpen yang menarik Pak, sarat akan nasehat dari seorang ayah yang penuh kata nasehat.

21 Oct
Balas

Sangat mengispirasi pak M. Syafii tulisannya, cerpen yg keren. Barokallah.

22 Oct
Balas

tulisan yang keren. ijin folow

24 Oct
Balas

Trmksh Bu. Sama sama bu

24 Oct

Luar biasa... Cerpen yang menginspirasi... Sukses selalu Pak... Salam literasi

21 Oct
Balas

Trmksh Bu. Salam literasi sukses selalu untuk ibu

21 Oct

Sangat menginspirasi pak. Mantab. Salam sukses selalu

20 Oct
Balas

Trmksh pak.. salam pak Sukadi..

20 Oct

Terima kasihMengingatkan pd ibu bapakku. Terima kasih

23 Oct
Balas

Trmksh sama sama pak kholis

24 Oct



search

New Post