syaiful bahri

Saya seorang guru di SMP Negeri 6 Rejang Lebong yang pernah mendirikan sanggar Seni teater di Bengkulu "Teater Kito Bengkulu" sebagai menikmat seni betapa senan...

Selengkapnya
Navigasi Web
LINTAS SUMATRA

LINTAS SUMATRA

#tantangan hari ke-42

#tantangan gurusiana

sebagai anak baru dikelas aku sering diperlakukan tidak sewajarnya. Aku yang memiliki perawakan kurus, kecil dan sedikit kampungan. Kedua orang tuaku sudah lama meninggal sekitar dua tahun yang lalu. Tak adalagi untuk pijakanku untuk melanjutkan pendidikanku. Di tengah kegalauan meuncul sesosok paman adik dari bapak dari kota, mengajak aku untuk sekolah dikota. Sekolah yang menurutku sekolah yang bagus. Dan yang aku dengar sekolah yang aku menimba ilmu ini adalah salah satu sekolah paporit.

Pada saat menempuh pendidikan, kejadian demi kejadian aku terima, tanpa aku bisa untuk melawan apalagi melaporkan kepada guru, tidak berani. Pernah melapor ketika baju olahraga hilang. Padahal aku letakan didalam tasku. Aku tahu orangnya, Perdi. Anak salah seorang pejabat yang terpandang dikota tempat tinggalku. Namun apa lajur, setelah aku laporkan. Geng Perdi dan teman-temannya mendapat hukuman dari guru piket. Dari kejauhan aku lihat Perdi dengan lima orang temannya dengan kaki diangkat dan tangannya diletakkan dikepala sikap hormat kepada bendera. Aku tahu ada sorot mata dendam disanah ketika tidak sengaja matanya beradu pandang denganku walau jarak agak berjauhan. Semenjak kejadian itu, bertubi-tubi kelakuannya padaku. Dari dikunci didalam WC sekolah, mengempiskan ban sepeda ontelku hingga tasku beberapakali diletakan diatas atap dan banyak lagi. akupun tak dapat aku menghitung kesekian kalinya. Teman-temanku yang tahu tak dapat untuk menolong, mereka takut atas ancaman gengnya.

Sepuluh tahun berlalu kejadian yang menimpa diriku, Perdi yang merupakan anak pejabat kini kulihat wajahnya tetap tak bersahabat. Dengan handuk kecil yang setia dilehernya, diwajahnya tampak lusuh. Tampak baju seragam jarang diganti, dekil dan kusam. Aku tahu itu merupakan tetesan minyak oli bercampur debu yang dibiarkan. Tak ada senyum sedikitpun menghias bibirnya. Sepuluh tahun berlalu tidak ada perubahan Begitupun sikapku padannya. Ketika aku dekat dengannya. Tetap saja nada perintah yang sering aku dengar dulu keluar dari mulutnya yang kuning sisa-sisa bekas asap rokok dan kopi. Aku tidak bisa menolak dengan perintahnya. Ketika ia memerintahkan para penumpang untuk naik kembali ke dalam Bus. Penumpang dengan cepat masuk kedalam bis. Sebagai kenek akupun dengan sigap mengatur para penumpang. Bus melaju perlahan menuju terminal simpang nangka, Rejang Lebong. Dengan hisapan terakhir dibuangnya sisa surya dari jendela sopir. Perdi dengan cekatan membawa bus menuju terminal dengan santai .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mengerikan perundungan yang tetap ada di sekolah walaupun sudah diingatkan pihak sekolah jangan sampai terjadi. Ceritanya mantul.. Salam. Literasi

06 Jun
Balas

Makaaih bu...itulah...

06 Jun

Wah mantap pak,terus berkarya,ditunggu tulisan selanjutnya,jangan lupa follow akun saya

06 Jun
Balas

Makasih mas

06 Jun



search

New Post