Syaputra Irwan

Guru Kimia ingin menjadi penulis......

Selengkapnya
Navigasi Web
Dear #Bidadarikedelapan

Dear #Bidadarikedelapan

Pemilihan umum hampir tiba, tinggal menghitung hari, mulai dari pemilihan calon legislatif kota/kabupaten, calon legislatif provinsi, calon legislatif pusat, calon dewan perwakilan daerah, hingga calon presiden. Dan tambahan ditempat saya adalah calon kepala desa.

Dan seperti biasa, pemilu itu bagaikan hari pekan, hari pasar, dalam bahasa gaul kampung saya "hari balai". Hari balai adalah hari dimana pasar lebih ramai daripada biasanya. Ditempat saya hari balai itu adanya cuma satu hari dalam satu minggu, makannya dinamakan hari pekan.

Pada hari itu, warga berdatangan dari berbagai sudut kampung, belanja kebutuhan untuk satu minggu, apa yang di perjualbelikan? Ya.. macam-macam. Mulai dari sayur mayur hingga pecah belah. Pakaian juga ada. Makanan lebih banyak lagi. Buah-buahan "dihoyak" jika lagi musimnya.

Ditempat saya, karena hari balai dilaksanakan hari senin. Makanya dinamakan balai sinayan..Lho kok balai sinayan? Bukan balai senin?

Ya.. senin itu berasal dari kata bahasa arab, isnain, teman-teman yang belajar bahasa arab pasti paham bagaimana pelafalannya. Nah dikampungku itu bahasanya mengalami sedikit pergeseran pelafalan, isnain menjadi senayan, tak mengapa kami paham kok artinya.

Malah ada yang lebih jauh pergeserannya, hari Ahad dilafalkan menjadi Akaik. (Akad). Entah kenapa jauh perubahannya. Mungkin karena hari ahad itu banyak terjadi perjanjian (akad) ya.. yah termasuk akad nikah hehehe... (mungkin saja..)

Saya terkadang tertarik juga meneliti perubahan bahasa dalam pemakaian sehari-hari masyarakat. Tapi... mmmm... nanti sajalah.. kalau ada yang sponsor.

Kembali ke hari balai. Dulunya dikampungku itu balainya rame sekali, pertama disini terjadinya pertemuan antara orang darat dan orang laut. Eh.. apa pula tu..? Orang darat tu masyarakat yang hidup didarat, orang laut masyarakat yang hidup dilaut. Heeh mang ada yang hidup dilaut? Bukannya manusia itu hidup didarat..?

Ah.. nanti sajalah saya ceritakan tentang orang laut dan orang darat ni. Plus dengan rcerita romantisnya bagaimana garam dilaut, asam digunung bertemunya di kurai taji.

Oh ya kembali ke balai sinayan. Tahu nggak kalian bahwa bahwa gedung senayan atau balai senayan yang ada dijarkarta itu berasal dari kampung ku, karena balai sinayan tu terjadinya pertemuan seluruh orang, maka terinspirasilah arsitek gedung senanyan tu manamakan gedung senayan alias balai senayan.

Gak percaya? Coba deh kira-kira ada gak istilah senayan di jarkarta ditempat lain. Paling yang dekat hanyalah stasiun senen. Bukan stasiun senayan. Iya kan..(Sebenarnya sih saya ngarang saja, cocoklogi) tapi kalau kalian percaya gak juga salah. Hehehe..

Balai senayan dijakarta dan dikampungku itu hampir mirip. Kalau dikampungku terjadi transaksi jual beli, tawar menwar harga sudah biasa. Kalau tak laku boleh diobral. Saya masih ingat kala masih ingusan. (Sekarang masih ingusan kalau lagi flu). Kalau menjelang sore semua penjual banting harga, diobral. Dan ini kesempatan mak-mak untuk mendapatkan harga murah.

"Tigo saribu, tigo saribu" penjual kolor semangat mengebu-ngebu.

"Bali-bali lah heii.. kami ka tutuik lai.. capek lah-capelak.. " sorak etek-etek bersarung batik.

Dan biasanya mereka sahut-sahutan. Kadang terkesan perang kata... tapi hanya sebatas itu, lepas tu mereka duduk minum kopi atau teh, tertawa lepas sambil menghitung laba.

Persis sama di balai senayan sana. Transaksi jual beli terjadi, hanya saja lebih halus, smooth. Namun nilainya sungguh luar biasa. Saya hanya mengira-ngira saja, pulau mana yang akan duluan habis terjual.

#Bidadarikedelapan

Sebentar lagi pemilu, para calon legislatif mulai menjual diri, eitss bukan dalam negatif lho, nanti saya disomasi oleh teman-teman saya yang menjadi calon legislatif. Tapi jujur saya bingung menentukan pilihan saya. Yang mencalon itu banyakan saudara saya. Ada jalan kakak, mamak, ungku, apak, ande, uni, una, uno.. eit.. uno itu Cawapress ya.. haha..

Maksud saya, semua yang mencalon itu memiliki kelebihan dan tentu saja kekurangan. Nah pandai-pandai merekalah bagaimana menjual kelebihan itu. Kalau kekurangan, rasanya tak perlu dipertontonkan.

Sama seperti jual beli di balai sinayan kampungku ini. Ba a kok taruang ko panjang bana, ba kok antimun ko bungkuak-bungkuak. Nan dek urang manjua tentu bagaimana memikat pembali, bahkan beli terong gratis mentimun bungkuk..

Eit.. jauh sekali analoginya ya..

Analogi sederhana mungkin seperti pemilihan miss-miss yang diadakan di tipi-tipi itu ya, yang mempertontonkan seluruh badannya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, dari pakai gaun hingga cuma ****** (sensor). Nah begitu juga pula dengan calon legislatif, mesti memperlihatkan kelebihan-kelebihan bahkan sampai ke dalaman.

Ah.. jadi ngawur...

Halah. Pokoknya, jadi calon legislatif tu mesti pandai menjual diri untuk dipilih lah...

Misalnya.. Ayo pilih saya, Syaputra Irwan, calon legislatif kota impian. Kabupaten/kota khayalan provinsi fantasi negara mimpi..

Pilihlah aku...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post