Syeha Ramadan

SYEHA RAMADAN, Guru MTsN 5 Jombang. Loyalitas, tekad dan dedikasi terhadap amanah yang penuh tanggung jawab untuk mencerdaskan anak bangsa menjadi tujuan sebaga...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hayoo...corat coret lagi

Hayoo...corat coret lagi

"Hayoo...corat-coret lagi!"celetuk ayah. Dengan wajah ketakutan aku bergegas pergi dan membuang pensil warna yang kupakai untuk menggambar ditembok rumah. Larangan itu selalu membuyarkan ide dan kreatifitasku. Ide itu selalu muncul ketika aku melihat akan sesuatu, maka tak lagi hiraukan dimana aku harus menuangkannya. Bahkan dibuku pelajaran sekalipun aku tak lagi mampu menahannya. "Apa-apaan ini?kau akan jadi apa nanti?" Sambil merobek-robek kertas gambarku, teriakan ayah melengking ditelingaku. Karena menurut ayah profesi apa yang aku capai kelak jika aku hanya hobi menggambar, mimpi ayah aku jadi guru yang mengabdikan diri untuk negara. Sementara menggambar bukanlah sebuah profesi. Semenjak itu aku urungkan niat menjadi orang yang dihargai karna karyaku dan mengubur ide kreatifitasku karena ingin membanggakan kedua orang tuaku dengan menjadi abdi negara.

Terngiang akan kisahku dulu, aku tak mau lagi perlakukan anak-anakku sekarang seperti orang tuaku memperlakukanku. Jaman kita sudah berbeda. Betapa sakitnya saat karyaku tercabik-cabik karena gerangnya tangan orang tuaku merobek karyaku. Ternyata kisah itu bukan hanya aku yang mengalami, tetapi juga suamiku. Bahkan lebih sadis lagi setiap ide pikiran suamikupun mati karena kegerangan bapaknya dahulu. Semenjak itu tak lagi menorehkan karya diatas kertas. Tapi saat ini justru kita memenuhi kebutuhan sehari-hari dari kerjaan suamiku, ide dan imaginasi dia menorehkan sebuah karya yang dulunya sangat dilarang oleh orang tuanya. Rejeki adalah rahasia Allah, belum tentu sekolah tinggi dan jurusan yang kita ambil pada saat kuliah menjadi patokan bidang kerja kita saat ini.

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." pepatah mengatakan. Pada masanya anakku mulai suka corat-coret di dinding. Terlepas dari pengawasan kami dinding di rumah kami penuh dengan coretan anakku. Kami hanya berusaha menahan untuk tidak memarahinya. Karena masih terngiang larangan orang tua kami. Menahan untuk tidak marah karena tidak ingin mematikan idenya. Setiap apapun yang anakku lihat dia gambar ditembok. Walaupun menurut kami hanya coretan benang kusut, tapi dia punya cerita dari gambarnya. Semenjak itu kami selalu memantau perkembangan dalam kualitas menggambarnya. Kami berikan kertas-kertas bekas yang tak lagi dipakai dan pensil-pensil warna untuk menambah kreatifitasnya dan mengexplore imaginasinya.

"Bunda aku mau gambar",kata anakku. "Mau gambar apa nak?, tanyaku. "Mau gambar robot"sambil lompat-lompat kegirangan dia mendorongku dengan maksud minta tolong untuk diambilkan kertas sama pensil warna diatas lemari. Dengan senang hati aku turuti kemauannya dan tanpa menunggu lama untuk berpikir dia langsung memenuhi kertas kosong dengan gambar yang hampir membentuk sesuatu. Karena penasaran sembari mengamati apa yang dia gambar, aku berbincang dengannya. "Gambar apaan mas?",tanyaku. "Gambar robot buat ngusir kecoa sama kaki seribu bunda,"sambil tak hiraukan perbincangan kami, dia tetap semangat menggambar. Tanyaku lagi, "Robot yang bisa nyapu sama ngepel ada gak mas?". Terpaku melihatku sejenak, kemudian mengganti kertas yang sudah penuh gambar dengan kertas kosong. "Ini bun, mas bikinin robot buat bantuin bunda, robotnya gede."celetuknya sambil antusias menyelesaikan gambarnya. Dengan berkaca-kaca aku hanya bisa berdoa dalam hati, semoga mimpimu kelak tercapai nak, raihlah mimpimu dari hobimu ini, kesuksesan dimulai dari sebuah mimpi.

Dan semakin beranjak tumbuh besar sekarang ini, hobi corat-coretnya semakin menjadi. Apapun yang dia lihat dari tontonan video you tube menjadi inspirasi dia. Semakin variasi gambar yang dia buat dan semakin detail dari setiap goresannya. Yang menjadi takjub bagi kami adalah dia tak hanya gambar tapi dia bisa bercerita dari gambarnya. Kebiasaan dia menjadi inspirasi bagi adeknya. Lagi-lagi kami harus menahan rasa marah dan emosi jikalau adeknya menggambar di tembok karena sekarang rumah yang kami tempati bukanlah rumah sendiri. Dimasa mas nya sudah mulai bisa diatur tetapi sekarang masa yang sudah berlalu terulang kembali. Ketegasan kami semakin menjadi ketika adeknya mulai mencorat-coret dinding rumah orang tuaku. Baru satu bulan tinggal disitu, tetapi seperti berbulan-bulan karena dinding kamar tak lagi seperti kala pertama kami datang. Dilema menghantui diri kami karena ulah anak-anak kami, rumah orang tua kami menjadi tak karuan. Akan terulang kembali kejadian yang dulu saat aku kecil karena ketegasan orang tuaku yang tak suka rumahnya kotor karena coretanku. Ketakutan itu menggelayuti pikiranku dikala anakku mulai mencoreti dinding rumah orang tuaku. Sedikit demi sedikit pengertian dan aturan aku berlakukan untuk anakku dimana mereka harus mencorat-coret. Disisi lain kami tak mau membekukan imaginasinya dalam berkarya yang bermakna. Demi karyamu, kami mampu menahan keegoisan kami.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post