Pembelajaran Peserta didik Berkebutuhan Khusus
MATERI 3
KEBUTUHAN PEMBELAJARAN PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS
1. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Sensorik
a. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)
Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan penglihatan
yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf Braille bagi
yang hambatan penglihatan total. Bagi yang masih memiliki sisa
penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media
yang dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu, diperlukan
latihan Orientasi dan Mobilitas (OM) yang penerapannya bukan hanya di
sekolah, melainkan dapat diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya.
Seseorang dikatakan hambatan penglihatan total atau buta total (totally
blind) jika mengalami hambatan visual yang sangat berat sampai tidak
dapat melihat sama sekali. Penyandang buta total mempergunakan
kemampuan perabaan dan pendengaran sebagai saluran utama dalam
belajar. Orang seperti ini biasanya mempergunakan huruf Braille sebagai
media membaca dan memerlukan latihan orientasi dan mobilitas.
Hambatan penglihatanan akan berdampak dalam kemampuan kognitif,
kemampuan akademis, sosial emosional, perilaku, perkembangan bahasa,
perkembangan motorik, orientasi dan mobilitas.
b. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)
Seperti sudah dikemukan sebelumnya, peserta didik yang mengalami
hambatan pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD), tetapi walaupun
telah diberikan pertolongan dengan ABD, mereka masih tetap memerlukan
layanan pendidikan khusus karena gangguan pendengaran berdampak pada
aspek-aspek di bawah ini.
a. Aspek Motorik
Anak tunarungu yang tidak memiliki hambatan lain dapat mencapai tugas-
tugas perkembangan motorik (early major motor milestones), seperti duduk,
merangkak, berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang
terjadi pada anak yang mendengar (Preisler, 1995, dalam Alimin, 2007).
Namun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang
mengalami hambatan pendengaran memiliki kesulitan dalam hal
kesimbangan dan koordinasi gerak umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas
yang memerlukan kecepatan serta gerakan-gerakan yang kompleks.
b. Aspek bicara dan bahasa
Keterampilan berbicara dan bahasa merupakan bidang perkembangan yang
paling banyak dipengaruhi oleh peserta didik hambatan pendengaran.
Khususnya anak-anak yang mengalami hambatan pendengaran dibawa sejak
lahir. Menurut Rahardja (2006) bagi individu yang congenital atau berat,
suara yang keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan menggunakan
alat bantu dengar.
Individu ini tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka
sebaiknya belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh individu dengan
hambatan pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti, karena
mereka mengalami kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas
suara, dan tekanan suara.
Kebutuhan pembelajaran peserta didik hambatan pendengaran menurut
Gunawan (2011) secara umum tidak berbeda dengan anak pada umumnya.
Akan tetapi, mereka memerlukan perhatian dalam kegiatan pembelajaran
antara lain:
1) Tidak mengajak anak untuk berbicara dengan cara membelakanginya.
2) Anak hendaknya didudukkan paling depan, sehingga memiliki peluang
untuk mudah membaca bibir guru.
3) Perhatikan postur anak yang sering memiringkan kepala untuk
mendengarkan.
4) Dorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, bicaralah dengan
anak dengan posisi berhadapan dan bila memungkinkan kepala guru
sejajar dengan kepala anak.
5) Guru bicara dengan volume biasa tetapi dengan gerakan bibirnya yang
harus jelas.
2. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Mental Kognitif
a. Anak dengan Hambatan Intelektual (Tunagrahita)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak
secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan di mana mereka berada. Secara umum kebutuhan
pembelajaran anak anak mengalami hambatan intelektual adalah sebagai
berikut.
1) Perbedaan anak mengalami hambatan intelektual dengan anak normal
dalam proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau
karakteristik belajarnya.
2) Perbedaan karakteristik belajar anak anak mengalami hambatan
intelektual dengan anak sebayanya, anak anak mengalami hambatan
intelektual mengalami masalah dalam hal yaitu:
a) Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah
b) Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c) Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.
3. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Fisik
a. Anak dengan Hambatan Gerak Anggota Tubuh (Tunadaksa)
Pendidikan bagi peserta didik anak mengalami hambatan intelektual
seharusnya ditujukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak
secara optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan di mana mereka berada. Secara umum kebutuhan
pembelajaran anak anak mengalami hambatan intelektual adalah sebagai
berikut.
1) Perbedaan anak mengalami hambatan intelektual dengan anak normal
dalam proses belajar adalah terletak pada hambatan dan masalah atau
karakteristik belajarnya.
2) Perbedaan karakteristik belajar anak anak mengalami hambatan
intelektual dengan anak sebayanya, anak anak mengalami hambatan
intelektual mengalami masalah dalam hal yaitu:
a) Tingkat kemahirannya dalam memecahkan masalah
b) Melakukan generalisasi dan mentransfer sesuatu yang baru
c) Minat dan perhatian terhadap penyelesaian tugas.
4. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Lainnya
a. Kebutuhan Pembelajaran Anak dengan Hambatan Perilaku dan
Emosi
Kebutuhan pembelajaran bagi anak hambatan perilaku dan emosi yang harus
diperhatikan oleh guru antara lain adalah:
1) Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang
beresiko mengalami gangguan emosi dan perilaku.
2) Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk
mengontrol tingkah laku target dan menjaga atensi dalam pembelajaran.
3) Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, dan terampil dalam
problem solving dan mengatasi konflik.
4) Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara
individual dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan
tingkat perilaku.
5) Mengintegrasikan proses belajar mengajar (akademik), pendidikan
afektif, dan manajemen perilaku baik secara individual maupun
kelompok.
6) Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dan
problematik pada siswa secara individual.
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar