Taufiku

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Apa Kabar Kelamin?

Apa Kabar Kelamin?

Terlambat setengah jam dari jadwal yang tertera di undangan ketika saya menjejakkan kaki di Dapur Kultur. Ruangan yang dindingnya banyak gambar tokoh pejuang itu telah dipenuhi peserta bincang buku. Hampir tidak ada kursi kosong. Di deretan depan, tak jauh dari kursi yang diduduki Mas Herianto, penulis buku yang akan dibedah, tersisa satu kursi kosong. Di kursi itulah saya duduk.

Acara ruang tamu yang digagas komunitas membaca Tore Maos sore itu membedah buku Bibir Merah Dari Alhambra (BMDA). Saya mendapatkan buku bersampul putih dengan gambar bibir merah merekah ini seminggu sebelumnya dari penulisnya.

Seorang gadis tanggung duduk di depan peserta sedang bernyanyi. Ia memakai kerudung dan celana berwarna hitam. Bajunya berwarna merah seperti merah warna tulisan di sampul buku yang hendak dibincangkan. Ada motif bunga di kedua lengan bajunya. Sesekali ia tersenyum kepada orang-oranng di depannya, tetap sambil bernyanyi. Santai sekali, seperti menikmati lagu yang dilantunkannya. Sesekali pula tangannya menyentuh layar hape yang dipegangnya. Mungkin membaca lirik yang tidak begitu dihafal atau entahlah saya tak tahu apa yang dilihatnya.

Di samping kanan gadis, duduk remaja laki-laki berkacamata. Di pangkuan lelaki berkaos hitam itu ada gitar berwarna cokelat yang dari tadi tak berhenti mengeluarkan bunyi. Di atas paha kirinya yang dibungkus celana hatam, ada hape yang layarnya menyala. Pandangan remaja itu tak lepas dari hape. Mungkin melihat kunci nada lagu yang dimainkannya.

Satu lagi lelaki yang duduk di hadapan peserta. Di depan memang ada tiga kursi dan satu meja, tetapi yang seorang ini tidak di kursi. Ia duduk di kotak kayu yang dipukulnya dari tadi. Pukulannya berirama, rancak dengan suara gitar dan lagu yang dinyanyikan gadis.

Setelah saya mendengar dua lagu dinyanyikan, tiga anak muda itu berpindah tempat ke deretan kursi di belakang. Tiga kursi di depan diganti S.Herianto, pria bersandang tas, dan seorang perempuan yang kedua orang itu saya tak mengenalnya. Perempuan duduk di kursi kanan, Herianto di kursi tengah, dan lelaki itu di kursi sebelah kiri.

Perempuan yang saya sebut tadi rupanya menjadi moderator dalam perbincangan itu. Ia mulai memperkenalkan dua lelaki yang duduk di sebelahnya kepada peserta. S.Herianto penulis BMDA sehari-hari mengajar di SDN Pangarangan III. BMDA adalah buku solonya yang kelima.

Pria di samping Herianto adalah guru SMA I Sumenep. Namanya Hidayat Raharja. Ia penyair Sumenep yang sore itu akan membedah buku BMDA.

Hidayat memulai analisisnya dengan menyayangkan kedataran konflik di cerpen pembuka. Ya, BMDA merupakan antologi cerpen. Judul cerpen pembuka sekaligus menjadi judul buku ini.

Yang sangat menarik menurut guru biologi ini, justru cerpen terakhir dengan judul Apa Kabar Kelamin. Cerpen ini mengisahkan seseorang yang kehilangan telinga kanannya. Tak adanya dau telinga sebelah ini menyebabkan ia selalu mendengar kata kelamin dalam setiap pembicaraan. Kisah ini sangat aktual dengan kondisi kekinian saat masyarakat tidak banyak yang mempergunakan telinganya. Mereka lebih banyak menggunakan mulutnya hingga banyak bicara dan berebut bicara.

Genetika spritual yang dikandung buku ini ada dalam cerpen Tuhan Mengapa Aku Dimasukkan ke Surga? Badrul menolak masuk ke surga karena merasa tidak pernah berbuat kebaikan. Ia mengajak Tuhan berdialog. Cerpen ini syarat pesan moral dan spritual.

Puisi Maut dan Tuhan Aku Lelah adalah dua cerpen diantara cerpen lainnya yang dikupas di sore itu. Moderator yang turut berkisah pengalamannya saat membaca buku ini dihantui kecemasan. Bayang kematian mengancam dirinya hingga ia melompati cerpen yang memuat puisi berbahasa benua Afrika. Cerpen setelahnya bertutur tentang kemanusian.

Berbeda dengan Hidayat, Juwairiyah, sastrawan muda Sumenep yang hadir dalam perbincangan kala itu justru menemukan prospek gemilang dalam cerpen BMDA. Cerpen roman ini akan diburu kaum remaja bila dipublikasikan di media dengan segmen remaja.

Setiap karya punya takdir masing-masasing. Entah seperti apa takdir selanjutnya. Yang pasti buku ini sekarang telah ditakdirkan lahir dan saya turut berbahagia dengan kelahirannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mohon maaf Pak Heryanto pengennya juga ngopi bareng, saling mengenal diantara sesama Group, namun apalah daya saat itu tiada sempat atas nama waktu. Semoga besok hari ada acara kopdar dalam kerangka saling mengenal satu sama lain sekaligus lebih mengeksiskan grup kita setelah buku tua rawuh dari Cina Selamat dan sukses selalu atas bedah buku antologi cerpen BMDA ini

06 Mar
Balas



search

New Post