Nek Suri dan Bu Patmi merasa salut dengan semangat Untung untuk bersekolah. Mereka berdua berencana akan mengantar Untung ke sekolah. Pagi itu, Bu Patmi memasakkan nasi goreng dan telur mata sapi kesukaan Untung. Usai serapan, ketiganya pergi ke sekolah dengan menumpang becak tetangga.

Tepat pukul tujuh pagi mereka bertiga sudah tiba di sekolah. Terlihat beberapa siswa yang sedang piket sibuk membersihkan halaman sekolah. Seorang Satpam bertubuh tinggi besar tampak berdiri dan sesekali mengatur arus lalu lintas di depan gerbang sekolah. Segera Bu Patmi meminta izin dan menanyakan keberadaan kepala sekolah kepada Satpam tersebut. Setelah mendapat informasi yang cukup, Bu Patmi mengajak Untung dan Nek Suri memasuki gerbang untuk kemudian menemui kepala sekolah. Bu Nora dan Anhar ternyata sudah lebih dahulu berada di ruangan kepala sekolah. Usai menemani Untung menemui Kepala Sekolah, Bu Patmi dan Nek Suri pamit pulang dan meninggalkan Untung di sekolah.

Untung dan Anhar secara bersama-sama mengikuti upacara bendera untuk pertama kali di sekolah tersebut. Setelah upacara berakhir, Kepala Sekolah kemudian mengajak Untung dan Anhar untuk masuk ke kelas masing-masing. Anhar di kelas 4 sedangkan Untung di kelas 5. Saat itulah Untung diminta oleh Kepala Sekolah dan Wali Kelas untuk memperkenalkan diri. Hanya tiga kalimat yang Untung ucapkan.

“Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh. Nama Saya Untung. Saya tinggal di Sibuaya.”

Setelah itu mulutnya berhenti berbicara. Terlihat Untung menyimpan sedikit perasaan malu di hadapan teman-teman barunya itu. Secara fisik memang jelas terlihat perbedaan antara Untung dengan para siswa yang ada di kelas tersebut. Namun bagi Untung hal itu bukan masalah, karena yang terpenting baginya adalah Ia dapat bersekolah lagi dan melanjutkan mimpinya untuk menjadi arsitek.

BERSAMBUNG....