Temy Yulianti

Saya adalah guru geografi yang mencoba menyelami samudra ilmu tak bertepi....., agar generasi bangsa ini tak sekedar memahami literasi, namun bisa menjadi layak...

Selengkapnya
Navigasi Web
Suku Wana, Sebuah Potret Kesenjangan

Suku Wana, Sebuah Potret Kesenjangan

#Tantangan Hari ke-12

Berbicara tentang internet untuk pendidikan memang sangat menyenangkan. Internet membuat pembelajaran lebih mudah baik untuk guru apalagi untuk siswa. Banyak sekali tulisan di gurusiana yang membahas tentang internet untuk pendidikan karena memang dari CEO nya, para gurusianer ditantang untuk menulis tentang peran internet dalam pendidikan. Saya pun ikutan menulis berdasarkan pengalaman saya mengaplikasikan internet dalam proses pembelajaran di kelas.

Sore ini, saat akan menulis di gurusiana, seperti biasa saya tidak langsung mulai membuka laptop. Saya malah membuka timeline instagram yang sejak pagi belum dibuka karena membereskan rumah yang sebenar nya tak pernah beres.

Di timeline, saya melihat video tentang salah satu suku terasing di Indonesia. Nama nya suku Wana. Saya belum pernah mendengar dan membaca tetang suku ini.

Saya mencari di website tentang suku tersebut. Hasil pencarian menunjukan bahwa suku Wana berada di kawasan pedalaman Provinsi Sulawesi Tengah bagian Timur. Dusun Ratobae, yang saat saya mengetikan di google map, lokasi

tersebut tidak ditemukan. Berarti terpencil sekali.

Dalam video tersebut diberitakan bahwa relawan harus menempuh perjalanan dua jam untuk mencapai tempat tersebut. Bahkan saat saya searching di youtube, ada sekelompok relawan yang hampir 8 jam menempuh perjalanan melewati hutan dan sungai untuk sampai di lokasi ini. Mereka tinggal di kaki gunung, di pedalaman di hutan Tokala.

Tidak ada akses transportasi apa pun untuk menuju ke salah satu dusun terjauh. Bahkan mereka melalui empat buah sungai yang cukup deras untuk sampai ke dusun tersebut. Setelah melewati perjalanan yang begitu melelahkan, sang presenter dengan kondisi badan yang terendam hampir setengah nya di dalam sungai mengatakan,”Kita sudah 73 tahun merdeka, namun beginilah potret kehidupan di sini, jangankan mengharapkan jembatan, untuk mendapatkan tali saja tidak ada.” Sedih banget melihat nya. Untuk lebih lengkap silakan tonton di link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=JAYpAJIvFw4

Saya langsung teringat artikel yang saya tulis kemarin tentang internet untuk pendidikan. Tetiba saya langsung hopeless. Bukan, bukan karena saya putus asa. Namun lebih kepada sebuah perenungan tentang betapa jauh kesenjangan antara kita yang tinggal di kota dengan mereka yang tinggal di pedalaman sana.

Padahal kita sama-sama tinggal di bumi Indonesia. Kita sama-sama sudah merdeka. Pancasila kita mengamanahkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat melihat video tadi, batin saya meringis. Jangankan internet untuk pendidikan, perjuangan untuk kehidupan sehari-hari saja, sudah sedemikian rupa.

Entah apalagi yang akan saya tuliskan. Saya hanya teringat tentang sebuah kalimat menarik yang ditulis oleh Michael Todaro dalam buku nya yang berjudul Ekonomi Pembangunan. Hasil dari perjalanan penulis buku tersebut ke berbagai negara memberikan kesimpulan bahwa 80% kekayaan bumi dinikmati oleh hanya 20% penduduk. Sedangkan 20% kekayaan bumi diperebutkan oleh 80% penduduk.

Apakah fenomena ini masuk teori tersebut? Atau bahkan mungkin masih banyak kisah sedih di nusantara ini, yang ternyata kehidupan nya masih sangat memprihatinkan. Jauh dari revolusi 4.0. Saya ingin melanjutkan menulis, namun dada saya semakin sesak. Tak sanggup untuk meneruskan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

iya bu.....sedih banget ya ......bingung juga, akhir nya memutuskan untuk melakukan apa yang kita bisa untuk negeri ini

27 Jan
Balas

Keren tem. Jadi nambah wawasan.. ini geo bamget yg dikau tulisn

26 Jan
Balas

he....he......geografi budaya ya

27 Jan

benar juga apa yg ibu tulis, karena suami saya ,yang sering bertugas didaerah daerah pedalaman jg mengatakan hal yang sama, harus ada yang dilakukan untuk saudarasaudara kita yg didaerah , mereka itu hidup jauh dari kata layak, seperti kita, jangan kan internet, penrangan aja masih langka, mereka lsitrik pun dijatah hanya brp jam tiap hari , belum lagi jalanan yg sukar diakses dan banyak hal lain nya

26 Jan
Balas



search

New Post