Tety Aprilia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

OBROLAN SIANG DARI GUDEG HINGGA LITERASI

OBROLAN SIANG DARI GUDEG HINGGA LITERASI

Siang yang terik dan keriangan anak-anak di di lapangan sekolah mengiringi langkahku menuju sebuah deretan kedai kuliner. Hasrat hatiku tertuju pada sebuah gerobak yang berada paling pojok sebelah kiri dengan menu andalannya sayur gudeg.

Senyum manis seorang Ibu menyambutku, raut wajahnya mengisyaratkan sudah banyak asam garam kehidupan yang menghampirinya . Entah mengapa setiap perjumpaan dengan beliau, ada rasa yang menggelitik ingin berbicang dengannya. Baru siang ini kesempatan itu datang.

Setelah memesan makan siang, kududuk di kursi dekat gerobak etalase makanan. Saat itu selain aku ada 3 orang lainnya yang duduk dan menyantap seporsi gudeg sambil asyik berbicang. Sesekali terdengar ada tawa menyelingi obrolan mereka. ibu penjual sayur gudeg itu menghampiriku dan menawari buah coklat, ibu itu bercerita sengaja menanam pohon coklat di pengarangan rumahnya agar anak-anak di sekitar rumahnya mengetahui bentuk pohon coklat. Baru kali ini kulihat buah coklat. Aku tersenyum dan berusaha menolak tawaran tadi dengan halus. Ibu penjual gudeg kembali tersenyum dan menawari tambahan minum ketika melihat air minum dihadapanku sudah tinggal sepertiganya lagi. Aku berinisiatif mengambil sendiri air minum yang berada di samping kiri meja. Aku tergelitik untuk mengajak mengobrol ibu tersebut.

Perbincangan dimulai dari pertanyaanku tentang sayur Gudeg. Ibu penjual gudeg duduk dihadapnku. Aku bertanya apakah ibu tersebut berasal dari Jogja?. Di luar dugaanku ternyata ibu penjual gudeg yang bernama Ibu Titin tersebut bukan berasal dari Jogja. Ibu Titin tulen berasal dari priyangan. Kesenangannya akan sayur gudeg membawanya menjelajah tempat penjual gudeg di setiap sudut kota Bandung. Bu Titin bercerita gudeg yang paling enak menurutnya itu ada di Jalan Alkateri . Cihapit dan beberapa tempat yang saya lupa pun pernah disinggahinya sedari kecil bersama orang tuanya.

Setelah mendengar Jalan Alkateri, hasrat ingin lebih mengenal jalan tersebut menghentikan suapan nasiku. Rasa penasaran akan keberadaan kampung arab tempo dulu di Jalan Alkateri dan gang Aljabri kurang terjawab oleh ibu Titin . Ah..sudahlah mungkin ada hal lain yang bisa menarik untuk jadi bahan perbicangan. Segelas teh hangat kuteguk perlahan. Giliran Bu Titin bertanya tentang aktivitas keseharianku. Tiba – tiba sorot matanya berbinar - binar setelah mendengar aktivitasku di sekolah yang bergelut dengan buku karena aku seorang pustakawan sekolah. Pandangannya menerawang , seperti kembali mengingat-ingat memori yang indah. Tiba-tiba meluncur dari bibir manisnya yang sehingga kerutan di matanya lebih Nampak. Beliau mengatakan dari buku, kota Malang, Jakarta Timur, Bekasi dapat disinggahinya.

Kusimak kata demi kata yang teruntai penuh kesantunan dari Bu Titin. Beliau mengatakan karena hobinya menulis , dia mempunyai banyak kenangan indah. Kaget juga kumendengar Bu Titin adalah penulis. Dari ceritanya , akhirnya kuketahui bahwa beliau adalah pensiunan seorang guru bahasa Indonesia di salah – satu sekolah menengah pertama di Kota Bandung. Bu Titin ternyata penulis buku pelajaran dan bukunya telah diterbitkan oleh salah satu penerbit. Pada saat bedah buku itulah beberapa kota pernah disinggahinya.

Hobinya menulis puisi acapkali membuat beliau diundang menjadi salah satu juri dalam kejuaraan membaca puisi di Kota Bandung. Sayur gudeg yang melewati kerongkonganku teras manis, semanis senyuman Bu Titin yang mengurai kenangan manis yang dimulai sekitar 38 tahun yang lalu.

Bu Titin bercerita, betapa menyenangkannya mengajar menulis puisi dan naskah drama. Siswanya sering membuat beliau bangga karena diantara mereka tulisannya dimuat di salah satu harian surat kabar di Kota Bandung. Tampaknya, kreatifitas Bu Titin menyebabkan siswanya senang dengan pelajaran bahasa Indonesia.

Tulisan siswa yang dimuat di sebuah harian surat kabar, membuat Bu Titin semakin bersemangat membangun minat menulis. Beliau menegaskan bahwa menulis itu harus diawali dengan senang membaca. Aku termangu mendengar cerita Ibu Titin, sementara beberapa pasang mata sedari tadi memperhatikan kami, mungkin mereka bertanya-tanya, obrolan apa yang membuat kami membahas dengan antusias? . Aah … biarkanlah, karena kamipun asyik dengan obrolan siang ini.

Adzan dzuhur berkumandang bersamaan dengan ludesnya seporsi gudeg yang aku santap. Obrolan siang ini begitu menyenangkan, obrolan ringan yang penuh inspirasi . Budaya literasi itu harus menjadikan pembiasaan yang menyenangkan dan menjadi candu positif, serta melekat pada diri semua anak bangsa.

Terik matahari teralihkan oleh angin siang itu. Angin yang terasa sejuk, sesejuk hatiku melihat senyum manis dari Bu Titin. Eratnya genggaman tangannya mengisyaratkan agar aku jangan bosan mengajak anak-anak agar membaca dan menulis. Semoga saja kudapat mewujudkan harapannya. Langkahku kembali ke perpustakaan sekolah, di sana tatapan anak-anak teralihkan oleh kedatanganku, Senyumku mengembang melihat mereka asyik membaca buku. Semoga saja buku menjadi salah satu sahabat untuk mereka. Sahabat yang tidak pernah berkhianat, sahabat yang akan membukakan tabir kegelapan dan mengajak mereka mengelilingi dunia dalam fantasinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post