"Kuno! Sangat kuno! Kuno banget!"

Krisna kesal sampai keningnya berkerut. Ibunya yang berpendidikan ternyata masih berpikiran kolot.

Lita, pacar Krisna telah ditolak mentah-mentah oleh ibunya hanya karena ia tak pernah kuliah. Rupanya ibu lebih menghargai secarik kertas daripada kualitas seseorang.

"Huh...!" Ia mendesah panjang.

Krisna berjalan mondar-mandir di rumah kontrakannya. Kawan satu rumahnya melihat hal itu, tetapi tak berani menegur. Krisna masuk kamar, membaringkan tubuhnya. Ia berharap bisa menenangkan pikiran.

Matanya tertumbuk pada sebuah foto di dinding. Foto ibu bersama dirinya. Angannya melayang saat dirinya masih sekolah. Bu Reni guru agama di sekolahnya pernah mengingatkan tentang satu pesan ini. "Hormatilah ayah ibumu," satu di antara 10 perintah Allah.

"Oh..., ampunilah aku Tuhan."

Krisna menutup mata dengan kedua tangannya. Ia dihampiri oleh rasa bersalah. Dilema yang ia hadapi. Di satu sisi ia menentang ibunya, di sisi lain ia harus tetap menghormatinya apa pun yang terjadi. Ia menyayangi Lita dan ingin mempertahankannya. Ia juga sangat menyayangi ibunya, dan ingin menuruti kemauannya. Ia harus memilih satu, Lita atau ibu. Kalau memilih Lita berarti harus mengahadapi kemarahan ibu. Kalau memilih ibu, berarti harus berpisah dengan Lita.

Krisna semakin kalut. Ia tak mau menyakiti salah satu di antaranya.

Ia pandangi langit-langit kamar mencoba mencari jawaban di sana. Seekor cicak bergerak-gerak seakan mengerti kesulitan yang dihadapi Krisna. Perasaannya semakin berat, seberat matanya yang ingin segera terpejam. Ia berharap akan ada jalan keluar ketika bangun nanti.