Tjik Ani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Asa si Abang

"Ayo, anak-anak tuliskan apa cita-citamu pada lembar kertas yang ibu bagikan." pinta bu Irma saat memulai pembelajaran di kelasnya pagi itu. "Baik bu!" jawab anak-anak serempat. Bunyi riuhpun memenuhi ruangan kelas 5B.Bu Irma pun mulai berkeliling mengitari kelasnya sambil sesekali mengintip tulisan anak didiknya pada kertas setengah folio itu. Saat berada di tengah kelas langkahnya terhenti pada sesosok anak yang sedang serius menulis dengan posisi kepala hampir mengenai mejanya. Ya, sosok itu adalah sosok yang paling istimewa di kelas, salah satu dari warna pelangi yang ada di kelas bu Irma. Dialah Widar, lelaki belia dengan tubuh ideal anak seusianya ditambah kulit putih dan wajah rupawan menambah daya tariknya. Jika pertama berjumpa pasti nampak oleh kita dia anak yang ceria dan berkharisma karena selalu menebar senyum ramah kepada semua orang. "Abang menulis apa?" tanya bu Irma kepada Widar. Abang merupakan panggilan yang sangat disukai oleh Widar. "ibu.. Ibu.. Ibu tidak boleh lihat. Abang belum selesai nulisnya. Nanti kalau sudah selesai baru abang, abang kasih tahu ibu."O gitu, oke." dengan senyum dikulum bu Irma membayangkan apa yang akan ditulis oleh anak istimewanya itu. "ibu.. Ibu abang sudah selesai nulis cita-cita abang." dengan setengah berlari mendekati bu Irma si Abang langsung menyerahkan kertas yang berisi tulisan rapi dalam bentuk huruf kapital semua. Huruf-huruf tulisan itu bisa dirasakan jari bu Irma sampai ke bagian belakang kertas karena ditulis dengan cara ditekan.Bu Irma pun langsung membaca tulisan itu dan langsung menoleh ke arah si Abang dengan wajah seakan tidak percaya. "ibu.. Ibu kalau sudah besar nanti abang mau jadi pemadam kebakaran." sambil menggosok-gosok jari gempal itu ke lengan kanan bu Irma. Semakin penasaran bu Irma melanjutkan tanya" emang kenapa abang mau jadi petugas pemadam kebakaran? " Dengan sigap ia menjawab" abang mau menolong orang-orang yang rumahnya terbakar." "Oh..Ya Allah malunya aku padamu nak, bahkan dengan keterbatasan mu kau masih memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu yang luar biasa untuk orang lain". Tanpa sadar pipi bu Irma basah oleh air mata. Ucapan si Abang seperti menampar hatinya yang masih sering kurang sabar dalam menghadapi anak-anak didiknya terutama si Abang yang kadang sering membuatnya lelah dan harus mengumpulkan tenaga ekstra untuk tetap fokus. "kenapa ibu nangis?" tanya Abang. "tidak apa-apa.. Ibu sangat bangga sama Abang. Boleh ibu peluk?" dengan mengangkat kedua tangan nya lebar-lebar ia mengangguk"boleh bu.. "

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mohon komentarnya ya biar lebih baik lagi

02 Jan
Balas



search

New Post