Setahun lalu di tahun 2016 , aku nekat mengikuti Seminar International bertema Pendidikan yang diselenggarakan di kota Solo. Yang menjadi pembicara pada seminar tersebut adalah seorang pakar pendidikan dari Finlandia yaitu Mr. Allan Snite. Saat itu aku hadir bersama beberapa teman komunitas guru olah raga dari Banjarnegara.

Kebanyakan peserta adalah para praktisi dunia pendidikan yang berasal dari wilayah Solo Raya dan sekitarnya. Hanya rombongan kami yang paling jauh dari Banjarnegara yang merupakan peserta eksentrik dari guru-guru olah raga. Niatku hanya untuk belajar dan berbagi kesempatan kepada adik-adik guru olah raga di komunitas kami agar tidak alergi dengan yang namanya Diklat , TOT , Workshop , Bimtek dan juga Seminar.

Seminar International ini adalah kesempatan langka yang harus dimanfaatkan. Apalagi disajikan oleh pakar pendidikan dari Negara Finlandia yang merupakan negara terdepan dalam kualitas dan mutu pendidikan. Sehingga kami pun merasa perlu ada di acara ini. La wong namanya saja Seminar International ya tentu saja menggunakan bahasa International. Yaitu bahasa nenek moyangnya David Beckham legenda sepak bola dari Manchester United itu. Tentu saja ini membuat kami merasa berada di komunitas yang salah. Namun demikian kami beruntung sekali karena ternyata ada penterjemah yang mentranslate apa yang disampaikan si Mr. Allan Snite.

Sebagai pribadi aku tak mau pulang dengan rasa penasaran yang menyesakkan di dada ketika ada sesuatu yang mengganjal. Maka aku pun menyempatkan untuk bertanya kepada Mr. Allan Snite. Sebelum aku bertanya memang banyak dari peserta yang sudah bertanya dengan menggunakan bahasa Inggris. Giliranku bertanya aku menggunakan bahasa Indonesia. Bukan karena aku tak bisa berbahasa Inggris, akan tetapi karena aku cinta dengan bahasa negara dan bangsaku Indonesia. Ha ha asline ya memang ra jegos (baca: ndak bisa).

Luar biasa materi yang diberikan dalam kegiatan tersebut. Pengetahuan penting dan bermanfaat yang bisa kami terima dan pahami. Finlandia berada pada barisan terdepan dalam kualitas dan mutu pendidikan karena pembelajaran yang diberikan di sana benar-benar sangat menyenangkan. Siswa tidak dibebani PR dan siswa dibuat dalam suasana yang tidak terlalu formal dalam proses pembelajarannya. Sehingga siswa merasa sangat nyaman dan senang berada di sekolah. Formasi kelas konvensional dimana guru duduk di depan kelas dan semua siswa menghadap kepada gurunya sudah tidak ada lagi di sana. Guru tidak lagi menjejalkan pengetahuan akan tetapi guru dapat menghidupkan pengetahuan. Ilmu bukan lagi soal hafalan akan tetapi ilmu untuk memahami dan menuntaskan permasalahan.

Sekolah harus selalu membuka diri dengan adanya perubahan dan guru harus mampu beradaptasi dengan adanya pembaharuan. Kegiatan pembelajaran harus menjadi kegiatan yang menyenangkan agar kreatifitas dapat terus ditumbuh kembangkan. Dan Inilah pendidikan yang memanusiakan manusia dan bukan pendidikan yang mengkerdilkan kompetensi siswa. Ketika semua ini dapat terwujud maka kita tinggal menunggu lahirnya generasi pencipta dan merekalah yang akan mengharumkan nama bangsa dan negara kita Indonesia.

Begitulah cara-cara mereka , dan bagaimana dengan kita ? Tentu kita semua yang harus mencari jawabannya.