Perempuan itu masih tetap berdiri di pinggir pagar jembatan. Entah sudah berapa lama dia terpekur di sana. Deru knalpot kendaraan yang lalu lalang tak sedikit pun mengusik telinganya. Mungkinkah indra pendengarannya sudah tidak berfungsi. Sudah ratusan pemilik kendaran roda dua maupun roda empat menghampirinya sekadar bertanya atau khawatir terhadap dirinya. Semua usaha itu sia-sia, tetap saja perempuan itu tidak beranjak dari posisinya.

Apakah yang terjadi padanya? Sampai begitu kuat kakinya tertancap di trotoar pinggir jembatan itu. Kedua matanya memandang lurus ke bawah sungai. Tidak ada cahaya di mata itu. Hanya kepasrahan yang menggantung di kedua kelopak matanya. Menerjunkan semua kesedihan yang membekas ini, ke dasar sungai itu. Ataukah kembali pada kenyataan, menerimanya, dan merelakan semua impian manis itu direnggut oleh sebuah kata perjodohan.

Tubuhnya akhirnya tumbang pada tubuh seorang lelaki muda. Sebuah angkot membawa keduanya melaju pada hening malam ke sebuah klinik kesehatan terdekat. Dehidrasi membuat tubuh perempuan itu harus mendapatkan cairan dari sebuah infus. Selangnya mengalir menuju nadinya, merembeskan setetes kristal bening keseluruh persendiannya. Perempuan itu tahu kekuatan cinta lelaki itulah yang membuat ia bertahan. Bertahan untuk dapat menyatukan takdir cinta yang benar.