Tri Hastari SSB

Tri Hastari Sukanti Sarwi Bekti nama lengkapnya. Lahir di Lumajang, 03 Juli 1967. Anak ketiga dari pasangan M.Tjokrosoewignjo (almarhum) dengan Sundari. TK,SD,S...

Selengkapnya
Navigasi Web
HIKMAH

HIKMAH

Lumajang,05/01/2024. HAB Kemenag sudah berlalu sekian hari. Tetapi kesan tempat penyelenggaraan apel masih lehat di hati. Apa sebab?

Ketika kami memasuki area stadion, tampak di kejauhan deretan rumah tinggal yang diistilahkan HUNTAP ( HUNIAN TETAP) pengganti istilah HUNTARA (HUNIAN SEMENTARA) berderet rapi dengan jalan yang teratur dan ...lengang tanpa lalu lalang kendaraan atau sepeda dan manusia. Semakin dekat kami merasakan berbagai kisah melintas di benak kepala berkaitan dengan kisah erupsi Semeru sekitar 2 tahun lalu. Namun, ada yang terasa aneh. Rumah-rumah mungil yang rapi dan seragam bentuknya itu terasa lengang sepi. Kenapa? Masih belum terjawab pertanyaan tersebut karena tidak tahu siapa yang bisa menjawab.

Turun dari kendaraan yang membawa kami selama sekitar hampir satu jam perjalanan, beberapa teman mengeluh ingin buang air kecil. Mungkin karena suasana ketika berangkat masih terlalu pagi, atau karena di ketinggian ini, udara terasa sangat sejuk sehingga membuat orang ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil. Segeralah mereka mencari fasilitas umum. Siapa tahu ada toilet umum di sekitaran stadion. Ternyata tidak ada. Beberapa teman punya ide untuk numpang di rumah penduduk yang tampaknya kosong tetapi ada tandon airnya. Walau kosong tentu saja semua rumah terkunci karena memang sudah ada pemiliknya rumah-rumah itu. Hingga kemudian ketemulah dengan sebuah masjid yang dibangun oleh saudara-saudara muslim kita dari Muhammadiyah. Sementara beberapa teman ke masjid beberapa orang melanjutkan observasi lingkungan dengan menyusuri jalan-jalan yang rapi dan bersih itu. Hingga ketemu dengan sebuah toko kelontong. Seorang teman singgah untuk membeli sekedar minuman ringan dan permen.

Usai dari toko kelontong tersebut, seorang teman mengatakan ingin cari toilet juga. Tampak di depan ada sebuah bangunan semacam joglo. Mungkin itu adalah musholla. Menjelang beberapa meter sampai, tampak seorang ibu-ibu sedang membersihkan rumput di halam depan rumahnya. Kami menyapa ala kadarnya karena kami sebagai pendatang. Tak dinyana dengan keramahan khas masyarakat desa beliau mempersilakan singgah dan menawari kami sayur yang tumbuh subur di depan rumahnya. Adan rumpun daun kenikir dan pohon kelor. Tentu saja tak ada pikiran untuk menerima tawaran beliau karena kami masih mau apel HAB KEMENAG. Dengan sopan kami meleewati rumah beliau dan melanjutkan ke tujuan kami, sebuah bangunan joglo dengan harapan ada toilet umum di sana. Ternyata...bangunan itu adalah sebuah balai pertemuan yang hanya berisi aula dan dua ruang administrasi yang saat itu kosong.

Saya mengusulkan bagaimana kalau kita singgah di rumah ibu tadi dan kita memberikan sekedar rupiah seperti halnya kalau kita ke masjid atau ke toilet umum di teminal tetapi jangan sampai beliau tersinggung dengan maksud tersebut. Usulan disetujui. Akhirnya kami kembali dan singgah di rumah beliau yang akhirnya kami tahun namanya Nurul Hikmah.

Sambil melakukan aktivitas kami sempat berbincng dengan bu Nurul yang menceritakan bahwa rumah ini adalah haknya karena keluarga beliau termasuk korban erupsi Semeru. Beliau menceritakan bahwa rumahnya memang terbenam debu sampai separuh rumah tinginya. Saat itu hanya ada suaminya di rumah. Tentu saja si suami juga berlari meninggalkan rumah untuk menyelamatkan diri tanpa membawa apa pun hanya baju yang dipakainya. Bersyukurlah bu Nurul karena saat itu selama satu minggu mereka sekeluarga sedang berada di desa lain karena ada kerabat yang meninggal sehingga seluruh keluarga pergi untuk membantu sampai 7 hari kematian kerabat tersebut. Nah di saat itulah terjadi erupsi yang mengakibatkan rumah mereka tak bisa dihuni lagi.

Namun saat ini dengan ketekunan dan kesabaran, mereka kembali ke desanya di desa Nondeli Utara karena lahan pertaniannya tempat penghidupan mereka sehari-hari masih ada di sana. Sehingga dia dan keluarganya tidak bisa setiap hari tinggal di HUNTAP. Karena jaraknya yang sangat jauh maka dia hanya pulang ke HUNTAP untuk membersihkan rumah. Ketika harus menggarap lahan pertaniannya maka dia dan keluarganya akan tinggal di desa Bondeli untuk beberapa hari. Karena sedikit demi sedikit rumah yang dulunya terendam debu vulkanik itu akhirnya bisa dihuni lagi.

Ya, jadinya untuk beberapa warga HUNTAP masih menjadi HUNTARA mereka. Apa cerita Anda di balik apel HAB KEMENAG ?***(SOE)

Tantangan Menulis 30 hari tanpa henti day#16

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

05 Jan
Balas

Mantap ulasannya, Bu. Salam sukses selalu!

05 Jan
Balas

Uraiannya luar biasa

05 Jan
Balas



search

New Post