Tri Khasanah

Guru di SD Negeri 1 Bojong Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Pengamatan Sementara

Pengamatan sementara

Memandangi Siswa kelas dua sejumlah dua puluh enam siswa. Ada dua puluh enam karakter yang harus dipahami. Manja, pemberani, ketergantungan, cengeng, belum mau berusaha dan mandiri. Itu terjemahan secara kasat mata cerminan dari mereka. Tidak peduli siapa orang tuanya. Jika di dalam kelas mereka adalah sama. Yaitu siswa kelas dua. Yah, siswa kelas dua yang harus patuh dan disiplin dalam belajar. Jika kecerdasan siswa dalam satu kelas semuanya sama, sudah pasti ketika mengajar bisa menjadi kelas yang Ekspress.

Kenyataan sangat berbeda, beberapa siswa sudah mandiri dan berpikir cerdas. Sebagian siswa sedang-sedang saja dan beberapa siswa lagi masih tertinggal. Hal itu menjadi sebuah pemikiran untuk memancing siswa dengan berbagai ragam tingkat kemampuan. Persoalan yang dihadapi sekarang, bagaimana membuat beberapa siswa yang tertinggal agar bisa beradaptasi. Minimal dengan siswa dalam level sedang. Disitulah peran seorang guru harus bisa berpikir jeli untuk memberikan motivasi kepada beberapa siswa tersebut.

Motivasi yang dilakukan pertama, memberikan hadiah sebagai penyemangat. Sebut saja Laga, Wildan dan Barkah. Tiga siswa yang semangat menulisnya sangat rendah. Membacanya lancar tetapi jika diberi tugas untuk mengerjakan seringkali selalu tertinggal dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Pada pembelajaran awal semester, guru memberikan motivasi dengan pemberian hadiah agar ketiga siswa itu menjadi cepat dalam menulis. Ternyata ada perubahan yang tampak sedikit demi sedikit. Tetapi guru harus rajin menunggu mereka ketika menulis. Seiring berjalannya waktu, guru tidak lagi menunggui mereka ketika menulis. Ternyata beberapa hari kemudian ketika di cek kembali, satu siswa sudah bisa beradaptasi seperti siswa yang lain dalam level sedang. Satu siswa masih belum stabil dalam beradaptasi dan siswa yang ketiga masih tetap sama seperti pada awal semester yaitu minat menulisnya rendah.

Berbeda halnya dengan Oni, Dina dan Mita. Ketiga siswa itu rajin menulis tetapi untuk membacanya masih terbata-bata. Guru mengambil tindakan dengan cara bijaksana. Yaitu, setiap hari ketiga anak itu disuruh membaca pada saat siswa yang lain sedang mengerjakan. Guru memanggil siswa satu persatu untuk maju membaca didepan meja guru. Hal itu tidak akan mengganggu siswa lain karena membacanya tidak perlu terlalu keras. Guru sangat telaten setiap hari menyuruh ketiga siswa itu untuk maju membaca. Seiring dengan perjalanan waktu, kedua siswa atas nama Oni dan Mita sudah lancar membaca. Hanya Dina yang masih terbata-bata dalam membaca.

Hingga hari ini secara menyeluruh siswa kelas dua yang membaca atau menulisnya masih tertinggal hanya dua anak. Guru tetap memberikan motivasi kepada kedua siswa tersebut. Setelah diamati, ternyata umur kedua siswa itu termasuk yang paling muda. Mungkin itulah alasan kenapa tingkat perkembangan mereka dalam mengikuti pembelajaran tergolong lemah atau tertinggal.

Guru harus tetap memberikan motivasi agar kedua siswa tersebut menjadi tergerak hatinya untuk bisa mengikuti pelajaran seperti siswa yang lain. Menjadi guru kelas dua jika dipandang sekilas memang paling ringan. Tetapi faktanya tidak demikian, jika kita terapkan dalam pembelajaran. Kesabaran, kasih sayang dan perhatian harus dicurahkan penuh oleh guru kelas dua. Mengajar di kelas dua tidak bisa tanpa pendampingan. Guru keluar dari kelas barang sebentar mengambil tempat pensil yang ketinggalan saja, beberapa siswa sudah keluar dari kelas berlarian.

Jika guru memberikan tugas, ada pertanyaan yang bertubi-tubi dari semua siswa. "Bu, nulisnya sampai mana? Ditulis biasa apa latin? Bu Wildan nakal..." Bla bla bla... yang tidak akan selesai menjawabnya jika dijawab satu persatu. Jika ditanya kembali, "Sudah dikerjakan apa belum?" Semua siswa akan menjawab kompak dengan suara yang menggetarkan kelas menjawab "Belum".

Itulah ujian kesabaran yang harus kita hadapi setiap hari. Mereka adalah siswa yang polos dan lugu tumpuan masa depan. Dalam pundak mereka ada harapan besar untuk masa depan dunia. Jika sehari tidak bertemu dengan mereka, ada rasa rindu akan tingkah laku mereka.

Purbalingga, 08 Februari 2018

Tri Khasanah

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Gurunya manusia sadar betul jika siswanya adalah manusia.

08 Feb
Balas

Semuanya manusia nggih Pak...

13 Feb

Siip Mba Tri...

12 Feb
Balas

Terima kasih Bu Anita.

13 Feb

Luar biasa bunda....siiiip...teruslah berbakti melayani siswa, Allah tentu Maha Melihat...selamat

08 Feb
Balas

Terima kasih Bunda Puspa.

08 Feb

Bagus bu Tri, itulah suara hatiku saat mengajar kls satu, terimakash dh mewakili, lanjutkan semangat!

09 Feb
Balas

Terima kasih Bu Ma'ripah.

13 Feb

Dunia anak pelaku peserta didik di kls rendah apa yg dialami bu Tri akan sama dengan pendidik yg lain. Namun mereka dan aku sendiri tak bisa mengungkapkan lewat bahasa tulis. Seperti naskah di atas. Selamat bu, oke banget. Teruskan dedikasinya dan pula lanjutkan berkarya.

08 Feb
Balas

Terima kasih Bapak Yuswadi.

08 Feb

Luar biasa bund..

08 Feb
Balas

Terima kasih Bu Sin Syabilla.

13 Feb



search

New Post