Tri Palupi

Biasa dipanggil Palupi, saya seorang guru penjas dan ibu rumah tangga, terlahir di sebuah dukuh yang dikelilingi persawahan bernama Dukuh Rujak Beling, Desa Sem...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ayahku Seorang Penerbang Ulung

Part 1.

Disebuah desa yang dikelilingi persawahan, hiduplah sebuah keluarga kecil ayah, ibu, dua anak perempuan dan satu orang nenek. Anak perempuan pertamanya bernama Tata berambut ikal panjang, tinggi sekitar 155 cm, manis, gaul dan telah bekerja di sebuah toko perhiasan di pasar. Rara anak keduanya masih duduk dikelas empat, beramput keriting cepak, berkulit coklat kegelapan, tomboy dan hanya memakai rok ketika berangkat sekolah. Ibunya bekerja sebagai pembantu di salah satu mantri kesehatan.

Tahun lalu rumah mereka telah dipugar dengan bantuan bedah rumah, merekapun telah lama tercatat menjadi keluarga yang mendapatkan bantuan PKH, KIP dan KIS dari pemerintah.

Ayah Rara adalah anak bungsu dari delapan bersaudara, berambut panjang merah menyala, tato hampir diseperempat tubuhnya. Ia adalah anak satu-satunya yang masih menemani nenek tua sang legenda penjual gado-gado. Karena usianya sekarang sudah hampir 80 tahun, nenek kinem sudah tidak lagi berjualan, saat ini ia hanya mengandalkan kiriman dari anak-anaknya yang sebagian besar merantau kekota dan menetap disana.

Menurut cerita ibu Ira tetangganya, ayah Rara adalah anak yang manja dari kecil, keinginannya selalu dituruti oleh kedua orang tua ataupun kakak-kakaknya. Ketika masih muda karena pergaulan ia menjadi penggila rokok, miras dan sejenisnya. Ia juga pernah dihukum karena melarikan seorang gadis dibawah umur ketika anak pertamanya masih kecil. Padahal diusia sepuluh tahunpun ia belum bisa terlepas dari "pentelan"

(menyusu) ibunya yang terlalu sayang kepadanya.

"Sremet" adalah julukan rahasia warga kepadanya, karena Ia kerap menjadi pencuri ayam, merpati maupun bebek didesa kami. Ketika ia terlihat pulang ke dusun kami, warga diam-diam bersikap waspada dan hati-hati karena "sremet" (sejenis hewan yang menyebabkan sakit ketika menyengat) siap mengintai mangsanya.

Bagi penulis Ia adalah seorang pencuri ulung pada masanya, masih teringat jelas suatu malam dibulan ramadhan, saat itu penulis masih berusia belasan tahun, tidak bisa tidur dan tiba-tiba tertarik mengintip keluar rumah karena langkah ringan terdengar mencurigakan. Dan benar, dengan mata kepala sendiri penulis menyaksikan Ia mengambil ayam peliharaan ibu dengan santainya, saking lihainya entah karena saat itu ayam-ayam sedang tidur atau karena ketrampilannya dalam menangkap hewan tidak bisa diragukan, dalam kegelapan dan senyapnya malam, suara ayampun tidak terdengar keras, hanya suara "keok" kecil, satu kali, kemudian ia berbalik dan bergegas pergi kearah belakang, jalan pinggir sawah rumah kami. Sedikit berlari jinjit, penulis bergegas segera membangunkan ibu yang tertidur dikamar depan, dengan penuh semangat kemudian penulis menceritakan kejadian tersebut, tetapi tanpa terduga saat itu ibu hanya menjawab dengan enteng "benlah, jorna!, anu gelem, ya men!" (biarkan saja!, ia mau, biarkan!). Dalam benakku saat itu, apakah ibu masih ngantuk dan harus bangun pagi untuk memasak menu sahur, apakah karena kasihan?, atau apakah karena takut ayah pebulis tidak berada dirumah karena merantau di kota Semarang. Sampai saat inipun, penulis belum tahu apakah arti jawaban ibuku malam itu.

Tahun demi tahun manusia juga bertambah tua, anak-anak mulai besar, sepertinya ayah Rara

sudah sadar, dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum lagi. Dilingkungannya ia sekarang aktif mengikuti kegiatan piket ronda setiap malam Selasa bersama pak Hadi, pak Doni, pak Adi dan pak Sukesi. Seperti malam inipun ia berkeliling kesetiap rumah untuk mengambil "jimpitan" uang lima ratus rupiah yang diletakkan setiap malamnya.

Hari yang cerah, tepatnya hari Jum'at, sekitar pukul 10.15 WIB, matahari sudah memancarkan sinar panasnya yang terasa menyengat dikulit. Rara pulang tergopoh-gopoh tanpa menyandarkan sependanya, segera masuk dan berteriak mencari ayahnya yang masih berada dikamar.

"Yah, kae ana dara bandangan nang nduwur umaeh bu Dedi!" (ayah, itu ada merpati entah punya siapa, turun diatas rumah bu Dedi).

terperanjat sedikit terkejut, mengikat rambut panjangnya dan menjawab dengan penuh semangat," nang ndi?"

(dimana?) karena suara anaknya belum terdengar jelas terhalang lantunan musik dangdut koplo kesukaanya. Rara menjawab dengan mengeraskan suara "gendengge bu Dedi, cepetan mbok kedisiten wong! (gentengnya bu Dedi, cepat, nanti bisa didahului orang). Ayahnya bergegas bangun, tanpa mematikan musiknya, bejalan kearah dapur dan mencari kurungan dan kotakan yang berisi jagung dan baskom legkap dengan airnya. Kemudian ia bergegas berjalan dengan sandal jepitnya kerumah bu Dedi, diikuti anak perempuannya.

Setelah satu jam setengah berlalu, kulit coklat gelap telah bermandikan keringat, sambil menunggu turunnya merpati, nampak sesekali ia melempar-lemparkan jagung dan menciprat-cipratkan air untuk memancing perhatian merpati "uculan" (lepas) entah punya siapa. Rara masih disampingnya menjadi asisten setia ayahnya.

Dari kejauhan terdengar suara klotak-klotak pengurus mushola bersiap-siap memutar rekaman lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Rara dan ayahnya sama sekali tidak bergeser dan terus memperhatikan gerak-gerik merpati yang berpostur tubuh "njantung" (seperti jantung), berwarna "blewuk" (abu-abu), leher biru berkilauan. Hingga surah An-Nas terdengar merdu dilantunkan, merpati Blewuk terlihat mulai haus, "celingak-celinguk" (menoleh kesana-sini) dan sedikit terbang turun keujung genteng mendekati air dan jagung yang sedari tadi di siapkan. Dan ketika akhirnya merpati itu turun minum air dalam baskom untuk menghilangkan dahaganya, dengan sigap ayah Rara menutup keranjang besar dengan menarik tali yang terikat dari kejauhan. Sambil terseyum dan berteriak "kena koe" (tertangkap kamu) ayah Rara berlari mendekat dan segera menangkap merpati dengan memasukan satu tangannya dengan hati-hati. Terlihat Rara melompat kegirangan dan segera memuji dengan kata "Jozz" dan mengajungkan kedua jempolnya kepada ayahnya.

Kemudian merekapun pulang dengan hati senang karena mendapat "dara bandangan" berkualitas bagus.

Setelah seminggu berlalu dan tidak ada satupun orang mencari merpati blewuk itu, akhirnya ayah Rara mulai mencarikan pasangan untuk merpati jantan yang akan dilatihnya menjadi merpati balapan.

Disamping timur persawahan yang mulai ditanami, sebuah "kalangan" (arena merpati) berdiri menjulang tinggi empat buah bambu membentuk kotak, ditengah dibuatkan sebuah benda mirip kasur yang digunakan sebagai landasan turunnya para merpati yang sedang berlatih maupun dilombakan. Bendera-bendera kecil berwarna-warni berkibar mengikuti hembusan angin yang sore itu agak kencang. Nampak ayah Rara bersiap disamping "kalangan", keranjang merpati susun tiga yang telah dimodifikasi seperti tas rangsel tergeletak didepannya. Tiga orang pemilik merpati nampak antri memasukan merpatinya kedalam keranjang dan berpesan ini itu agar nanti saat kembali kekalangan merpati itu dapat turun sesuai dengan harapan. Sebuah handy talky terselip disaku kotak kanannya dirogohnya untuk coba apakah baterainya masih ada. Dan setelah semuanya siap, sang penerbang mengendarai sepeda motor kearah utara sampai dipagar lintasan kereta. Dilepaslah satu persatu merpati yang dibawanya dengan haparan semoga tidak terbang kearah yang salah dan hilang menjadi "dara bandangan"

Setiap kali jalan ayah Rara mendapat ongkos 3 ribu rupiah, dengan motor pinjaman pemilik merpati yang menyuruhnya. Dalam sehari ketika ramai Ia bisa mengantongi uang seratus ribu rupiah bersih sudah makan dan merokok diwarung sebelah kalangan. Apalagi ketika ada turnamen atau perlombaan, jumlahnya bisa berlipat tiga. Ditengah kesibukannya menjadi seorang penerbangpun ayah Rara dengan tekun dan sabar melatih merpati blewuk yang didapatnya bersama anak perempuannya.

Bersambung Part 2

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post