Tri Sulistini

Guru di SMPN 6 Pamekasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jalan Panjang Zed (8)
Anni Spratt

Jalan Panjang Zed (8)

Bu De Darsih datang kembali. Menemui kami berdua.

"Mandilah. Biar kalian lebih segar. Lalu, nanti kalian bisa menempati kamar di pojok sana itu. Itu kamar kosong. Cukup jika kalian tempati berdua. Zed, ada kasur lipat tebal untukmu. Kamu bisa tidur di bawah ya," kata Bu De Darsih.

Mama tersenyum. Matanya berbinar penuh rasa gembira. Aku sendiri masih bingung. Gerangan apa yang sesungguhnya terjadi sehingga mama memaksa kami untuk meninggalkan tempat tinggal kami? Meninggalkan sekolahku? Jika bukan hal sangat penting atau membahayakan jiwa dan raga kami, aku tak yakin mama akan senekat ini. Pergi tanpa persiapan apapun.

"Baik, Yu. Kami akan mandi dulu. Tak usah terlalu merepotkan. Besok pagi-pagi sekali, kami sudah harus pergi dan melanjutkan perjalanan," kata mama lagi.

"Tidak repot, Nis. Aku senang jika kamu mau tinggal di sini. Aku ada temannya. Jangan terburu-buru pergi," Bu De Darsih membujuk mama untuk tinggal lebih lama.

"Kami diterima dengan hangat seperti ini, kami sangat senang sekali. Andai tak ada Mbakyu, mungkin semalam kami tak punya tujuan. Jadi gelandangan di jalan. Jadi kami tak ingin merepotkan lebih lama lagi, izinkan kami besok melanjutkan perjalanan," mama menjawab permintaan Bu De Darsih lalu melanjutkan kata-katanya lagi.

"Kau bawa barang-barang kita sebagian ke kamar, Zed. Nanti mama yang bawa sisanya. Mandilah biar segar. Mama rapikan meja ini dulu," mama menyuruhku mandi.

Seperti biasa, aku tak pernah membantah semua perkataan mama. Kuangkat barang-barang kami yang berat-berat, masuk ke kamar.

"Biar Zed yang angkatin semuanya, Ma. Mama nggak usah ikutan bawa barang-barangnya. Berat itu. Mama tiduran saja dulu," kataku pada mama.

Kali ini, mama menuruti omonganku. Mungkin mama juga lelah. Dia tak membawa barang-barang kami masuk. Akulah mengangkat dan membawa semuanya ke kamar tidur yang sudah BuDe Darsih persiapkan untuk kami.

Aku menata letak tas dan barang-barang kami yang lain. Kulihat mama merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang memang hanya cukup untuk satu orang itu. Belum pula aku ke luar dari kamar untuk mandi, kutengok mama sudah terlelap. Ah, dia pasti lelah. Perempuan yang dititipi nyawaku oleh Allah itu, terlihat begitu pucat. Entah apa yang ada di hati dan pikirannya, aku tak tahu.

Aku segera membersihkan tubuhku. Air kamar mandi ini, dingin sekali. Menusuk pori-pori kulitku. Segar. Aku terlena. Guyuran air dingin yang menerpa kulit ari sekujur tubuhku, membuatku melayang. Kuhela napas panjang, berpikir sejenak, bertanya-tanya dalam hati, apa yang sesungguhnya sedang terjadi?

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post