Jalan Panjang Zed (10)
Kapal yang kami tumpangi membawa kami memecah ombak yang beriak cukup tinggi. Angin laut kencang berhembus membuatku berasa tak mampu tegak berdiri. Gulungan ombak yang katanya kerap terjadi, masih menunjukkan keganasannya. Musim hujan kali ini, memang membuat ombak masih cukup tinggi. Kami akan menghabiskan tiga hari perjalanan di kapal yang menurutku sangat besar ini. Di usiaku yang sudah tujuh belas tahun, inilah kali pertama aku menaiki kapal laut.
Ombak yang tinggi, hantamannya ke lambung kapalpun tak terlalu keras, tapi tak ayal aku mabuk laut. Beberapa kali aku harus mengeluarkan semua isi perutku. Mama nampak sangat cemas. Memang aku nampak sangat tak berdaya dan terlihat parah dan lelah. Mama mencoba membelikan makanan yang membuatku mampu bertahan. Usaha mama tak sia-sia. Mual yang aku rasakan lambat laun mulai hilang. Aku mulai bisa beradaptasi. Perutku pun mulai tenang.
Kami akan menuju Pulau Jawa. Pulau kelahiran mamaku. Setelah semuanya terasa nyaman, aku pun bertanya pada mama alasan kepergian kami ini. Tak sanggup aku menyimpan rasa ingin tahu setelah sekian hari kami melakukan perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan ini.
“Mama, kalau boleh Zed nanya, kenapa kita harus ke Pulau Jawa? Apa yang sebenarnya terjadi, Ma?” tanyaku akhirnya pada mama. “Kau memang tak banyak tahu, Zed. Mama memang tak banyak bercerita kepadamu. Mama pikir kau belum cukup dewasa mendengar semua cerita mama,” jawab mama.
Kali ini aku melihat wajah mama yang semula sudah mulai merona merah, sedikit bercahaya, tiba-tiba terlihat kusam dan berat. Mungkin, memulai cerita dan kisah yang disimpannya selama ini, merupakan suatu yang berat dalam hidupnya.
“Zed, mungkin memang sudah saatnya kamu tahu semua hal tentang kehidupan kita. Jalan hidup mama, papa dan semua yang sedang kita jalani ini,” kata mama. Wajah muramnya berubah kembali. Ada kelegaan dari tarikan napasnya yang sedikit panjang.
“Zed hanya ingin tahu alasan kita pergi ini saja, Ma. Tak perlu mama bercerita semuanya kalau mama memang tak siap bercerita,” jawabku
“Tak masalah, Zed. Perjalanan kita ini cukup panjang. Ada waktu yang cukup untuk mama bercerita. Kamu sudah cukup dewasa. Sudah waktunya mama tak menyimpannya sendiri.
Aku mengiyakan. Mama mungkin sudah merasa siap untuk menceritakan semuanya kepadaku.
“Ketahuilah, Zed. Mama merantau jauh sebelum bertemu dengan papamu. Mama mengenal papamu dari Bu De Darsih. Dia satu kantor dengan suami Bu De Darsih. Papamu lelaki yang baik. Tak banyak tingkah. Dia sangat mirip sepertimu,” mama mulai bercerita. Lalu dia berhenti sejenak.
Kamar tidur yang kami tempat ini tak terasa lagi goyangannya. Ombak mungkin sudah sebegitu tenangnya, sehingga kapal tak lagi terasa gerakannya.
#bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren ceritanya, salam sukses Bu Tri
Terima kasih banyak apresiasinya ya Bund. Salam sehat dan sukses selalu. Aamiin
Smga mabuk lautnya berhenti seiging dg crt mm Zed. Lanjuuutt bund
Aamiin ya Allah. Aamiin.
Makasih ya bund sdah membaca tulisan saya. Sehat selalu. Aamiin