Tri Sulistini

Guru di SMPN 6 Pamekasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Maafkan Aku (2)
Stefano Pollis

Maafkan Aku (2)

"Jika kau tak mau menjemput dan membawaku, kau sebaiknya ikut denganku, Mariana. Sini, mana tanganmu! Ikutl Ikutlah denganku. Jangan menolakku!" katanya dengan terus menarik tanganku.

Dia meraih lengan kananku. Begitu dia berhasil menarik tanganku, aku merasakan tangan pemilik suara lembut itu dingin sekali. Menggenggam erat tanganku. Aku menolak ajakan pemilik suara tanpa wajah tetapi aku bisa merasakan genggaman tangannya. Aku meronta. Aku tak mau dia mengajakku tanpa aku tahu tujuan yang diinginkannya. Tapi, dia terus membawaku. Aku semakin meronta. Keringat deras mengalir. Bercucuran dari kening dan punggungku. Tubuhku bermamdi keringat. Aku mulai mempunyai keberanian. Aku berteriak.

"Hentikan. Aku tak mau ikut denganmu. Aku tak mengenalmu. Siapa kamu? Tampakkan wajahmu!" kataku sengit tapi penuh ketakutan.

Kakiku gemetar. Tubuhku pun bergetar hebat. Aku tak mampu lagi berdiri tegak dan menginjakkan kaki di atas bumi. Tapi dia tak boleh tahu agar dia tak semakin ingin menguasaiku.

"Jangan bilang kau tak mengenalku, Maria. Kau sangat mengenalku. Sama sepertiku. Aku sangat mengenalmu. Ayo, kita segera pergi," katanya lagi masih dengan begitu lembutnya.

Dia sama sekali tak melepaskan tanganku dan terus menariknya. Pemilik suara itu bahkan seperti menyeretku. Kuat sekali. Tak sebanding dengan suara lembutnya. Aku tersengal. Keringat semakin deras mengaliri tubuhku. Napasku memburu. Kami seperti terbang. Ya, seperti terbang.

“Hentikan. Lepaskan istriku. Lepaskan dia,” tiba-tiba suamiku sudah berdiri tepat di depanku. Aku meronta mencoba melepaskan diri.

Pemilik suara lembut itu mengendorkan pegangannya. Tapi ia tak jua menampakkan diri. Aku berharap dia segera memperlihatkan wajahnya sehingga aku bisa mengenalnya.

Begitu tangan pemilik suara itu lepas dari lenganku, aku segera menghamburkan diri dalam pelukan suamiku. Aku memeluknya erat meminta perlindungannya. Lengan kokohnya memelukku.

“Lepaskan istriku dan pergilah! Biarkan kami hidup tenang dan kau pun begitu. Kalau aku bersalah padamu, maafkan aku,” kata suamiku.

Aku melihat suamiku membaca beberapa surat Al-Qur’an. Aku mengikutinya perlahan. Tiba-tiba hembusan angin cukup dingin berhembus cepat di depan kami. Suamiku mengajakku pulang. Aku merasa tenang. Semua pasti sudah selesai.

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post