Tri Sulistini

Guru di SMPN 6 Pamekasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Raffa's Story (108)
Namakuoo.com

Raffa's Story (108)

"Permohonan mutasiku sudah diluluskan. Aku tak bisa menunda dan menunggu lebih lama, Rin. Itupun, setelah aku menunggu kembali, kau belum tentu akan menerimaku," jawab Om Muis.

Benar juga. Mama meminta Om Muis memberinya kesempatan kedua, apakah nanti mama akan meloloskan keinginan Om Muis untuk hidup bersama.

Mas Rafif datang dan menepuk pundakku. Aku terlonjak kaget. Mata Mas Rafif ikut membulat seiring keterkejutanku. Aku beri isyarat dia untuk diam dengan meletakkan telunjuk di bibirku. Kukatakan juga bahwa aku sedang mendengarkan Om Muis dan mama. Mas Rafif. Apapun tentang Om Muis, Mas Rafif selalu antusias. Tetapi kali ini, dia patuh dan berdiri tepat di sampingku. Menatap lurus ke arah Om Muis dan mama yang masih duduk di depan kami.

"Memang aku tak bisa menjanjikan apapun Bang. Aku hanya butuh meyakinkan diriku sendiri untuk menerimamu atau tidak," jawaban mama masih terdengar mengambang. Tak memberi harapan apapun kepada Om Muis.

"Ya. Aku sudah bisa menebak. Keraguanmu tentang kesungguhanku pasti menjadi penyebab utama. Tapi, sekian lama, apakah kau masih meragukan semuanya? Atau Herdi memang masih bertahta megah di hatimu, Rin?" Om Muis begitu mengeluarkan isi hatinya. Mungkin sudah begitu lama dia menyimpan semuanya.

"Berkali-kali kukatakan. Ini tak ada hubungannya dengan Mas Herdi. Bang Muis tentu tahu arti dan rasanya mengalami kegagalan rumah tangga, kan? Mungkin memang lelaki lebih mudah melupakan dan mrncari pengganti. Tapi, tidak dengan kaum wanita," kata mama.

"Tidak juga. Aku sama sepertimu. Terluka karena sebuah pengkhianatan. Aku hanya merasa, aku lebih nyaman bersamamu, itu saja. Kalau saja kau tahu lukaku karena Lila, itu luar biasa. Tapi, bersamamu, aku sungguh merasakan kenyamanan. Kamu begitu lembut, penuh kasih sayang dan berhati-hati. Herdi begitu buta dan bodohnya meninggalkan dan mencampakkanmu begitu saja," tegas Om Muis.

"Sekali lagi, apakah Bang Muis akan memberiku kesempatan kedua?" tanya mama lagi.

Mas Rafif mulai tidak betah berlama-lama melihat Om Muis dan mama. Dia mulai bergerak. Aku mencoba menarik tangannya dengan lembut, tapi tubuhnya begitu cepat bergerak meninggalkanku. Aku segera mundur. Khawatir saja. Aku tak ingin Om Muis dan mama tahu kalau aku menguping pembicaraan mereka.

Hal yang sungguh di luar dugaanku. Mas Rafif mendekati mama. Duduk tepat di sisi kiri mama. Ya, dia duduk di antara mama dan Om Muis. Dia tersenyum lebar kepada Om Muis. Mama mengelus kepala Mas Rafif. Pembicaraan keduanya tentu saja terhenti tanpa diminta. Om Muis tersenyum kepada Mas Rafif.

Ah, lelaki itu. Dia bukan papa kami. Tapi, dari senyumnya yang lebar, aku tahu, dia tulus menyayangi kami. Sayangnya, mama tak membaca ini. Sungguh, mama masih terlalu sibuk memikirkan hatinya sendiri tanpa memperhatikan isyarat yang ditunjukkan oleh Mas Rafif. Betapa inginnya dia memiliki. Seseorang yang bisa menggantikan kedudukan papa.

Kini giliran mataku yang melebar. Isyarat apa lagi yang ingin Mas Rafif tunjukan kepada kami? Kepada mama terutama? Aku menggigit bibir. Aku tak ingin mama marah pada Mas Rafif. Tapi, mencegah perbuatan Mas Rafif pun itu sia-sia. Aku tak punya cukup waktunya.

Mas Rafif memegang tangan kiri mama yang ada di sampingnya. Menariknya ke atas paha kirinya. Lalu mengambil tangan kanan Om Muis dan meletakkannya di atas tangan kiri mama. Senyumnya semakin lebar.

#bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren...Bu Tri

21 Sep
Balas

Wauw...cieee cieee banget ni, Rafif....setujuuu

21 Sep
Balas



search

New Post