Tri Wibowo Cahyadien

Assalamualaikum Wr.Wb Memiliki minat dalam bidang sosial studi, politik, kebijakan publik dan sejarah. Penikmat musik Jazz, Indie dan Musik era 60 - 80 an.&nb...

Selengkapnya
Navigasi Web
(Refleksi) Profesional Emosional Guru

(Refleksi) Profesional Emosional Guru

Profesionalisme merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh seorang guru. Bukan hanya profesional dalam merapihkan adminstrasi, namun profesional secara emosional. Profesional secara emosional artinya sebagai guru mengupayakan untuk dapat memberikan energi positif di dalam kelas. Saya meyakini betul, energi yang kita tunjukkan dalam raut wajah dan gerak tubuh saat awal membuka pembelajaran sangat berpengaruh besar terhadap proses pembelajaran ke depannya.

Menjadi emosional ketika masuk ke dalam kelas, energi negatifnya dapat dirasakan oleh anggota kelas. Dampaknya adalah pembelajaran itu menjadi tidak menarik, guru miskin kata, siswa kurang responsif dan motivasi belajar yang menurun. Fatalnya, kadang saat momen seperti ini, akan menjumpai siswa yang berulah, membuat keganduhan, memancing ketidaknyamanan dan berakhir pada teguran bahkan pengusiran.

Profesionalisme emosional berikutnya adalah guru tidak perlu ikut campur ke dalam urusan/ masalah siswa pada saat siswa tersebut bermasalah dengan guru lain. Guru harus menunjukkan sikap netral, tidak ikut – ikutan. Patut dihindari adalah mentalitas guru yang menunjukkan sikap menjadi komentator di ruang guru saat ada anak bermasalah dipanggil ke ruang guru. Rasanya memuakkan mendengar penghakiman atau celetukan; “emang tuh, bandel, bolos terus, diterangin tidur, ga sopan sama guru, bajunya berantakan dan sebagainya.” Dapat dibayangkan betapa emosionalnya seorang siswa jika dia memiliki itikad baik menyelesaikan masalahnya justru memperoleh energi negatif dari para guru lainnya. Sikap ini akan menyelesaikan masalah secara semu tapi menyimpan potensi kebencian yang mendalam.

Mari kita posisikan diri kita seperti itu, apakah kita nyaman memperoleh penghakiman di depan khalayak ramai? Apakah menyenangkan apabila kita ditegur terang – terangan? Tidak bukan?

Lalu apakah penghakiman/ celetukan itu akan memperbaiki perilaku siswa terkait? Seringkali tidak. Apakah anak itu semakin hormat pada guru tersebut setelahnya? Tidak. Guru akan dilihat sebagai provokator, tukang komentar dan sebagainya. Apakah itu yang akan kita wariskan kepada siswa – siswa kita? Janganlah heran, bullying secara verbal nyatanya dibudayakan oleh gurunya sendiri.

Sebagai guru, gunakanlah prinsip “selama siswa itu tidak membuat ulah/ bermasalah secara personal dengan saya, saya tidak akan terpengaruh pada pandangan – pandangan guru lain terhadap siswa itu. Siswa itu tetap baik di mata saya.” Menerima cerita atau masukan dari guru lain, memang perlu. Tapi tidak menempatkan cerita tersebut sebagai keputusan mutlak yang membentuk cara pandang kita terhadap siswa tersebut. Mari kita ambil maknanya; sebagai guru, berlaku adil itu mutlak. Merawat dan menjaga netralitas dalam menilai siswa itu perlu. Guru sebaiknya memiliki sikap bijaksana dan dewasa.

*Semoga kita memperoleh hormat dari siswa kita, bukan hormat semu dan pura - pura.

aamiin.

Menteng Dalam

06.01 PM

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post